Pages

Sabtu, 18 April 2015

Moment Of Farewell



Malam kali ini tak sesunyi biasanya. Hembusan angin malam menerpa dedaunan yang berserakan menutupi jalan. Daun yang musim lalu berwarna hijau kini telah menguning dan lolos dari tangkainya. Dedaunan itu tertepi oleh beberapa mobil yang lalu lalang di jalan. Sesekali beberapa pasang kaki menginjak tanpa sengaja daun-daun itu, hingga menimbulkan suara gemeresak dan akhirnya daun itu hancur menjadi kepingan yang kecil-kecil. Musim gugur telah tiba dan dingin mulai menjadi keseharian. Mereka mulai bermantel atau bersweater berbahan wol agar tak tertusuk oleh dinginnya musim ini.

Suara jam dinding yang tergantung di dinding yang bercat putih itu terus berdetak seiring waktu. Suaranya bahkan menjadi begitu jelas karena dua orang manusia ini saling terdiam. Mereka yang duduk berhadapan di depan meja segiempat berukuran kecil sebagai penghalang. Begitu lama mereka terdiam. Entah apa yang ada di pikiran mereka masing-masing hingga dinginnya malam tak menggerakkan satupun dari mereka untuk setidaknya membuka percakapan agar suasana meghangat. Lampu yang tergantung di atas mereka menerangi keadaan yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Meja makan berbentuk segi empat dengan ukuran yang kecil itu tertutup oleh kain hasil sulaman yang meskipun sederhana tetap terlihat indah. Empat kursi yang berada di sekeliling meja memiliki warna yang senada dengan meja tersebut. Warna yang terlihat indah jika dipadukan dengan dinding di ruang itu. Di sekitar meja terdapat beberapa peralatan masak sederhana yang Hye Joo sering gunakan sehari-hari. Di dinding bagian atas terdapat beberapa lemari kecil yang tertutup rapat. Sebuah kulkas berwarna putih terletak di sudut ruang ini melengkapi ruang kecil yang dijadikan ruang makan ini. Kini mereka berdua duduk berhadapan dan menyisakan dua kursi kosong yang lain
Kyu Hyun memegang sebuah cangkir berisi kopi yang sudah mulai mendingin dengan kedua tangannya. Kopi yang beberapa waktu lalu disodorkan Hye Joo meski Kyu Hyun tak memintanya. Ia mengusap-usap bibir cangkir dengan jempol tangannya. Sejak tadi ia hanya memainkan cangkir kopi itu tanpa ada niatan untuk meminumnya. Malam ini ia mengunjungi rumah gadisnya. Tidak, sebenarnya julukan itu sudah tidak boleh ia pakai lagi. Namun segenap hatinya masih ingin memanggil wanita yang duduk di depannya sebagai miliknya

“Kenapa kau jadi sangat sibuk seperti ini ? Aku bahkan kesulitan menemuimu.” Mata Kyu Hyun sama sekali tak beralih ke orang yang diajaknya bicara. Ia berujar pada perempuan di depannya tanpa menatapnya sekalipun. Dirinya bertaruh bahwa jika ia melihat ke perempuan ini ia pasti akan mendapati tatapan yang begitu dingin dari sepasang mata yang bulat. Sudah lama sekali sejak Kyu Hyun tidak melihat wajah Hye Joo yang begitu hangat, tatapan yang mampu menghangatkan dirinya sekalipun di musim dingin. Ia dengan susah bersikap biasa saja, seperti tak ada apapun yang terjadi diantara mereka. Ia menganggap malam ini seperti malam-malam sebelumnya ketika mereka saling melepas rindu satu sama lain.

“Kau tak perlu menemuiku lagi Kyu Hyun-ah, bukankah kita sudah berakhir” Sebuah suara yang begitu lembut namun sangat jelas menjawab pertanyaan Kyu Hyun. Di dalam dirinya tak ada lagi Hye Joo yang dulu. Hye Joo yang akan melonjak gembira ketika mendapati pria yang sangat ia cintai ini berdiri di depan pintu rumahnya. Ia akan mendekap pria ini dengan begitu erat, ia akan menghirup aroma tubuh pria ini hingga begitu dalam. Namun saat ini ia hanya ingin pria ini benar-benar enyah dari hidupnya. Karena Hye Joo sudah benar-benar lelah tersakiti. Ia tak mau terluka lagi meski sedikitpun. Lukanya yang belum kering itu tak ingin tergores lagi. Tak sedikitpun hatinya ingin untuk bertahan lebih lama di pelukan pria ini.

“ Bagaimana tempat kerjamu yang baru ? kau menyukainya ?” Sekalipun, Kyu Hyun tak bisa mendengar kata perpisahan dari perempuan yang telah membuat dirinya begitu mencintainya. Meskipun sudah begitu jelas, ia akan selalu mengelak, mengalihkan topik pembicaraan dari kata-kata perpisahan yang terus menerus Hye Joo katakan.  Kenapa hari itu harus tiba. Hari dimana mereka berpisah. Dia bahkan tak siap, sampai kapanpun pria ini tak akan siap untuk berpisah dengan wanita ini. Ia percaya jika ia memeluk Hye Joo sekali lagi, menahan Hye Joo sekali lagi dan tak sedikitpun membiarkan Hye Joo pergi, maka hubungan mereka tak akan berakhir.

“ Aku menyukai pekerjaanku atau tidak, kau tak perlu mempedulikan ku lagi. Lebih baik kita tak usah bertemu lagi Kyu Hyun-ah” Hye Joo tertunduk. Ia sedang berusaha keras menahan air matanya. Di hadapannya ada Kyu Hyun saat ini, ia tak boleh menangis. Meski begitu, Kyu Hyun sangat mengerti Hye Joo yang terlalu mudah menangis dan terharu. Namun bagi Kyu Hyun, Hye Joo bukanlah perempuan yang cengeng, baginya Hye Joo adalah perempuan yang berhati lembut. Namun, tanpa disadari, Kyu Hyun telah menyakiti perempuannya yang berhati lembut ini.

Sudah seminggu semenjak pertemuan mereka yang terakhir. Terakhir kali Park Hye Joo meminta Kyu Hyun untuk bertemu. Namun, tanpa Kyu Hyun sangka, tujuan Hye Joo bertemu karena ia ingin mengatakan pada Kyu Hyun bahwa ia tak lagi ingin bersama Kyu Hyun, ia ingin hubungan mereka berhenti sampai disini, ia sudah tak mampu lagi bertahan bersama pria itu. Kata-kata yang sangat ditakuti Kyu Hyun ini akhirnya keluar juga dari mulut Hye Joo. Setelah sebulan lebih hubungan keduanya terombang-ambing tanpa kejelasan. 

Awalnya tak ada yang salah dengan hubungan mereka. Semua berjalan seperti pasangan yang lain. Bahkan mereka sangat mencintai. Namun, setelah kedatangan perempuan bernama Kang Ha Young, semua berubah begitu saja. Perempuan ini adalah teman kecil Kyu Hyun yang kemudian menjadi seseorang yang dijodohkan dengan Kyu Hyun. Sudah jelas Kyu Hyun menolak ide dari orang tuanya, untuk apa ia menerima perjodohan ini jika ia bahkan memiliki Park Hye Joo yang sangat ia cintai, baginya Hye Joo lebih dari segalanya. Namun perempuan bernama Ha Young ini berubah menjadi monster yang sangat menakutkan. Mengetahui hubungan Kyu Hyun dan Hye Joo, Ha Young menggunakan segala macam cara untuk merusak hubungan keduanya. Ia bahkan meminta orang untuk membuntuti Hye Joo. 

Hye Joo tak takut menghadapi Ha Young. Ia bergeming melihat tingkah Ha Young, ia tak khawatir karena ia yakin bahwa Kyu Hyun tak sedikitpun menyukai perempuan itu. Namun, Ha Young bahkan semakin menjadi jadi. Ia menjadi bayang-bayang bagi hubungan Kyu Hyun dan Hye Joo. Setelah beberapa tahun Hye Joo bekerja di sebuah butik, ia dikeluarkan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Yang kemudian ia ketahui semua ini ternyata ulah Ha Young. Yang lebih parah, perempuan ini tak membiarkan Hye Joo bekerja di butik manapun, ia tak diterima di mana-mana. Perempuan jalang itu mulai merusak karir Hye Joo sebagai seorang desainer. Mimpi yang ia miliki sejak kecil dan perjuangan yang ia alami bertahun tahun untuk mimpinya terhempas begitu saja hanya dalam hitungan beberapa bulan.

“ Kau memang egois Hye Joo-ya, kau bahkan menyerah hanya karena perempuan yang sama sekali tak kusukai. Kau tak selayaknya cemburu dengan dia, bagi ku kau lebih dari apapun”
“ Mianhae Kyu Hyun-ah, aku memang begitu egois. Aku hanya memikirkan diriku tanpa memikirkan mu sedikitpun. Mianhae” Hye Joo kembali menunduk. Kali ini pertahanannya runtuh. Ia terisak begitu saja. Tangan kanannya tergerak untuk menutup mulutnya agar tangisannya tak terdengar. Ia kesulitan bernapas karena hidungnya mulai berair. Kyu Hyun tahu wanita yang lemah ini telah begitu banyak tersakiti. Namun disisi lain ia sama sekali tak menginginkan hubungan mereka berakhir begitu saja. Park Hye Joo begitu sulit ia dapatkan. Dan ia akan sangat mengutuk dirinya jika ia membiarkan hubungan mereka berakhir begitu saja.

Cho Kyu Hyun berdebat dengan pemikirannya. Wanita yang ia cintai ini telah banyak tersakiti, ia yang begitu sangat lemah sudah tak mampu bertahan lagi dengannya. Ia paham benar, Hye Joo adalah seorang yang terlalu memikirkan pendapat orang lain. Ia bahkan sering tersinggung terhadap perkataan orang meski orang lain itu tak bermaksud. Sifatnya yang terlalu peka sering membuat hatinya sendiri tak nyaman. Sifat Hye Joo yang seperti ini membuat Kyu Hyun bertekad besar untuk selalu melindungi wanita yang telah merebut hatinya. Dan kali ini ia begitu tak tega melihat keadaan gadisnya, saat ini Hye Joo bahkan harus bekerja di dua tempat kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhannya. Mungkin keadaan akan lebih membaik jika mereka berdua benar-benar berpisah. Bukankah cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai itu bahagia meski tak bersama. Membiarkan ia hidup bahagia sesuai yang ia perjuangkan. Namun, pertanyaan lain muncul di pikirannya. Bagaimana dengan dirinya setelah mereka berpisah. Apakah semua akan baik-baik saja. Apa dia masih bisa hidup tanpa wanita yang telah menjadi hidupnya selama ini. Ia tak yakin dapat menemukan wanita sepertinya dikemudian hari. Bahkan untuk sekadar berpaling dari perempuan itu pun ia tak yakin bisa. Ada keinginan yang tak kalah besar di hatinya untuk tetap bersama Hye Joo hingga akhir nanti.

Jika cinta yang menyatukan keduanya adalah sebuah takdir, maka pada akhirnya mereka akan bersama. Sesulit apapun rintangannya, pasti keduanya akan mampu melewati meski tak mudah. Namun, ujian yang berada di depan mata keduanya membuat Hye Joo berpikir bahwa mungkin ini cara Tuhan untuk memisahkan mereka. Ini adalah serangkaian dari takdir Tuhan yang pada akhirnya tak mempersatukan keduanya. Bahwa Tuhan hanya mempertemukan mereka sampai titik ini.
Perempuan itu masih terisak, ia tak mudah berhenti menangis. Bahkan kepalanya tak sanggup lagi menegak. Perempuan ini menutup wajahnya dan meletakkan kepalanya di meja. Kyu Hyun semakin miris melihat Hye Joo yang begitu menyedihkan. Belum pernah ia melihat Hye Joo semenyedihkan ini. Kedua tangannya terulur untuk setidaknya mengelus kepala Hye Joo. Ia sangat ingin membiarkan wanita ini menumpahkan seluruh air matanya dalam pelukannya. Mengusap air mata yang menganak sungai dari sepasang mata yang begitu meneduhkan. Namun tangannya tak sampai, disamping ia merasa tak pantas, tanpa dirinya sadari air matanya yang sedari menggenang dan membuat pandangannya kabur telah meluncur membasahi pipinya yang tampan. Tangan yang telah terulur tadi ditariknya kembali untuk segera mengusap pipinya sendiri yang telah basah.

Hye Joo mengangkat wajahnya yang saat ini sudah sangat mengenaskan karena menangis. Ia sendiri menyadari betapa bodohnya ia menangis pada saat ia mengucap kata perpisahan pada pria ini. Bukankah ia seharusnya memperlihatkan keadaan dirinya yang baik-baik saja agar semua menjadi semakin mudah.

“Maafkan aku yang sudah membiarkan kau melihatku menangis bodoh seperti ini, aku tahu kau tidak menyukainya Kyu Hyun-ah.” Hye Joo pernah mendengar jika seorang laki-laki bahkan tak menyukai melihat perempuan menangis, bukan karena kasihan, namun karena perempuan akan berubah menjadi jelek saat menangis.

‘Kau salah besar Hye Joo-ya’ batin Kyu Hyun. Bahkan dengan mata yang merah dan bengkak, hidung yang memerah juga yang menjadikan perempuan ini terlihat kacau, bagi Kyu Hyun ia tetap cantik. Tetap seperti Hye Joo yang sama seperti saat mereka bertemu pertama kali. Hye Joo yang selalu ia puja sebagai wanitanya.

“ Jika suatu saat nanti, suatu waktu yang entah kapan akan datang kau menyesal karena kau telah perpisah dengan ku, apa yang akan kau lakukan ?” Pertanyaan Kyu Hyun membuat Hye Joo tercekat. Tak perlu menunggu suatu waktu di masa depan untuk menyesali semua perbuatannya. Bahkan saat ini pun ia tak mengampuni dirinya sendiri yang terus menerus berbohong tentang perasaannya.

“ Suatu saat yang entah kapan datang itu kupastikan tak akan datang. Aku tak akan menyesal dengan apa yang kulakukan. Setelahnya, semua ini akan berlalu begitu saja. Ada banyak hal yang aku lakukan hingga aku tak sempat memikirkanmu dan menyesali semua ini. Perasaan yang kumiliki untukmu tak cukup lagi untuk mencintaimu” Jawaban yang tak ia ketahui datang dari mana itu meluncur begitu saja dari mulut mungilnya, seperti ia telah menyiapkan diwaktu sebelumnya. Seperti tanpa pikir Hye Joo mengatakan kalimat itu begitu saja. Sesaat dia terdiam untuk memikirkan kalimat yang baru saja ia katakan, tak dipungkiri ia juga terkejut dengan apa yang telah ia katakan. Ia mengutuk mulutnya, tanpa sadar ia telah menyakiti hati Kyu Hyun. Bagaimana mungkin dua orang yang pernah saling mencintai akan berperilaku seperti orang yang tidak saling mengenal dikemudian hari, akan begitu saja menjadi orang asing. Sedikit atau banyak, jika itu memang cinta maka sudah pasti akan ada getar yang berbeda ketika suatu saat dimasa mendatang itu mempertemukan mereka.

Genggaman tangan Kyu Hyun pada cangkir kopi berwarna biru itu terlepas. Mendengar apa yang baru saja dari mulut Hye Joo, jujur ia terluka. Perempuan yang sejak dulu ia lindungi telah mendorongnya keluar dari kehidupannya. Tangannya tergerak merapatkan mantel hitam yang ia gunakan. Rasanya dingin tiba-tiba menyergap tubuhnya yang lelah dengan tanpa ampun. Ia mengusap wajahnya dengan kasar sambil menghilangkan air mata yang sedari tadi menggenang namun mampu meleleh hanya dengan serentetan kalimat tadi. Kyu Hyun tak bisa bertahan lebih lama lagi. Ia memundurkan kursi yang ia duduki sehingga menimbulkan suara gesekan antara kaki kursi dengan lantai apartemen Hye Joo. Hye Joo terkesiap mendengar suara itu, ia merasa suatu yang buruk akan menghampirinya.

Seketika Kyu Hyun berdiri, ia sudah membulatkan tekadnya.
“Aku pergi” hanya butuh dua kata. Kata yang sangat sangat Hye Joo ingin dengar. Kyu Hyun melenggang meninggalkan meja makan tadi dengan langkah yang besar-besar namun terasa amat berat. Namun ia pantang kembali lagi untuk setidaknya menengok ke arah Hye Joo dan melihat wajahnya mungkin untuk yang terakhir kali sebelum mereka benar-benar berpisah.

Langkah itu semakin mendekati pintu keluar dari apartemen Hye Joo. Namun langkahnya terhenti ketika sepasang lengan yang kecil tiba-tiba melingkar erat di pinggang Kyu Hyun dari arah belakang. Lengan yang terbalut pakaian hingga telapak tangan itu semakin mengerat, disusul dengan sebuah tangisan yang tak lagi tertahan. Tangis itu pecah begitu tanpa peduli jika air matanya telah membasahi setelan jas mahal yang menempel ditubuh pria jangkung ini. Kyu Hyun melepaskan lengan tadi dari pinggangnya. Ia membalikan badannya dan menemukan Hye Joo yang terisak hingga seluruh wajahnya memerah. Ia menyandarkan kepala Hye Joo di dadanya yang bidang. Selama ini ketika mereka masih bersama, ia tak pernah membiarkan Hye Joo menangis dalam pelukannya. Karena selama ini ia tak pernah membuat Hye Joo menangis sedih meskipun sedikit. Yang ada hanya pelukan untuk Kyu Hyun yang sering memberi kejutan tak terduga bagi Hye Joo hingga matanya sering meleleh bahagia.

Keduanya saling memeluk erat. Membiarkan denyut jantung yang tak karuan itu menenang. Membiarkan deru napas yang terasa berat itu meringan. Kyu Hyun melepaskan pelukannya terlebih dahulu. Ia mengangkat tangannya memegang pipi Hye Joo yang selalu merona. Ia mengusap pipi itu lembut dan menghilangkan air mata yang sesaat tadi mengalir dari sepasang mata indah yang selalu digilainya hingga menyisakan tangannya yang basah.

“Karena aku akan pergi. Kau tak boleh menangis lagi. Setidaknya kau harus terlihat kuat saat di depanku  Hye Joo-ya.” Mata mereka bertemu saling menatap dengan begitu dalam.

“ Mianhae Kyu Hyun-ah. Terimakasih untuk semua yang kau berikan selama ini.”

“ Aku yang harusnya meminta maaf. Aku begitu bodoh hingga tak menyadari bahwa kau telah begitu tersakiti karena ku. Aku yang harusnya terus berada di sisimu saat kau membutuhkan aku. Karena aku tak mau melihat mu tersakiti lagi jadi kau harus baik-baik saja tanpa aku. Arasseo  ?”

Hye Joo mengangguk dan melepaskan lengannya dari pinggang Kyu Hyun. Sebuah jawaban yang tak terucap mengakhiri kisah mereka malam ini dan beberapa tahun yang lalu. Kisah yang keduanya tak mungkin lupa. Kisah yang harus berakhir karena mungkin Tuhan menginginkannya berakhir. Kyu Hyun membuka pintu apartemen Hye Joo. Ia pergi meninggalkan Hye Joo seperti apa yang perempuan itu minta. Seperti apa yang perempuan itu katakan, ia juga berharap  bahwa suatu saat nanti ia tak akan menyesali dirinya. 

Ruang itu semakin dingin. Pemanas ruangan yang menyala pun tak mengubah keadaan. Hanya menyisakan seorang perempuan yang rapuh tengah berdiri sambil terus terdiam. Kedua kakinya yang sejak tadi terasa lemas tak mampu lagi bertahan. Ia akhirnya jatuh terduduk di lantai yang begitu dingin. 

“ Aku sudah melakukan yang terbaik” Ucapnya dengan berbisik lirih. Kini ia tinggal berdoa agar dia tak menyesali apa yang telah ia lakukan. Serta menatap masa depannya yang akan segera membaik. Ia hanya perlu menyibukkan dirinya dan setelah itu bayangan Kyuhyun tak akan muncul lagi. Ia mengelus dadanya “perasaan ini akan segera mengikis” bisiknya dengan mantap.

***
Rembulan yang belum benar-benar hilang dari langit sudah tergantikan oleh sinar matahari. Sepertinya matahari tengah berterimakasih pada bulan atas apa yang dilakukannya semalam. Malam-malam tanpa bulan bukan hal besar, namun hari tanpa matahari akan begitu menakutkan. Matahari dan bulan adalah dua hal yang berbeda. Mereka dipisahkan oleh takdir. Layaknya sepasang kekasih yang tak akan berjumpa tanpa adanya takdir, dan akan berpisah jika memang tidak ditakdirkan bersama.

Pria itu masih tergeletak lemah di atas ranjangnya. Namun, bukan karena ia sakit. Karena keinginannya untuk membiarkan tubuhnya beristirahat kembali terkalahkan oleh kegelisahannya. Terkalahkan oleh pikirannya yang bercabang begitu banyak. Baru setelah pria ini begitu lelah dengan apa yang ia pikirkan, ia mulai menguap dan tak lama kemudian dia terlelap bersama apa yang membuatnya begitu gelisah.

Namun sepertinya matahari sedang tak memihaknya. Dengan sinar hangatnya yang menelusup melalui celah-celah gordyn membuat pria ini terbangun. Kedua mata pria ini terbuka perlahan. Sejanak ia mengerjapkan matanya lalu menyapu ruang ini dengan pandangannya. Ia belum sepenuhnya sadar, mungkin ia masih terperangkap dalam mimpi yang ia dapatkan semalam.
Kedua bola matanya beralih memandang tangan kanannya yang sedikit mengepal seperti menyimpan sesuatu dalam genggamannya. Didetik selanjutnya ia menghembuskan napasnya yang begitu berat. Baru beberapa menit berlalu. Sehingga ia masih ingat dengan jelas. Saat dimana tangan kanannya menggennggam tangan perempuan itu dengan begitu erat dan begitu nyata. Namun senyata apapun mimpi itu, semua sudah berakhir oleh kenyataan bahwa semua itu hanya mimpi. Pria ini kembali terlemparkan dengan keras ke dunia nyata yang telah banyak melukainya.

Pria ini bangun dan menegakkan badannya. Ditangkupkan kedua tangannya ke wajah. Jari-jarinya yang panjang menemukan bahwa ternyata sudut matanya basah oleh air mata akibat mimpi itu. Rambutnya yang berwarna kecoklatan diacaknya dengan rasa kesal. Ia bertanya pada dirinya sendiri, harus berapa banyak malam dengan mimpi tentang perempuan itu yang harus ia alami agar dapat melupakan perempuan ini.

Lelah sudah ia terperangkap dalam kenangan masa lalunya dengan perempuan itu. Usahanya telah begitu keras untuk melupakan semua.  Namun, kenangan yang ia ciptakan terlalu membekas di ingatannya. Hingga ia sendiri tak mampu menghapuskannya dengan mudah.

 ------

Minggu, 21 Juli 2013

Sorry

Annyeong Chinggudeul, How Are You ??
mianhamnida, admin d sini pada gak pernah ngepost apa apa
hehehe Jeongmal Mianhae
kalo keadaan dah membaik pasti kami bakalan ngurusin ini Blog kok
oh ya Min Arum bawa something
Ini FF buatan Mimin loh
asli
jd jgan di bash yah soalnya baru pertama buat
Thankss :)



Minggu, 28 April 2013

Lupus, I Hate You!Part 2/end

Lupus, I Hate You!Part 2/end



Title: “Lupus, I Hate You!Part 2/end”
Author: Meira/Kim Yoon Eun
Cast: Cho Kyuhyun, Lee Hyunsae, Lee Yura
Genre: Sad, Romance, Hurt
Length: Chaptered
FF ini saya buat karena terinspirasi dari salah satu novel karya Demian Dematra. Tapi, tentu dengan beberapa perubahan yang saya buat karena saya bukan PLAGIAT! Tapi, mungkin ini akan terlihat seperti ringkasan cerita dari novel tersebut. Oke karna saya tak pandai bercuap-cuap. Jadi, Happy Reading!
WARNING! Typo berkeliaran!
Before~
Deg! Aku bangun seketika karena sehelai daun yang jatuh tepat di mukaku. Tapi, aku merasa ada yang ganjil. Yura! Dimana dia? Aku menengok kepalaku kekanan dan mendapati Yura berjalan terlalu menjauh. Aku bangkit dan berjalan mendekat ke arahnya. Saat sudah agak dekat, aku merasa ada yang aneh dengan Yura. Dia berjalan sempoyongan sambil memegang kepalanya. Oh tidak! Jangan katakana kalau ia sedang serangan!
Strory Begin~
Aku segera berlari dan memeluknya. Dan benar saja ia pasti sangat kesakitan hingga pingsan dalam pelukanku. Aku tak bisa berpikir jernih saat ini. Aku hanya berteriak meminta tolong hingga seorang petugas taman yang membantuku keluar dari taman dan mencari mobil untuk sampai ke Seoul secepatnya dengan mobil patroli.
Hingga sampai di rumah sakit aku hanya mengenggam tangannya dan terus meracau berdoa agar ia dapat selamat. Kyuhyun dengan sigap membantuku memindahkan tubuh Yura ke kasur dorong. “Tenang. Biar kami yang memeriksanya,” ujar Kyuhyun lembut saat kami tiba didepan pintu UGD. Ia seolah sedang memberiku ketenangan dan berhasil. Pintu UGD tertutup menyisakan aku yang berdiri gusar menunggu Yura di periksa. Bukannya aku tak percaya pada Kyuhyun, tapi aku ingin memastikan keadaan adikku sendiri.
ANA positif. DsDNA 5000. EEG ada kerusakan otak.
Mataku melebar setelah membaca hasil tes ANA milik Yura. Sudah dua hari aku menunggui Yura dengan kondisinya yang terus menurun.hatiku sakit melihatnya seperti ini. Kenapa bukan aku saja yang terkena Lupus? Kenapa harus Yura? Aku hanya menatapnya nanar. Aku ingin menangis tapi tetap tak bisa. Memori ketika kami masih kecil berputar di otakku. Ketika kami harus merelakan eomma pergi dan tak seberapa lama appa yang pergi. Ketika kami diusir oleh pamanku sendiri. Ketika kami harus mengamen untuk bertahan hidup dan ketika kami bermain bersama. Semuanya berputar dengan cepat.
Aku keluar dari kamar rawat Yura. Mencari tempat yang tepat untuk menangis dan atap rumah sakit adalah pilihan yang paling tepat.
Sesampainya di atap aku menangis sekencang-kencangnya kakiku terasa lemah sampai aku terjatuh dengan lutut menopang tubuhku. “Lupus bukanlah akhir dari segalanya,” terdengar suara bass yang amatku kenal.
Aku menoleh dan berkata, “sebenarnya apa yang kau lakukan disini, eoh?!” kutatap Kyuhyun tajam. “Apa kau mau melihat penderitaanku?!”
Kyuhyun memalingkan wajahnya. “Rumah sakit ini untuk semua orang .  kesusahan bukan hanya milikmu. Ckck. Dokter macam apa kau ini? Cengeng!” setelah berkata begitu ia malah dengan santainya melangkah pergi.
“Yak” teriakku tak terima. Namun, percuma sepertinya ia sengaja tak menghiraukanku.
~o0o~
Sudah seminggu Yura disini. Kondisinya naik-turun. Sekarang aku menatapnya yang tengah tertidur.karena merasa mengantuk, kuputuskan untuk ke kafetaria membeli kopi. Mungkin itu akan sedikit membantu.
Saat sampai di kafetaria dan mendapat yang kuinginkan aku berniat kembali ke kamar Yura. Tapi, baru beberapa langkah aku berhenti ketika melihat sosok namja yang selama ini rela menggatikanku berjaga UGD duduk di salah saty kursi yang tersedia di sana, Kyuhyun. Sebenarnya namja itu baik tapi, entah kenapa saat berada di dekatnya aku merasa nyaman dan aman. Mungkinkah aku… jatuh cinta? Aku cepat-cepat menggeleng. Itu tak mungkin!
Entah dorongan dari mana kini aku berjalan kearahnya. “Kau tak perlu melakukannya,” kataku to the point dan menatapnya. Ya, sebenarnya aku menyadari sesuatu, kenapa akhir-akhir ini dia lembur sedangkan jam kerjaku berkurang?
Ia terlihat mengerutkan kening tak mengerti sampai detik berikutnya..
“Aku tau Yura membutuhkanmu dan kau perlu istirahat,” ia menenggak kopinya sampai habis.
“Gomawo,” ujarku lirih. Ia memandangku sebentar dan tersenyum lembut. Matanya yang sayu menatapku dalam. Ada desiran aneh ketika aku melihatnya.
“Cheonma” ia lalu bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkanku yang masih termangu. Aigo.. Hyunsae apa yang kau pikirkan? Fokuslah pada Yura.
~o0o~
Seuol International Hospital, 2 February 2012
Huft… rasanya badanku mau rontok. Sudah sebulan lewat Yura dirawat di rumah sakit. tapi tak ada perkembangan yang berarti. Lupus sudah menyerang otaknya dan sekarang ia menjadi mudah marah karena menahan sakit. Aku sudah harus kerja full time lagi seperti biasa. Aku tak enak jika pekerjaanku harus ditanggung terus oleh Kyuhyun.
Saat keluar dari kamar Yura, Kyuhyun sudah ada di depanku dengan dua cangkir kopi di tangannya. Aku hanya tersenyum simpul. Kini hubunganku dengan Kyuhyun tak secanggung dulu. “Untukmu”. Ucapnya seraya menyodorkan salah satu cangkir kopi ditangannya.
“Gomawo.”
Kami berjalan beriringan menuju UGD. Kami berbincang banyak di lorong. Sekarang aku tau kalau ia juga sudah yatim piatu sama sepertiku. Ayahnya meninggal saat ia kecil dan ibunya meninggal tepat di hari kelulusannya menjadi Dokter. Sungguh tragis memang.
Saat kami sampai di UGD, sebuah suara mengejutkan kami berdua yang sedang ngobrol.
“Hyunsae-ah! Kau kemana saja aku sudah mencoba menelponmu tapi tak pernah kau jawab,” ternyata pemilik suara itu adalah Donghae. Huh menyebalkan sekali! Sudah ditolak masih saja mengejar! Dasar Playboy cap kadal!
“Mi-mian Donghae-ssi. Memang ada apa?” kenapa aku jadi gugup ya? Bukannya menjawab ia malah memandang Kyuhyun. Seolah mengerti keadaanku Kyuhyun mengembalikan postur Dokternya.
“Ehem.. maaf, saya dokter jaga sekarang. Ada yang bisa saya bantu?” aku terkikik melihat ekspresi Donghae. Dengan santai aku berlalu meninggalkan Donghae dan Kyuhyun. Samar masih bisa kudengar Donghae bicara tergagap dengan Kyuhyun.
“Em.. em.. anu.. saya keringat dingin ,Dok.”
~o0o~
Author’s POV
Tanpa di ketahui Hyunsae, Yura di kamarnya mengerang kesakitan sambil memegang kepalanya. Ia mencari Hyunsae tapi sang kakak tak diketahui keberadaanya. Beruntung ada seorang suster hendak mengecek keadaanya. Ia terkejut dan segera berlari ke ruang UGD meminta bantuan.
“Code blue! Dokter tolong kamar VIP nomor 208. Code blue!” Deg!. Bukankah itu kamar Yura! Hyunsae yang memang sedang bekerja terkejut dan beranjak ke kamar Yura bersama Yoon eun. Kyuhyun segera berlari mengejar Hyunsae yang sudah berlari duluan sambil menelpon Dokter Yoon yang baru saja keluar. Sesampainya di kamar Yura Kyuhyun mendapati Hyunsae dengan wajah pucat pasi memegang tangan Yura yang mengejang.
“Biar aku.” Kyuhyun segera mengambil alih Yura. Ia melirik ke monitor jantung, sementara Yoon eun memeriksa tanda vital Yura. Kyuhyun tak perlu mendengar laporannya. Ia sudah tau keadaan Yura yang mulai mengejang.
“Sudah sangat lemah Dok!” lapor Yoon eun. “Siapkan defib. Saya resusitasi.” Yoon eun yang mendengar perintah dengan sigap menyiapkan sebuah alat pengejut jantung. Sembari menunggu Yoon eun, Kyuhyun berusaha menggenjot jantung Yura secara manual.
Hyunsae yang ada melihat itu hanya terdiam disisi tempat tidur. Wajahnya pucat sekali dan tangannya mencengkram kuat spray kasur. Pintu kamar terbuka dan menampakan Dokter Yoon. Dengan cepat ia mempelajari keadaan pasien sambil mendengarkan laporan Kyuhyun.
Ia menerima defibrillator yang diberikan Yoon eun dan menggosoknya dengan gel. “200 joule”
Mereka semua mundur.
Yoon eun yang mengoperasikan alat tersebut menekan tombol. Tubuh Yura tersentak. Kyuhyun segera memeriksa nadinya. Tidak ada. Kyuhyun beralih menatap Hyunsae. Melihat gadis itu begitu pucat hati Kyuhyun merasa pedih.
“Dokter Cho! 300 joule! Siap!” Dokter Yoon berkata keras mengagetkan Kyuhyun. Ia mundur beberapa langkah dan alat itu menhentak tubuh Yura kembali. Kyuhyun kembali memeriksa nadinya. Tetap tidak ada. Keringat dingin mulai menetes di keningnya. “Ayolah. Yura kembalilah!’ bisiknya.
“Dokter Cho?” tanya Dokter Yoon.
Dengan lemas Kyuhyun menggeleng. Jantung Hyunsae berdetak lebih kencang dari biasanya. Monitor jantung membunyikan satu nada yang terdengar nyaring dan datar. Hyunsae tak percaya akan hal ini. Kepalanya mendadak pusing. Rasanya dadanya sesak dan sakit. ia masih bisa mendengar Kyuhyun berkata , “Ia sudah pergi. Waktu kematian 03.25 am” dan semuanya menjadi gelap.
Kyuhyun menoleh ke arah Hyunsae yang telah mencapai titik  kesadarannya. Ia memeluknya tepat saat ia jatuh pingsan. “Masih ada aku. Kau tidak sendirian. Saranghae” bisik Kyuhyun sambil meneteskan air mata menyatu dengan milik Hyunsae.
~o0o~
Hyunsae mulai membuka matanya dan melihat Kyuhyun duduk disampingnya. Menatap penuh kekhawatiran. Ia teringat sesuatu. Yura telah tiada. Sekarang ia menjadi sebatang kara. Rasa sedih kembali menyergap Hyunsae. Masa-masa indah bersama adiknya bergulung tanpa henti diotaknya. “Yura…” Ia memejamkan matanya. Air matanya kembali mengalir membasahi pipinya.
Kyuhyun ingin mengusap air mata Hyunsae, memeluknya, mengambil segala kepedihannya. Namun, para suster masih melirik mereka.
Kini Hyunsae tengah menangis sesenggukan di depan  gundukan tanah pemakaman yang masih baru. “Yura. Eoni sayang kamu. Eoni sayang kamu.” Hyunsae menutup wajahnya dan tangisnya semakin pecah.
“aku tak sempat mengenal yeoja hebat yang bisa hidup dalam kegelapan seumur hidupnya. Tapi, aku beruntung karena mengenal kakaknya.” Suara lembut yang sering datang tiba-tiba menyapa Hyunsae yang masih betah menutup matanya. Ia tidak perlu menatap siapa yang menyapanya karena ia sudah hafal siapa pemilik suara itu.
“Ia tidak tau aku menyayanginya” kini Hyunsae mulai membuka tangan yang sedari tadi menutup mukanya.
“Dia sangat mengetahuinya dan ia juga sangat menyayangimu. Kau tau itu kecuali kau mau dia melihatmu menyiksa diri.”
Hyunsae berdiri membalikan badannya menatap namja yang kini berdiri tegap dengan kemaja putih dan celana panjang hitam. Ia nyaris akan membentak namja itu jika tak melihat wajah sendunya yang menatapnya penuh cinta.
“Aku tak bisa membiarkanmu menyiksa dirimu terus. Aku yakin Yura setuju denganku tentang hal itu.”
Hyunsae mnggeleng “Wae? Kenapa kau begitu baik padaku? Kumohon jangan lakukan itu.” Hyunsae mengatakannya dengan suara bergetar. Kyuhyun berjalan mendekatinya. Tangan kekarnya menyentuh pipi Hyunsae, mendongakan wajahnya. Setetes air mata menetes dari kedua mata indahnya. Kyuhyun menghapusnya dan memeluk Hyunsae sangat erat.
“Kumohon jangan sedih. Yura juga tak menginginkannya. Saranghae.” Hyunsae tersentak melepaskan pelukan Kyuhyun dan menatapnya tajam. Kyuhyun hanya tersenyum lembut dan berjalan meninggalkan makam dengan perlahan. Ia merutuk dirinya sendiri karena tak berani menyatakan perasaan secara langsung. Saat sudah beberapa langkah ia membalikan badan.
“Sampai bertemu di rumah sakit, Dokter Lee.” Kemudian kembali berjalan meninggalkan Hyunsae dengan perasaan kacau.
~o0o~
Hari ini Hyunsae kembali masuk kerja setelah 2 hari meninggalnya Yura. Ia lebih memilih bekerja daripada istirahat. Karena jika istirahat ia akan kembali teringat Yura. Ia tengah bersiap seperti biasanya. Hanya saja sekarang ia tak menghitung sampai 10 untuk menentukan mandi atau tidak. Sekarang jam 05.30 am dan dia sudah siap. Terdenar suara ketukan pintu.
Hyunsae agak terkejut melihat siapa yang bertamu pagi-pagi begini.
“Kau sudah siap?” tanya Kyuhyun di ambang pintu.
“Kau bisa naik sepeda?” tanya Hyunsae balik. Kyuhyun mengangguk dan menantang, “Kau mau aku bonceng?”
Setelah mengunci pintu, Hyunsae duduk di bangku belakang sepeda untuk pertama kalinya dan Kyuhyun memboncengnya. Perjalanan ke rumah sakit terasa begitu cepat. Bahkan Hyunsae masih belum menyangka kini mereka jalan bersama di halaman rumah sakit menuju UGD. Hyunsae kembali memikirkan perkataan Kyuhyun saat di pemakaman. Apa dia salah dengar atau Kyuhyun yang tak berani mengatakannya? Pertanyaan it uterus berputar di otaknya.
“Gomawo karena sudah menjemputku. Kau terlihat lelah.” Kyuhyun tersenyum, “Aku baru selesai tugas.” Apa? Jadi dia belum pulang?batin Hyunsae.
“Kalu begitu sebaiknya kau segera pulang dan istirahat.” Kyuhyun mengangguk dan berjalan keluar rumah sakit.
Saat di depan ruang UGD Hyunsae bertemu dengan Dokter Yoon. “Dokter Lee, kukira kau tak perlu masuk dulu istirahatlah.”
“Gwaenchana” jawab Hyunsae sambil tersenyum. Namun, baru beberapa langkah memasuki UGD badan Hyunsae limbung dan kepalanya terasa pening. Dokter Yoon yang menyadarinya bergerak cepat memanggil suster untuk membantunya menuntun Hyunsae ke kursi roda. “Malam ini istirahat di rumah sakit untuk observasi ya?” Hyunsae hanya bisa pasrah dan mengangguk.
Dokter Yoon mengamati kondisi Hyunsae. “Lakukan tes lengkap padanya” perintah Dokter Yoon pada Yoona yang kebetulan sedang bertugas.
“Tes lengkap…” Yoona menggantungkan kalimatnya. Dokter Yoon mengangguk.
“Termasuk tes ANA.”
“Baik, Dok.”
Dokter Yoon menatap punggung Hyunsae yang menjauh. Gadis itu tidak menyadari butterfly rush ( tanda khusus bagi penderita lupus yang berupa ruam berbentuk kupu-kupu kemerahan di wajah) menghiasi wajahnya.
~o0o~
Hyunsae melihat Kyuhyun masuk ke kamar rawatnya. Ia refleks membereskan rambut dan menegakan badannya. Kyuhyun tertawa renyah. “Pasien tidak perlu terlihat rapi jika dokternya datang. Kecuali ingin menarik perhatian dokter,”
Hyunsae langsung cemberut mendengar perkataan Kyuhyun. Namun. Mau tak mau ia tersenyum melihat tatapan lembutnya. Kyuhyun berjalan mendekat. “Bagaimana keadaaanmu?”
“Baik”
“Anyeong, Dok?” Yoona membawa alat suntik untuk mengambil darah. “Perintah Dokter Yoon, tes lengkap.” Hyunsae mengangguk mengerti. Ia menggulung lengan bajunya sambil melirik Kyuhyun yang berjalan mundur. “Aku tunggu diluar” kata Kyuhyun setengah berbisik.
“Anyeong, bagaimana keadaaanmu, Dokter Lee?” Prof. Kim masuk dengan senyumannya.
“Baik, Prof.”
Yoona selesai mengambil darah Hyunsae.
“Kapan saya keluar?”
“Kalau keadaanmu hari ini membaik kamu boleh keluar besok.” Hyunsae terlihat mangut-mangut.
“Emm, Sus, Dokter Cho masih diluar?” Yoona pergi ke depan dan melihat Kyuhyun duduk di sofa. Ia mringis geli. “Tenang, Romeonya masih setia menunggu.”
Wajah Hyunsae berubah merah. Ia menunduk untuk menutupinya. Prof. Kim dan Yoona berjalan keluar. Kyuhyun mengangguk pada mereka dan segera masuk ke dalam.
“Kenapa kau baik padaku?” tanya Hyunsae saat Kyuhyun sudah berada di tepi ranjangnya. “Bukankah sudah pernah kukatakan?”
“keunde, saat itu pikiranku sedang kacau. Aku tak bisa mencerna semua kata-katamu,” sebenarnya Hyunsae tau apa yang di katakana Kyuhyun saat di pemakaman adiknya. Tapi ia ingin mendengarnya sekali lagi untuk memastikan.
“Kapan kau boleh keluar?” tanya Kyuhyun mencoba mengalihkan pembicaraan.
Hyunsae mengerucutkan bibirnya karna kesal pertanyannya tak tertanggapi. “Besok”
“Besok hari Jum’at, aku libur hari Minggu. Kau mau dinner denganku?”
“Eoh? Emm.. apa itu kencan?” tanya Hyunsae. Dadanya berdesir aneh.
“Ani. Hanya makan malam biasa. Aku hanya berniat menghiburmu agar tak terpuruk,”
“Bukan kencan?” tanyanya lagi.
“Bukan, hanya makan,” jawab Kyuhyun kalem. Hyunsae mengangguk sambil tersenyum.
~o0o~
“Darimana kau tau tempat ini?” tanya Hyunsae ketika mereka sampai di sebuah restaurant yang menghadap langsung ke pantai. Makanan sudah siap terhidang di depan mereka. Kyuhyun hanya tersenyum. Mereka mulai makan dengan tenang.
“Aku tak terlalu mengenal adikmu. Sebenarnya dia seperti apa?” tanya Kyuhyun memecah kesunyian.
Hyunsae dengan semangat menceritakan segala hal tentang Yura. Bahkan ia bercerita hampir sepanjang malam. Kyuhyun terlihat mendengar setiap perkataan Hyunsae tanpa merasa bosan sekalipun.
“Mian. Apa aku terlalu banyak bicara?”
“Ne, kau memang banyak bicara. Tapi, aku senang.” Ujar Kyuhyun tersenyum.
“Oh ya, bagaimana sosok ibumu?” kini giliran kyuhyun yang bercerita tentang ibunya. Mereka mulai saling berbagi. Kyuhyun mengajak hyubsae pulang karena restaurant akan segera tutup. Saat diperjalan pulang ia merasa ada yang aneh dengan Hyunsae.
“Neo Gwaenchana?” tanya Kyuhyun khawatir melihat wajah Hyunsae yang kembali pucat.
“Ne, nan gwaenchana. Hanya sedikit…” perkataan Huynsae terpotong ketika tiba-tiba ia pingsan. Kyuhyun menjadi panic dan segera melajukan mobilnya dan membawa gadis itu ke rumah sakit.

“Mian. Tadi aku pingsan.” Kata Hyunsae saat sudah tersadar di tempat tidur UGD.
“Pingsan kok minta maaf. Apa yang perlu di maafkan?” Hyunsae juga tak mengerti kenapa akhir-akhir ini kesehatannya menurun drastis. Dokter Yoon masuk ke UGD. Kyuhyun seakan mengerti, ia meninggalkan Hyunsae untuk diperiksa. Saat keluar UGD Kyuhyun langsung ke ruangan Prof. Kim untuk menanyakan hasil leb milik Hyunsae.
~o0o~
Kyuhyun’s POV
“Tes ANA menunjukan bahwa ia positif terkena lupus.” Aku hanya diam setelah mendengar perkataan Prof. Kim. “Aku saja masih bingung bagaimana menyampaikannya. Dokter Cho, aku tau Dokter Lee adalah seseorang yang berarti dalam hidupmu begitu juga sebaliknya. Jadi, kumohon kau bisa menyampaikannya dan memberinya motivasi.”
“Tapi Prof, dia baru saja bisa kembali jadi Hyunsae yang sebenarnya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana persaannya saat mengetahui penyakit yang ia benci sekarang bersarang ditubuhnya.” Aku menghela nafas,” Lagipula belum tentu dia mau menerimaku”
“Jika kau tak bisa menjadi kekasihnya, maka kau bisa jadi teman untuknya,” ujar Prof. Kim menepuk pundakku.
Setelah berpamitan, aku keluar dari ruangannya membawa hasil tes ANA milik Hyunsae. Aku berjalan menuju kamar rawat milik Hyunsae dengan berat hati. Diotakku hanya ada kemungkinan-kemungkinan reaksi Hyunsae saat menerima kabar ini.
Kini, aku sudah ada di depan pintu kamarnya. Perlahan kubuka pintu itu dan mendapati Hyunsae tengah tersenyum ke arahku.
“Anyeong,” sapaku.
“Anyeong. Bagaimana hasil tesku?” Deg! Apa aku harus memberi taunya sekarang? Ya Tuhan, kuatkan dia untuk menerima hasil tesnya. Dengan berat hati aku mengulurkan amplop hasil tes lengkap milik Hyunsae.
“Igeo,”
Dia membukanya dengan antusias dan membacanya. Namun, senyuman yang tadinya tersungging dibibirnya perlahan luntur digantikan denan wajah berekspresi datar. Sama seperti saat aku pertama kali kenal dengannya.
“Ternyata tuhan mendengar permintaanku. Hanya saja terlambat mengabulkannya.” Ia berujar sambil tersenyum miris.
“Hyunsae-ah, lupus bukanlah akhir dari segalanya. Masih ada aku yang akan membantumu melewati ini.”
“Sudahlah aku lelah. Aku mau tidur kau bisa tinggalkan aku Kyuhyun-ssi,” ia merebahkan diri membelakangiku setelah berkata seperti itu. Dia berubah menjadi dingin kembali.
Aku hanya memandangi punggungnya dan berjalan perlahan keluar dari kamarnya. “Jaljayo” ucapaku sebelum menutup pintu kamarnya.
~o0o~
Kini aku sedang terduduk di taman dekat rumahku. Suasana disini sepi karna jam sebelas malam adalah waktu yang tak tepat untuk menghabiskan waktu luang di taman. Tapi bagi aku dengan perasaanku yang kacau melihat Hyunsae bersikap dingin lagi padaku tempat ini cukup cocok untuk menenangkan pikiran. Tameng yang berhasil kuhancurkan kini telah ia bangun lagi. Bahkan terasa lebih kokoh hingga aku sulit menghancurkannya kembali.
ARGH!!!
Aku berteriak sekencangnya berusaha mengurangi rasa sakit di dadaku karna perlakuannya padaku. Sudah 2 bulan sejak ia didiagnosa mengidap lupus. Dan selama itu juga ia berusaha menghindariku. Dari berpura-pura tidur saat aku menjenguknya hingga menyuruh Dokter lain untuk menanganinya. Jika kami tak sengaja bertemu ia akan memalingkan wajahnya dan menganggapku tidak ada. Kondisinya semakin menurun karna ia sendiri tak memiliki semangat untuk sembuh. Aku teringat saat eomma mengatakan cinta itu rumit saat aku menanyakan kenapa eomma mau menikah dengan Appa yang saat itu tak mencintainya sedikitpun.
FLASHBACK ON
“Eomma..” panggilku pada seorang yeoja berkursi roda yang telah berjuang mempertaruhkan nyawanya demi memberiku kesempatan untuk melihat dunia.
“Kyu, kau kah itu?”
“Ne, eomma. Kenapa eomma duduk diluar saat cuaca dingin seperti ini?”
“Tidak ada. Eomma hanya teringat Appamu. Dia sangat dingin tapi juga lembut seperti salju.” Ujar eomma menerawang.
“Eomma, mengapa eomma bisa menikah dengan Appa?” tanyaku yang kini sudah mengambil tempat di sebelahnya. Ia mengalihkan pandangannya padaku sekarang. Menatapku penuh kasih sayang.
“Kau tak akan mengerti jika belum merasakannya. Tunggulah saat kau sudah menemukan yeoja yang pantas mendampingimu kelak,”
Mendengarnya aku hanya mendengus. “Jangan bilang eomma mau menjodohkan aku sama seperti eomma dan appa yang di jodohkan Halmeoni,”eomma tertawa renyah.
“Aigo.. mana mungkin eomma tega melakukannya. Eomma memberimu kebebasan menentukan pasangan hidupmu. Mungkin saat itu eomma beruntung karna bisa mencintai dan dicintai appamu. Tapi, mungkin akan sulit jika itu kau,”
“Wae?”
“Kaukan selalu dingin dengan wanita. Eomma jadi meragukan jika kau mengenal yang namanya yeoja,” kata eomma dengan wajah menyelidik.
“Aissh..eomma banyak sekali yeoja yang mengelilingku tapi, memang tak ada yang bisa membuatku jatuh cinta,” kataku membela diri.
“Itu karna kau tidak peka.” Ia terdiam sejenak, “cinta itu lebih rumit dari yang kau kira Kyu. Jika nanti kau sudah menetapkan hatimu untuk seseorang kejarlah dia. Jangan sampai kau menyesal jika kau melepaskannya.”
FLASHBACK OFF
Yah, eomma benar! Seharusnya aku berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan Hyunsae. Seharusnya sekarang aku di rumah sakit menemaninya. Tanpa pikir panjang aku langsung menuju rumah sakit lagi untuk bertemu dengan Hyunsae, menyatakan perasaanku padanya dan membuat ia berada disisiku selamanya.
Saat sampai di rumah sakit aku mendapat tatapan heran dari Suster Kim dan Suster Hwang yang kebetulan sedang berjaga.
“Dokter Cho, kenapa kembali lagi? Apa ada yang ketinggalan?” tanya Yoon eun.
“Ani. Emm, sus boleh saya minta bantuan?”
“Tentu” jawab kedua suster itu kompak.
Kyuhyun’s POV end
Hyunsae’s POV
Huft.. beginilah aku sekarang. Tubuhku bengkak karna lupus menyerah ginjalku. Kasus yang sama dengan keponakan Dokter Yoon yang kini aktif mengunjungiku untuk sekedar memberi motivasi karna permintaan Dokter Yoon. Aku cukup berterimakasih padanya karna membuatku sadar jika aku harus berjuang untuk hidup.
Tok! Tok! Kudengar seseorang mengetuk pintu kamarku. Tak berapa lama kemudian muncul dua kepala yeoja yang sudah sangat kukenal. Aku memandang malas kea rah mereka yang kini berjalan mendekat ke arahku.
“Apa? Kalian tenang saja aku sudah meminum obatnya,”
“Bukan itu yang mau kami sampaikan. Tapi…” bukannya melanjutkan kalimatnya Hyunri malah melirik ke arah Yoon eun.
“Tapi apa?” tanyaku mendesak mereka. Aku bukan orang yang suka jika dibuat penasaran.
“Dokter Lee, kuharap setelah mendengar ini kau harus tenang, oke?”
“Oke. Sekarang apa yang mau kalian katakan?”
“Emm.. Dokter Cho, dia kecelakaan saat hendak pulang dinas. Sekarang dia ada di kamar rawat. Kondisinya parah. Dia koma,”
Deg! Jantungku kembali berpacu. Rasanya sama ketika aku harus kehilangan Yura.
“Dia juga terus memanggil nama Dokter sebelum akhirnya kami berikan bius untuk menenangkannya,”
“Antarkan aku ke kamarnya,” kataku cepat yang di balas anggukan dari dua suster dihadapanku.
~o0o~
“Kyu..” lirihku saat aku sudah berada disamping tempat tidurnya. Aku melirik sekilas Yoon eun dan Hyunri. Mereka terlihat mengangguk dan pergi meninggalkan kami-Aku dan Kyuhyun.
Setelah mereka pergi aku hanya diam memandangi wajahnya yang penuh luka dan di balut perban. Selang infus dan masker oksigen terpasang di tubuhnya. Entah kenapa hatiku sakit saat melihatnya dalam keadaan seperti ini. Air mataku keluar dengan sendirinya. Perlahan ku angkat tanganku menggenggam tanngannya.
“Cho Kyuhyun. Kenapa kau seperti ini eoh? Apa ini karna aku? Kumohon maafkan aku. Mian, karna aku baru menyadarinya sekarang. Saranghae.” Ucapku bergetar karna aku menangis. Ku tundukan kepala menangis lebih keras.
“Nado,” aku sontak mendongak setelah mendengar suara bass yang amat ku kenal. Aku semakin terkejut melihatnya bangkit dan melepas perban, infus, dan masker oksigennya seolah tak terjadi apa-apa.
“Apa kau memang harus melihatku terluka dulu baru mau mengakui perasaanmu eoh?” aku tersadar dari lamunanku dan segera memberinya tatapan tajamku.
“Yak! Jadi kau hanya pura-pura! Aku sangat menyesal telah datang kesini,” ujarku hendak menggerakan kursi rodaku untuk pergi sebelum tangan kekarnya menahanku.
“Yak! Mana bisa kau pergi begitu saja setelah dengan lancangnya kau masuk ke dalam hati seorang Cho Kyuhyun,”
Aku tertegun mendengar ucapannya. Ia kini sudah berada di hadapanku dengan berlutut.
“Dokter Lee, aku memang bukan namja yang sempurna tapi, aku memiliki cinta yang sempurna untukmu,” ia menghela nafas sejenak, “Aku bukan orang yang suka mengumbar janji. Jadi aku to the point saja. Maukah kau menerima Cho Kyuhyun sebagai pendamping hidupmu?”
Mataku mulai berkaca-kaca saat ia mengatakan perasaannya padaku. Tapi, bagai di hantam palu aku tersadar dengan kondisiku yang sekarang itu membuatku ragu untuk menerimanya.
“Walau aku tak cantik dan berubah jadi gendutpun kau akan tetap disisiku?”
“Keureom.” Katanya sambil mengangguk mantap. “Jadi, apa kau menerimaku?”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaannya. Dia terlihat sangat senang hingga memelukku terlalu erat.
“Kyu, aku tak bisa bernafas,”
“Eh? Eoh mian. Aku terlalu senang,” ujarnya melepaskan pelukannya.
Aku hanya tersenyum melihatnya salah tingkah. Tapi, perlahan dia mendekatkan wajahnya hingga aku bisa merasakan nafasnya menerpa wajahku. Entah dorongan dari mana aku menutup mataku.
CHU~
Sesaat kemudian kurasakan sesuatu yang lembut, kenyal dan manis menyentuh permukaan bibirku. Kyuhyun dia menciumku. Untuk beberapa saat bibirnya hanya menempel di bibirku hingga ia melumatnya dengan lembut. Aku yang mulai terbuai dengan sentuhannyapun mulai membalas setiap lumatnya. Kami berciuman cukup lama hingga Kyuhyun melepaskan tautan kami.
“Saranghae,” ujarnya setelah ia bisa menormalkan nafasnya.
“Nado,” ucapku.
BRAKK!!
Tiba-tiba ada suara dari arah pintu. Kami berdua langsung menoleh dan terkejut mendapati dua makhluk tak di undang tengah mengaduh setelah terjatuh lebih dulu di dekat pintu.
“Yak! Bisakah kau turun dari tubuhku. Kau itu berat sekali,” kata Yoon eun berusaha menyingkirkan tubuh Hyunri yang ada di atasnya.
“Hehehe mian. Salahmu sendiri kenapa mendorong pintunya?”
“Kau yang mendorongku hingga terjatuh!”
“Benarkah?”
Aku dan Kyuhyun hanya melongo melihat pertengkaran mereka.
“Mian Dokter jika kami sudah mengganggu momen kalian. Anggap saja kami tak tau apa-apa tentang malam ini. Kami permisi dulu.” Jelas Yoon eun panjang lebar dan mengajak Hyunri pergi begitu saja. Samar-samar aku mendengar percakapan mereka.
“Asyik! Kita dapat bahan baru untuk besok,” ujar Hyunri.
“Ne. Tak sia-sia kiat kerja lembur,”
“Yak!” teriakku saat tersadar dari lamunanku.
“Aissh. Mereka pasti akan menyebarkannya besok,” gerutuku.
“Aissh. Kau berisik sekali Nyonya Cho! Aku mau tidur,” aku langsung menoleh ke arah Kyuhyun yang sudah berbaring lagi di tempat tidur.
“Yak! Bagaimana kalau mereka melihat kita berciuman dan menyebarkannya huh? Dan siapa yang kau panggil Nyonya Cho? Margaku masih Lee,”
“Aissh.. ternyata kau cerewet juga ya? Jika mereka mau menyebarkan berita jika kita akan menikah itukan menguntungkan kita. Jadi, kita tak perlu repot-repot membuat undangan dan menyebarkannya. Seharusnya kau bersyukur ada orang yang mau menolong kita menyebarkan berita bahagia ini. Dan soal Nyonya Cho, aku hanya membantumu membiasakan diri dengan panggilan itu jika nanti kau sudah menikah denganku,” jelasnya panjang lebar.
“Kau menyebalkan,” dia tak menyahut perkataanku dan memejamkan mata.
~o0o~
A years later…
Seoul, 3 February 2013
Aku memandang gundukan tanah yang menyimpan jasad orang paling ku sayangi.
“Yura bogoshipo,” ku elus batu nisan dengan nama Lee Yura. Air mata meluncur di kedua pipiku.
“Yura-ya, kau lihat? Eonimu itu sangat cengeng,” ujar seseorang yang kini berdiri di sampingku. Aku melihatnya sejenak kemudian mendengus.
“Jika disini kau hanya mau mengadu dengan adikku, lebih baik kau tunggu di mobil,” ujarku ketus.
“aku tak mengadu aku hanya memberikan sebuah fakta,” satu hal yang sekarang kutau dari Kyuhyun, dia kekanakan.
“terserah,” ujarku beranjak dari makam menuju mobil Kyuhyun yang terparkir di luar.
“Yak! Kenapa kau meninggalkanu?”
Tak ku dengarkan teriakannya dan terus berjalan menuju mobil. Yah, sekarang aku bukan Hyunsae yang dulu. Margaku bahkan sudah berganti. Berkat namja yang bernama Cho Kyuhyun aku mengenal yang namanya cinta. Dan karna Prof. Han yang selalu memberiku nasihat membuat aku bisa bertahan dengan lupus hingga sekarang. Setidaknya aku punya alasan untuk tetap hidup. Benar kata Prof.
“Siapa bilang kita tak bisa hidup berdampingan dengan lupus?”
FIN~


Mian kalau FFnya jelek. Maklum saya masih pemula di dunia tulis menulis. FF ini saya buat atas permintaan temen saya yang ngefans sama Cho Kyuhyun, Lisa Dwi Hanifah. Hope You Like!
Kritik dan Saran sangat diperlukan jadi mohon tinggalkan jejak kalian, oke!

Lupus, I Hate You!Part 1

Lupus, I Hate You!Part 1


Title: “Lupus, I Hate You! Part 1”
Author: Meira/Kim Yoon Eun
Cast: Cho Kyuhyun, Lee Hyunsae, Lee Yura
Genre: Sad, Romance, Hurt
Length: Threeshot
FF ini saya buat karena terinspirasi dari salah satu novel karya Demian Dematra. Tapi, tentu dengan beberapa perubahan yang saya buat karena saya bukan PLAGIAT! Tapi, mungkin ini akan terlihat seperti ringkasan cerita dari novel tersebut. Oke karna saya tak pandai bercuap-cuap. Jadi, Happy Reading!
WARNING! Typo berkeliaran!


Seoul, 1 January 2012
Hyunsae’s POV
Jika kau bertanya apa yang istimewa dari hidupku? Jawabannya adalah tidak ada. Aku hanyalah seorang anak yatim piatu yang beruntung bisa lulus sekolah kedokteran dengan beasiswa penuh. Aku tak pernah pacaran dan tak pernah merasakan jatuh cinta. Karena bagiku cinta itu hanya dapat menghancurkanku dan aku tak mau itu terjadi. Aku sudah cukup merasakan bagaimana cinta bisa menghancurkan Appaku. Beliau terlalu mencintai ibuku hingga saat ajal menjemput ibuku, Appa yang baru saja kembali dari Tokyo menjadi terpuruk dan mulai sakit-sakitan hingga akhirnya mengikuti ibuku pergi meninggalkan aku dan Yura, adikku yang buta, tuli dan bisu.
Aku hanya menjalani hidup biasa saja. Aku bangun pagi, menghitung sampai 10 apa aku perlu mandi atau tidak. Yah, kalian tau apa alasannya-kesiangan. Dan, sekarang tanggal 1 January 2012, aku sudah menghabiskan 23 tahun kurang 15 hari dari hidupku. Sekarang seperti biasa, aku hanya termenung mengingat masa-masa kecilku yang suram karena tak ada satupun sanak keluarga yang mau merawat kami setelah orang tua kami meninggal. Inilah yang sering membuatku terlambat bangun-insomnia.
Huft… sebaiknya aku tidur. Besok aku harus berangkat pagi karena hari pertama di tahun baru UGD agak sepi oleh dokter jaga. Hanya aka nada 2-3 dokter disana termasuk kepala ruangan. Aku pergi ke kamar tempat aku dan Yura tidur. Kami tidur bersama karena memang tak ada ruang lagi untuk tidur.
Seoul, 1 January 2012
Author’s POV
In Hyunsae’s dream
“Ckck!Kasian sekali! Lucu-lucu buta!” seorang yeoja paruh baya menaruh recehan ke tangan Hyunsae kecil. Dua logam koin itu jatuh ke dalam tangkupannya. Sebenarnya hatinya sakit mendengar cacian orang-orang terhadap adiknya. Yura hanya berdiri disamping Hyunsae, mengikuti kemanapun Hyunsae melangkah. Matanya melihat keatas denan tatapan kosong. Ia tidak tau apapun yang terjadi, hanya memukul-mukulkan tangannya pada sebuah kerincingan bekas yang Hyunsae temukan di tong sampah kemarin.
~o0o~
Hyunsae merasa lengannnya ditarik dengan lembut oleh seseorang. Sontak ia membuka mata karena terkejut dan menoleh kesamping mendesah lega. Lagi- lagi ia bermimpi tentang masa kecilnya dan yang menarik lengannya tadi adalah Yura. Ia sudah menjadi alarm hidup bagi Hyunsae.
Hyunsae melirik kearah jam yang tergantung pada dinding kamar mereka. Pukul 05.30! apalagi yang bisa lebih parah daripada terlambat masuk kerja pada awal tahun baru. Dengan cepat ia menghitung kesepuluh jarinya, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi.
Mandi? Tidak ia tak cukup waktu! Kembali ia menghitung jemarinya, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak. Asyik! Setidaknya ia mempunyai alasan untuk menjadi jorok di hari pertama tahun baru.
Hyunsae hendak beranjak dari tempat tidur ketika sebuah tangan menahannya. Ia menoleh ke arah pemilik tangan tersebut dan tersenyum. Ia menyentuhkan jemarinya di bahu Yura dan membuat gaya orang berjalan. Sebuah bahasa isyarat yang hanya di mengerti olehnya dan Yura.
“Ia harus pergi. Sudah terlambat.”, begitulah kira-kira arti bahasa isyarat itu.
Yura tersenyum memahami kakaknya harus segera pergi mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Walau dari senyumannya menyiratkan ketidak relaan. Hyunsae kembali tersenyum dan menggerakan tangnannya ke atas lengan Yura, menandakan bahwa ia mau mengajaknya jalan- jalan nanti.
Setelah selesai dengan Yura ia segera beranjak pergi ke kamar manidi untuk gosok gigi dan kumur-kumur. Lalu memasak untuk Yura dan lupa menaburkan vitamin ke masakannya. Setelah itu, ia bergegas kembali ke kamar, mengganti piyamanya dengan celana panjang coklat dan kemeja warna merah pucat. Ia meraih tas ransel hitamnya di pojok, cepat-cepat mengalungkan di punggungnya. Setelah semua perlengkapannya siap, ia meraih sepeda tua hitam di samping rumahnya. Mulai mengayuh sepeda itu ke tempat ia mengabdi selama ini-Rumah Sakit.
10 menit kemudian ia memasuki halaman Seoul International Hospital, memakirkan sepedanya di tempat khusus, kemudian berlari menyusuri koridor rumah sakit yang masih sepi, melewati apotek yang masih tutup dan ruang tunggu yang kosong. Satu-satunya tempat yang melakukan aktivitasnya sepagi ini adalah UGD, tempat Hyunsae bekerja selama 2 tahun terakhir. Ia melihat koridor itu masih sepi. Tak seperti tahun lalu yang di penuhi orang – orang yang terlalu larut dalam berpesta dan kecelakaan. Hyunsae sendiri tak tau kenapa sebuah pesta harus berakhir dengan duka? Entahlah, ia sendiri cukup pusing memikirkannya.
Hyunsae melangkahkan kakinya memasuki ruang istirahat khusus dokter dan berjalan menuju lokernya, nomor 16. Ia melirik ke arah gantungan jas dokter. Ada 5 gantungan disana yang 4 masih terisi dan yang satu sudah kosong cukup lama. Desas desus mengatakan akan ada dokter transfer. Tapi, tentu saja ia tak akan ambil pusing memikirkannya.
Hyunsae segera mengambil salah satu jas yang tergantung disana dengan bordiran namanya, Dokter Lee Hyun Sae. Ia berjalan menuju UGD dan mendapati tiga orang suster yang sangat dikenalinya, Im Yoona suster senior yang masih betah menjomblo. Entah kenapa dia selalu gagal dalam hal percintaan. Ia sudah berkali-kali kencan tapi hasilnya tetap sama, gagal. Sedangkan dua orang lainnya yaitu Kim Yoon eun dan Hwang Hyunri kembang-kembang manis UGD yang tak pernah ketinggalan gossip-gossip terbaru di rumah sakit ini.
Hyunsae tersenyum simpul menyapa para suster itu.
“Anyeonghasaeyeo. Selamat tahun baru”
“Anyeong Dokter. Selamat tahun baru. Semoga ditahun ini Dokter bisa dapat pasangan.” Jawab yoona dengan tersenyum.
“Wah, apa tak terbalik?” ujar Yoon eun menyindir. Hyunsae hanya bisa tersenyum kecil menanggapi ucapan Yoon eun.
Hyunsae lalu menuju meja kerjanya yang terletak bersebelahan dengan meja kerja Dokter Yoon Hyewon-Kepala ruangan. Ia melirik jam pukul 06.05. masih sepi,pikir Hyunsae.
Tiba-tiba pintu UGD terbuka dan menampakan seorang wanita yang masuk ke dalam ruangan-Dokter Yoon. Wanita itu super cantik dan.. agak kejam, khususnya pada bawahannya. Baginya pasien adalah raja yang harus diperhatikan dengan sangat hati-hati. Ia membetulkan letak kacamatanya melirik semua armadanya yang menyapa hormat padanya.
Setelah mereka menyapa, Dokter Yoon duduk di belakang meja kerjanya memeriksa berkas-berkas berisi riwayat hidup pasien yang tersimpan rapi di mejanya. Hyunsae melakukan hal yang sama dengan Dokter Yoon. Sedangkan ketiga suster yang ada disana terlihat menyiapkan segala sesuatu yang mungkin akan dibutuhkan saat tiba-tiba pasien datang. Suasana menjadi hening.
Namun, beberapa menit kemudian terdengar pintu terbuka dengan tergesa-gesa yang menandakan ada pasien darurat. Ia dan para suster bergegas mengahampiri pasien. Seorang namja muda dengan kepala terluka dan darah mengalir di keningnya. Para suster segera memakai sarung tangan. Hyunsae berjalan kearah meja putih di pojok ruangan tempat meletakan berbagai macam alat steril setelah memakai sarung tangan yang sama dengan para suster. Dokter Yoon hanya mengamati apa yang dilakukan anak buahnya.
“Hyunsae?” kata namja yang tengah meringis kesakitan itu. “Kau Lee Hyunsae kan?” sekali lagi ia bertanya membuat sang pemlik nama mngernyit heran. Lalu Hyunsae tersadar namanya ada pada jasnya. Pasti namja itu membacanya.
“Kau tak mengingatku? Aku Lee Donghae. Aku pernah mengajakmu kencan,”kata namja itu lagi sambil menahan sakit saat ia hendak duduk. Ah! Pantas wajah laki-laki itu tampak familiar. Ternyata si Playboy cap kadal!batin Hyunsae. Pikirannya kembali ia fokuskan pada luka pasien. Professional harus tetap di jaga bukan?
“Berbaring dulu,” ujar Hyunsae dan dituruti oleh Donghae. Yoona segera mengukur tekanan darahnya sedangkan Hyunsae mengamati keadaan keseluruhan pasien dan Yoon eun membasuh lukanya dengan rivanol.
“Apa yang terjadi?” tanya Hyunsae pada Donghae dan berkata pada Hyunri, “siapkan set-hecting, benang silk 2-0. Spuit 3 cc, suntikan lidocaine 2 ampul. Ganti needle 26. Dan juga siapkan vaksin tetanusnya.” Hyunri hanya mengangguk dan bergegas menyiapkan semuanya.
“Bertengkar dengan Hyukjae” Donghae menjawab singkat pertanyaan dari Hyunsae.
“Karena yeoja?” sebenarnya ia bertanya hanya untuk menenangkan pasiennya yang terlihat gugup berhadapan dengannya. “Sebenarnya berapa banyak yeojamu?” tanya Hyunsae lagi mencoba mengajak Donghae bercanda.
Setelah mengatakan itu Hyunsae lebih memilih diam mendengarkan keluh kesah sang pasien. Ia memasang lampu samping bertangkai panjang untuk tambahan penerangan, menerima alat suntik yang di berikan Hyunri kemudian menerima laporan tekanan darah dan tanda vital Donghae.
“Hyukjae mengira aku selingkuh dengan yeojachingunya karena kami pergi bersama. Tapi, aku berani bersumpah kalau aku tak ada apa-apa dengan yeojanya.”
“Tahan sebentar aku akan menyuntikmu. Kau bisa menggigit kain kalau sakit,” ujar Hyunsae seraya menyedot lidocaine dengan alat suntik dan menyuntikannya di dekat luka. Donghae mengerang menahan sakit sambil refleks menggunakan bantal sebagai peredam suaranya. Hyunsae memastikan area yang akan di jahit sudah kebal dengan mencubitnya dengan pinset.
“Sakit?” tanya Hyunsae.
Donghae hanya memandangnya seperti menemukan belahan jiwanya yang hilang.
“Kenapa kau tak jadi yeojachinguku saja?” tanpa menghiraukan pertanyaan Hyunsae, ia malah balik bertanya. Hyunsae menaikan satu alisnya.
“Eh? Jadi seperti ini kau menyatakan perasaanmu pada seorang gadis? Ckck sama sekali tak romantis,”
Dongahe hanya menghela nafas panjang. Gadis didepannya ini memang berbeda. Dia sangat sulit untuk ditaklukan. “kau ini. Hidup itu hanya sekali. Apa kau mau terkurung disini seumur hidup, eoh?”
“Aku hanya menunggu Mr. Perfect,” jawab Hyunsae sekenanya. “Jaga lukamu. Tak boleh basah ataupun kotor. Kesini tiga hari lagi untuk control,” tambah Hyunsae dan beranjak meninggalkan Donghae.
“Kau mau kemana?” tanya Donghae setelah berhasil menangkap tangan Hyunsae. “Masih banyak pasien yang membutuhkanku,”
“Jebal, satu kali saja kau mau ken.. maksudku jalan denganku. Sebagai tanda terimakasihku padamu,”
“Kalau semua pasien yang aku tolong mengajakku pergi maka aku bisa saja cuti permanen. Semoga cepat sembuh.” Ujar Hyunsae berlalu meninggalkan Donghae.
~o0o~
Waktu berlalu dengan cepat. Sebagai rumah sakit yang terletak di tengah keramaian, mereka menerima berbagai macam kasus. Selalu ada saja yang terjadi. Sakit dan Penderitaan adalah tamu tak diundang yang selalu saja berkunjung. Hyunsae melihat jam yang melingkar manis dipergelangan tangannya. Jam 2 saatnya istirahat, batinnya. Ia begegas memberesi mejanya dan berjalan ke kantin untuk membeli makanan.
“Sebentar lagi akan ada Dokter UGD baru” samar-samar terdengar Yoon eun yang ada di belakangnya mulai bergosip.
“Em.. Aku penasaran seperti apa rupanya” sahut Hyunri
Dasar tukang gossip, pikir Hyunsae. Setelah mengambil makanannya, ia memilih duduk di meja yang berada di pojok. Jika ada waktu senggang seperti ini akan ia gunakan untuk memikirkan Yura. Sebenarnya ia ingin menelpon Yura dan berbincang-bincang dengannya seperti kebanyakan kaka beradik lainnya. Tapi, ia harus mengubur angan itu. Ia tak mungkin melakukan itu bersama adiknya. Ia sudah memberikan Yura handphone bekas untuk menghubunginya disaat darurat. Ia telah mengajari Yura cara membuat panggilan untuknya.
Hyunsae tersentak mendengar suara ponselnya bergetar. Layarnya menyala dan disana tertera nama Yura. Jantung Hyunsae berdetak lebih cepat dari biasanya. Ada apa lagi? Ini sudah yang kelima kali Yura menghubunginya. Terakhir Yura terpeleset di kamar mandi karena ia lupa mematikan kran di kamar mandi. Buru-buru Hyunsae mengangkat panggilan dari Yura. Terdengar suara erangan Yura yang sepertinya tengah menahan sakit.
Hyunsae bergegas bangkit dari duduknya melangkah cepat ke ruang istirahat dan menyampirkan jasnya di gantungan. Ia melirik sekilas jam tangannya. Masih 30 menit lagi sebelum jam istirahatya berakhir.
Ia keluar ruang istirahat masih dengan langkah yang cepat.
“Mau kemana Dok?” tanya Yoona yang tak sengaja berpapsan dengannya
“Saya ada urusan sebentar” setelah mengatakan itu ia berlari ke arah pintu depan. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Jantungnya berdegup kencang. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah Yura. Hyunsae sadar adiknya itu memang mempunyai badan yang lemah. Dan sekarang ia merasa kesehatan tubuh adiknya semakin menurun.
Setelah sampai di depan pintu ia segera memegang pegangan pintu dan cepat-cepat membukanya tanpa memperhatikan ada seorang namja yang hendak masuk. Kemeja namja itu rapi tanpa ada lipatan yang tak pada tempatnya. Hidungnya mancung, matanya berbentuk onyx yang membuatnya terlihat tajam namun teduh, kulitnya yang putih sangat kontras dengan rambut coklatnya yang lebat. Cho Kyuhyun, ia merasakan tumbukan di dadanya ketika Hyunsae tak sengaja menabraknya dan kehilangan keseimbangan. Otomatis Kyuhyun menahan punggung gadis itu agar tak jatuh.
Untuk beberapa saat keduanya hanya bertatapan. Kyuhyun merasakan desiran aneh di tubuhnya saat menatap wajah cantik Hyunsae yang polos tanpa make-up. Hanya butuh beberapa detik untuk Kyuhyun tau bahwa gadis itu sedang khawatir dari tatapan matanya. Hyunsae yang tersadar langsung membebaskan diri dari Kyuhyun. Gadis itu hanya bergumam, “Jeongsonghamnida” membungkuk dan kembali berlari pergi.
~o0o~
Hyunsae segera masuk ke dalam rumah dan meletakan sepedanyan disembarang tempat. Ia menjadi panik saat melihat Yura menangis sambil memegang kepalanya. Ia segera memeluk Yura untuk menenangkannya. Ya Tuhan, ada apa dengannya?batin Hyunsae.
“Aiii,” Yura mengerang sambil memegang kepalanya.
Sakit. Tapi, apa yang membuatnya sakit?pikir Hyunsae. Hyunsae membantu Yura untuk ke kamar dan mengambil obat penahan sakit di laci kemudian membantu Yura untuk meminumnya. Beberapa menit kemudian Yura terlihat tidur di pelukan Hyunsae. Hyunsae memandangi wajah polos Yura saat tertidur. Ia sangat mengkhawatirkan Yura. Mungkin besok ia harus memeriksakan Yura ke Prof. Kim-dokter spesialis penyakit dalam.
Hyunsae melihat jam dan terkejut karena 5 menit lagi waktu istirahatnya akan segera habis. Dengan berat hati ia meninggalkan Yura dan bergegas pergi ke rumah sakit lagi. Ia mengayuh sepedanya secepat yang ia bisa. Saat ia memakirkan sepeda ponselnya bergetar di saku celananya.
“Dok, cepat ke UGD,” sahut suara di seberang telfon tanpa memberi waktu untuk Hyunsae menjawab. Hyunsae segera berlari ke ruang istirahat, memakai jasnya dan berjalan dengan tergesa masuk ke UGD.
“Kecelakan beruntun,” jelas Hyunri saat melihat wajah kaget Hyunsae melihat banyak pasien hari ini.
“Dokter Lee! Kenapa meninggalkan tempat saat waktu tugas?!” bentak Dokter Yoon pelan.
“Mi-mian Dok.” Jawab Hyunsae gugup sambil memakai sarung tangan.
Ia segera ikut bergabung membantu korban kecelakan itu. Di tempat tidur tengah ada seorang pria tua yang mengalami luka di kepalanya. Dan di sebelah kanannya ada pasien yang sedang ditangani oleh seorang laki-laki. Eh? Dokter barukah?
Untuk beberapa detik Hyunsae mematung saat melihat wajah dokter baru tersebut. Bukankah itu pria yang tadi ditabraknya. Namja itu kini sedang melakukan bilas lambung, dapat terlihat dari selang NGT(Nasogastrict Tubes) yang ia masukan lewat hidung pasien dan ember penadahnya dibantu Yoona.
Hyunsae segera memfokuskan pikirannya dan berjalan menuju tempat tidur tengah. “Cidera kepala.” Dokter Yoon menjelaskan secara singkat keadaan pasien. Hyunsae baru akan melakukan tindakan ketika pria tua itu tiba-tiba meronta liar dan memegang lengannya erat. Ia tersentak. Ia tau pasti laki-laki itu membutuhkan pelampiasan dari rasa sakit di kepalanya. Tapi, pegangan pria itu membuat Hyunsae kesakitan.
Sebuah tangan lain segera menyentuh pria itu dan membantunya melepaskan pegangan pria itu terhadapnya. Hyunsae mendongak untuk mengetahui pemilik tangan itu yang ternyata milik dokter baru yang sempat ia tabrak tadi.
“Dokter Cho Kyuhyun dari Amerika.” Hyunsae mendengarkan Dokter Yoon yang mengenalkan dokter baru tersebut. Hyunsae menatapnya dan mengangguk pelan sambil meringis, “Lee Hyunsae”
Akhirnya tangan Hyunsae bisa bebas dari pria tadi.
“Dok, pasien lupus yang baru masuk serangan!” seorang suster dari kamar rawat menerobos masuk ke UGD . “Ia mengejang terus”
Dokter Yoon mempelajari situasi dengan cepat. Ia tau ia dapat mengandalkan Hyunsae untuk menangani pasien.
“Dokter Lee, kau urus pasien disini. Saya tangani pasien di ruang rawat.” Hyunsae mengangguk.
“Nadi 42, shock hypovolemic, tensi 70/50,”kata Yoon eun melaporkan keaadaan pasien.
“Pasang infus. Manitol 200cc untuk seperempat jam. Kasih Ranitidine,” Hyunsae memberi perintah.
~o0o~
“Kim Eunsoo, 17 tahun, rujukan Rumah Sakit Busan. DBD negative, Tifus negative. ANA(+), DNA(-), C3 kurang dari normal, C4 normal. Urine protein ++++ Protein kuantitatif 2000,” seorang perawat memberikan laporan riwayat kesehatan milik seorang gadis yang terduduk di kursi roda pada Dokter Yoon. Yah,mereka mendapat pasien transfer malam ini. Hyunsae sempat melihat kondisinya. Badannya bengkak karena protein keluar bersama urine sehingga protein dalam darah berkurang atau lebih di kenal dengan ‘bocor ginjal’.
“Dokter Lee, kamu jaga UGD. Saya akan mengatar pasien ke ruang rawat.”
“Tak biasanya Dokter Yoon menerima pasien transfer waktu libur?”bisik Hyunsae saat Dokter Yoon sudah meninggalakn mereka.
“Keponakan sang dokter,” sahut Yoon eun berbisik sambil berjalan masuk.
Hyunsae kembali duduk di tempatnya. Tanpa disengaja ia berpapasan dengan Kyuhyun yang akan pulang. Kyuhyun tersenyum tipis sedangkan Hyunsae hanya mengangguk pelan.
“Dok, dokter barunya tampan ya?” ujar Hyunri genit.
Hyunsae lebih memilih diam tak menanggapi perkataan Hyunri. Ia menekan tombol telfon beberapa kali dan menunggu.
“Yeobseo?” terdengar suara yeoja di ujung telfon.
“Yeobseo. Yeonhee-ah bisakah kau menengok Yura sebentar?”
“Oh, ne.” untuk bebrapa saat hanya hening. Kim Yeonhee adalah tetangganya yang sangat baik padanya. Ia selalu mau sekedar menengok atau bahkan menemani Yura saat Hyunsae tak ada di rumah seperti malam ini. Ia harus menginap di rumah sakit karena tak ada dokter jaga pada hari libur.
“Yura baik-baik saja sekarang. Apa kau masih lama di rumah sakit?” terdengar suara Yeonhee kembali.
“Ah, ne. aku harus menginap malam ini.”
“Oh, kalau begitu aku akan menjaga Yura samapi kau pulang.”
“Apa kau tak kuliah?”
“Tidak besok aku tak ada jadwal.”
“Baiklah, gomawo. Mian kalau merepotkan.”
“Sudahlah. Aku sudah menganggap kalian sebagai saudaraku sendiri. Jaljayo”
“Jaljayo”
Hyunsae mengakhiri percakapannya dengan Yeonhee tepat ketika seorang suster masuk ke UGD.
“Dok, pasien lupus minta ketemu”
“Saya?”
“Sebenarnya dia ingin bertemu dengan Dokter Yoon atau Prof. Han, tapi saya bilang sekarang yang jaga Dokter Lee.” Hyunsae mengangguk mengerti. Prof. Han Changryeol adalah dokter ahli neuro yang juga mengidap lupus. Ia hidup dengan lupus hampir 10 tahun lebih dan menjadi tauladan di rumah sakit ini.
“Nugu?” tanya Hyunsae ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju ICU.
“Kim Cheonsa. Pasien yang kemarin serangan. Dan lupusnya sudah menyerang otak.” Hyunsae berhenti sejenak dan memperhatikan wajah suster yang kelelahan itu. Mereka sama-sama tau kalau pasien itu dalam kondisi kritis.
“Kapan ia didiagnosa?”
“Seminggu setelah pernikahannya. Romantis sekali, suaminya mau menerima dia apa adanya,”
“Sakit atau sehat, aku rasa tidak masalah kalau cinta,” sebenarnya Hyunsae merutuk dirinya sendiri dalam hati. Dengan naïf ia berkata tentang cinta tapi, ia sendiri tak tau cinta itu apa.
“Sekarang dimana suaminya?”
“Entah,” jawab suster tersebut dan meninggalakn Hyunsae dengan Cheonsa untuk memberi mereka ruang.
“Dok?” ujar seorang gadis yang terlihat pucat dan kurus. Rambutnya hanya tinggal beberapa helai.
“Dokter masih muda”
“Cukup muda, tapi saya sudah di UGD 2 tahun,” jawab Hyunsae tersenyum.
“Maaf saya memanggil Dokter malam-malam. Saya tidak bisa tidur.”
“Sama. Saya juga seorang insomnia berat.” Untuk beberapa saat suasana menjadi hening hingga Hyunsae mencoba membuka percakapan.
“Jangan menyerah” bisik Hyunsae seraya menggenggam tangan Cheonsa.
Cheonsa hanya tersenyum lemah. “Dokter sudah menikah? Atau punya pacar?”
“Tidak keduanya.”
“Wae?”
“Belum ada yang nyangkut” jawab Hyunsae sedikit bercanda. Kini Cheonsa tertawa lemah.
“Ini Jongwoon, nae nampyeon.” Ujarnya sambil menunjukan selembar foto seorang namja bermata sipit. “Nanti kalau dokter ketemu dia, tolong bilang aku sangat mencintainya. Bisakan?”
“tapi, kenapa tak kau sampaikan saja sendiri?” Hyunsae merasa ada sesuatu yang terjadi pada gadis di hadapannya ini.
“Aku merasa tak punya cukup waktu.”
“Kau tak boleh berkata seperti itu” Cheonsa hanya memalingkan wajahnya ke arah lain menghindari tatapan Hyunsae. Hening. Hanya terdengar suara monitor detak jantung dan nafas mereka berdua hingga akhirnya Hyunsae memutuskan untuk pergi meninggalkan Cheonsa yang masih terdiam. Air mata mengalir dari kedua matanya.
Hyunsae keluar dan mendapati seorang namja yang sangat mirip dengan namja yang ada difoto yang ditunjukan Cheonsa padanya. Walau ragu ia tetap mendekat ke arah Namja yang sekarang terlihat kacau dan berantakan.
“Chogi, apa anda suaminya Cheonsa-ssi?”
“Apa dia banyak membicarakan tentangku?”Hyunsae hanya tersenyum
“Cheonsa tak bilang apa-apa.” Bohong Hyunsae. Jongwoon hanya menghela nafas
“Sudah seminggu ini aku tak menengoknya karena berada di Jepang. Bagaimana keadaannya?”
“Belum stabil.” Jawab Hyunsae singkat
“Cheonsa berubah” lirih Jongwoon yang masih bisa terdengar oleh Hyunsae
“Kau mencintainya?”
“Aku mencintai Cheonsa yang dulu.”
“Kalau begitu belajarlah mencintainya yang sekarang. Yang berubah hanya fisiknya, tapi cintanya untukmu masih terjaga. Keadaan yang memaksanya berubah.” Usai mengatakan itu Hyunsae segera berpamitan kembali keruangannya.
~o0o~
Keesokan harinya.
Seoul International Hospital, 2 January 2012
Kyuhyun sedang mempelajari kaasus pasien saat Hyunsae masuk ke ruang UGD dengan wajah lelahnya. Kyuhyun terus mengawasi Hyunsae dalam diam. Sebenarnya ia ingin bertegur sapa dan mengenalnya lebih jauh, tapi seperti ada tameng yang membatasi areanya dengan area Hyunsae. Apalagi gossip yang beredar mengatakan bahwa Hyunsae phobia terhadap cinta. Apa dia tak memiliki kesempatan? Yah, dari pertemuan pertama mereka Kyuhyun mulai merasa ada yang tak beres dengannya dan ia tau itu karena apa. Cinta.
Dokter Yoon masuk dengan tenang. Wajahnya terlihat agak kusut.
“Kamu visit pasien di ICU tadi malam?” tannyanya pada Hyunsae.
“Ya, dia butuh teman curhat. Kondisinya belum stabil.”
Terdengar dering telpon. Yoon eun mengangkatnya. Wajahnya menegang. “Pasien lupus di ICU serangan Dok!”
Hyunsae mematung. Dokter Yoon keluar menuju ruang ICU. Telpon bordering kembali. Kali ini Hyunsae yang mengangkatnya.
“UGD dengan Dokter Lee”
“Ada pasien dengan Ambulans, Dok!”
Hyunsae mengangguk mengerti dan menutup telpon. “Ambulans” Yoona yang baru saja masuk keluar lagi bersama Hyunsae dan Kyuhyun menunggu kedatangan pasien. Entah kenapa jantung Hyunsae berdetak kencang apa karena kurang tidur?
Pintu ambulans terbuka menampakan seorang yeoja yang tak sadarkan diri. Kyuhyun dengan sigap mengintruksi para petugas untuk memindahkan pasien ke tempat tidur yang disiapkan. Hyunsae mematung. Yeoja yang tak sadarkan diri itu adalah adiknya. Wajahnya merah dan kotor. Apa ia terjatuh? Tapi, bukankah ia seharusnya dijaga Yeonhee?
Kyuhyun yang melihat Hyunsae hanya melongo cepat-cepat memeriksa keadaan Yura dan Yoona yang memeriksa tanda vitalnya.
Kyuhyun terkejut saat melihat matanya. “Ia buta” katanya refleks menatap Hyunsae.
“Ya, ia juga tak bisa mendengar dan berbicara. Dia Lee Yura, adikku.”
Kyuhyun terdiam beberapa detik lalu berkata, “O2.” Ia lalu melihat kondisi Yura. “Apa dia punya riwayat penyakit?”
“Tahun kemarin ia beberapa kali pingsan dan akhir-akhir ini ia sering sakit kepala. Dia bukan pasien baru. Dulu ditangani Prof. Kim.” Kyuhyun hanya mangut-mangut mendengar penjelasan Hyunsae.
“Kalau begitu aku akan berkonsultasi dulu dengan Prof. Kim” Kyuhyun berjalan menuju mejanya dan menelpon Prof. Kim.
Hyunsae membelai pipi adiknya. “Aii..” Yura yang merasakan sentuhan sang kakak tersadar dan tersenyum lega. Setidaknya ia tak sendirian sekarang. Hyunsae meremas tangannya berusaha mengatakan bahwa mereka sekarang di rumah sakit dan Hyunsae akan menemaninya.
Kyuhyun yang sudah berkonsulatasi menghampiri Hyunsae. “Sebaiknya ia dirawat dulu disini untuk observasi. Aku juga akan melakukan tes hemoglobin.” Hyunsae hanya mengangguk dan tersenyum pada Kyuhyun untuk yang pertama kalinya. Kyuhyun bahkan sampai lupa caranya bernafas melihat senyum Hyunsae.
Dokter Yoon berjalan masuk ke UGD. Wajahnya yang tadi sudah kusut kini bertambah kusut.Ia mendekati Hyunsae setelah menerima laporan tes darah milik Yura dari Yoona. Ia memeriksa Yura secara menyeluruh.
“Hasil pemeriksaan HBnya 7. Rendah. Saya akan melakukan tes ANA.”
Tubuh Hyunsae menegang. Tes ANA? Antinuclear Antibodi. Tes untuk menguji ada tidaknya autoantibodi di dalam inti sel darah. Jika tesnya menunjukan positif, maka orang tersebut sudah dapat dipastikan menderita lupus.
“Untuk berjaga-jaga” ucap Dokter Yoon menenangkan Hyunsae.
~o0o~
Hyunsae diam mematung menikmati pemandangan kota Seoul dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Hatinya kacau dan atap rumah sakit adalah salah satu tempat yang cocok untuk pelariannya. Ia tersentak mendengar langkah kaki dan menoleh.
Kyuhyun yang hendak berjalan ke arahnya terkejut karena ia membalikan badannya tiba-tiba.
“Mau apa kau disini?” tanya Hyunsae dingin.
“Tempat ini bukan milikmu. Aku juga penat ingin istirahat.”jawab Kyuhyun tak kalah dingin. Namun itu hanya kalimatnya, tapi tatapannya pada Hyunsae sangat hangat. Hening. Kini keduanya hanya terdiam memandang kota Seoul. Hyunsae ingin menangis, tapi tak ada yang keluar dari matanya. Ia hanya termangu. Hening. Baik Hyunsae maupun Kyuhyun tak ada yang ingin memulai pembicaraan. Keduannya hanya diam menikmati angin yang membelai wajah mereka. Sebenarnya Hyunsae merasa kalau ia terlalu kasar pada Kyuhyun.
“Mian. Aku tadi sedang banyak pikiran.”
“Jika kau mau bercerita, aku akan selalu siap mendengarnya,” ucapa Kyuhyun tiba-tiba.
Hyunsae beralan mendekat sambil terus menatap Kyuhyun tajam.Kyuhyun hanya tersenyum kikuk sambil menunduk. Hyunsae tertawa kecil
“Jangan terlalu tegang.” Dengan tenang ia berjalan menuju tangga. Saat sampai di tangga pertama ia kembali merubah ekspresinya menjadi serius kembali.
Hyunsae memasuki kamar rawat Yura. Kamar VIP termasuk fasilitas yang diberikan padanya karena bekerja di rumah sakit. ia melihat Yura sedang tertidur. Keadaannya jauh lebih baik dari tadi. Disana juga ada Prof. Kim bersama seorang perawat yang tengah memeriksa kondisi Yura. Prof. Kim tersenyum saat melihat Hyunsae. “Keadaannya sudah membaik. Tapi, sebaiknya kau tunggu hasil tes ANA.”
“Menurut Prof. bagaimana hasilnya?”
“Lebih baik kita tunggu saja hasilnya.”
“Saya berutang janji jalan-jalan dengannya. Dia selalu mengigat janji saya dan bisa penasaran kalau tak saya tepati,” Prof. Kim menatap Hyunsae dan tersenyum. “Kita tunggu saja perkembangannya. Kalau sudah membaik kamu bisa ajak dia jalan-jalan.”
“Ghamsahamnida, Prof.” Ujar Hyunsae membungkuk.
“Tak perlu sungkan. Itu sudah menjadi tugasku.” Prof. Kim berlalu pergi.
Aku merasakan ponselku bergetar. Aku buru-buru mengecek dan ternyata yang menelpon adalah Yeonhee. Baguslah, aku memang butuh penjelasan atas apa yang terjadi dengan Yura.
“Yeobseo”
“Yeobseo. Hyunsae-ah. Mianhae, tadi aku ada keperluan dan meninggalkan Yura sendiri. Saat aku kembali ke rumahmu aku tak menemukan Yura dimanapun sampai Han Ahjuma bilang kalau Yura dibawa ke rumah sakit. Apa dia baik-baik saja?” Yeonhee langsung mengeluarkan rentetan kalimatnya kepada Hyunsae.
“Ne, Dia baik-baik saja. Kau tak usah merasa bersalah ini bukan salahmu,”
“Anniyo. Ini salahku karna meninggalkannya sendiri. Jeongmal mianhae. Aku tadi ingin membeli tiket untuk ke Amerika.”
“Wae?”
“Aku mendapat beasiswa kesana dan akan berangkat besok pagi.”
“Oh. Keunde, aku tak bisa mengantarmu eotteokhe?”
“Gwaenchana. Yura lebih penting. Aku juga tak akan hilang.” Kami tertawa bersama.
“Yasudah aku masih mau mengemasi barang-barangku. Sampaikan salamku pada Yura, ne?”
“Ne.” ujarku dan mematikan sambungan.

Jin An, 8 January 2012
Hyunsae’s POV
Huft… aku menarik nafas panjang dan mengeluarkannya. Sudah lama sekali kami tak berkunjung kesini. Aku duduk bersandar pada pohon ek yang cukup rindang sambil mengawasi Yura berlari kesana kemari taka tentu arah. Dia terlihat senang sekali. Ya, sekarang kami ada di Jin An. Yura sudah boleh keluar rumah sakit sejak dua hari yang lalu dan entah karena apa, tiba-tiba Dokter Yoon memberiku izin cuti untuk 3 hari kedepan. Tentu saja kesempatan ini tak akan kusia-siakan. Aku mengajak Yura ke Jin An untuk refreshing dan juga udara di Jin An baik untuk kesehatannya.
Hoaamm… kenapa aku jadi mengantuk? Kulirik Yura sekilas, ia masih bermain disana. Mungkin tidur sebentar tak akan apa-apa.
~o0o~
Deg! Aku bangun seketika karena sehelai daun yang jatuh tepat di mukaku. Tapi, aku merasa ada yang ganjil. Yura! Dimana dia? Aku menengok kepalaku kekanan dan mendapati Yura berjalan terlalu menjauh. Aku bangkit dan berjalan mendekat ke arahnya. Saat sudah agak dekat, aku merasa ada yang aneh dengan Yura. Dia berjalan sempoyongan sambil memegang kepalanya. Oh tidak! Jangan katakana kalau ia sedang serangan!

TBC…

Jumat, 12 April 2013

Under Maple Tree Part 2


Under Maple Tree Part 2

Title : “Under Maple Tree Part 2”
Author : Kim Jung Hye
Cast : Cho Kyuhyun, Lee Yongra, Lee Donghae, Im Jieun
Genre : Romance(?)
Yongra’s POV
Pagi ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Jadi, aku tak terlambat ke kampus. Entah kenapa hari ini aku merasa sangat bersemangat. Mungkin karna Kyuhyun Oppa? Yah, sudah 1 bulan aku berteman dengannya dan aku belum bisa mengingat apapun tetangnya. Tapi, tak apa asal aku selalu berada disisinya, masih ada banyak waktu untuk mengingat.
@Kyunghee University
“Ra-ya!” seseorang memanggilku dan tanpa menengok pun aku sudah hafal dengan pemilik suara itu, Kyuhyun Oppa.
“Wae?”
“Hari ini, kau pulang jam berapa?”
“Jam 4. Wae?”
“Em…. Kau mau menemaniku jalan-jalan?”
“Baiklah, aku juga bosan di rumah,”
“Okay, aku ada kelas. Anyyeong!” ujar Kyuhyun Oppa sambil melambaikan tangan dan pergi dengan sedikit tergesa-gesa.
Saat memasuki kelas aku menemukan Jieun tengah asyik membaca novelnya. Mungkin karna terlalu sibuk dia tak menyadari kedatanganku.
“Jadi, bagaimana?” tanya Jieun tiba-tiba yang membuatku bingung.
“Ne?”
“Kau dan Kyuhyun Oppa” ucapnya lagi tanpa mengalihkan pandangan dari novelnya
“Oh.. Aku dan Kyuhyun Oppa hanya teman”
“Kau yakin? Tak lebih dari teman?” tanyanya lagi yang kini sudah lepas dari novelnya dan memandang ke arahku penuh selidik.
“yakin” jawabku mantab. Walau sebenarnya masih ada harapan lebih di hatiku terhadab hubungan kami.
“Aku tak yakin..” perkataan Jieun terpotong saat Lee Seongsaengnim masuk ke kelas dan memulai pelajaran.
Huft.. Lee Seongsaengnim kau memang penolongku, ucapku dalam hati.
~o0o~
@Caffe
Sekarang aku masih menunggu namja itu, Kyuhyun Oppa. Kenapa dia lama sekali?
Drrt drrt..
Saat menunggunya tiba-tiba ponselku berbunyi. Eomma? Tmben menelpon, batinku.
“Yeobseo. Wae eomma?”
“Bukankah kau sudah pulang kuliah? Kenapa tak langsung pulang?”
“Aku ada janji eomma”
“Cepat pulang ada hal penting yang harus kami bicarakan denganmu.”
“Keunde..”
“Tak ada penolakan” Eomma langsung memutuskan sambungan secara sepihak setelah berkata seperti itu. Huft.. baiklah.
To: Kyuhyun Oppa

Mian Oppa. Sepertinya hari ini kita tak bisa jalan-jalan. Aku ada urusan mendadak


Setelah mengirimkan pesan itu aku langsung beranjak dari tempat dudukku, tak lupa meningalkan beberapa lembar  won di meja. Baru beberapa langkah ponsel begetar tanda ada pesan masuk.

From: Kyuhyun Oppa


Gwaenchana… hati-hati dijalan Ra-ya


Aku hanya tersenyum melihat jawabannya dan melanjutkan langkahku.
Yongra’s POV end
Kyuhyun’s POV
Drrt..drrt
Saat akan menemui Yongra ponselku tiba-tiba berbunyi. Aku merogoh saku jeansku dan mendapatkan orang yang menelfonku adalah Appa.
“Yeobseo”
“Yeobseo. Kyuhyun-ah kau dimana?”
“Di kampus. Wae?”
“Bisakah kau pulang sekarang juga?”
“tidak bisa. Aku sudah ada janji.”
“Batalkan janjimu. Sekarang juga kau harus pulang. Ada hal penting yang akan kami sampaikan?” tiba- tiba suara Eomma juga terdengar
“Keunde, temanku pasti sudah menungguku”
“Katakan padanya kau ada urusan mendadak yang penting dan tak ada penolakan atau kaset gamemu eomma bakar” setelah mengatakan itu eomma langsung menutup telfonnnya.
Aish, hal penting apa memangnya sampai mengancamku segala. Mian Yongra aku harus membatalkan janji kita. Saat akan mengiriminya pesan, ponselku sudah lebih dulu bergetar karna pesan darinya.
From: Nae Sarang

Mian Oppa. Sepertinya hari ini kita tak bisa jalan-jalan. Aku ada urusan mendadak.


Eh? Kebetulan sekali jadi aku tak usah repot-repot mencari alasan. Jari-jariku dengan lincah mengetik pesan untuk membalas pesan darinya.
To: Nae Sarang


Gwaenchana… hati-hati dijalan Ra-ya
Setelah mengetikan kalimat itu aku bergegas pulang. Sebenarnya aku juga penasaran apa yag akan Appa dan eomma sampaikan sampai menyuruhku membatalkan janji.

@Cho Family’s House
Author’s POV
Sebuah mobil ferarri hitam milik Kyuhyun memasuki pekarangan rumah mewah yang tak lain adalah rumahnya itu. Ia segera turun dan memasuki rumah setelah seorang pelayan membukakan pintu. Saat sampai di ruang keluarga Kyuhyun melihat Appa, Eomma dan Noonanya sudah berkumpul disana.
“Ah Kyuhyun-ah neo wasseo?”tanya Tuan Cho yang menyadari kehadiran anak laki-lakinya.
“Ne” jawab Kyuhyun lalu mengambil tempat duduk disebelah Noonanya, Cho Ahra.
“Baiklah karna semua sudah berkumpul aku akan langsung menyapaikan hal yang kuras asangat penting ini,” Tuan Cho berhenti sejenak menoleh ke arah Nyonya Cho yangmengangguk sambil tersenyum.
“Sebenarnya ini sudah kami rencanakan lama sekali. Bahkan jauh sebelum kalian lahir.”Tuan Cho memandang kedua anaknya yang sangat serius mendengarkannya.”Kyuhyun-ah, Appa akan menjodohkanmu dengan anak sahabat Appa,”
Raut wajah Kyuhyun yang semula serius kini berubah menjadi terkejut. Bagaimana bisa Appanya menjodohkannya saat ia telah menemukan gadis yang selama ini dicarinya.
“Appa! Appa sudah tau dengan jelas siapa yang aku cintai!! Kenapa sekarang Appa mau menjodohkanku?”
“Justru karna Appa tau maka dari itu appa mau membantumu,” jawab Tuan Cho tenang yang menimbulkan kerutan di kening Kyuhyun.
“Maksud appa?”
 
@Lee Family’s House
Gadis itu masih betah berdiam diri di kamarnya yang bernuansa biru. Tampak ia memandangi sebuah foto seorang namja tampan yang telah berhasil merebut hatinya. Entah apa yang ada diotaknya ketika dengan mudahnya ia menyetujui tawaran Appanya untuk dijodohkan dengan anak sahabat Appanya. Jangankan kenal, namnyapun ia tak tau. Ini semua ia lakukan untuk melupakan sosok namja yang ada di foto yang ia genggam. Air mata melucur begitu saja di kedua pipinya.
Sebenarnya ia tak sanggup melupakannya tapi ia harus mencobanya karna namja itupun sudah menetapkan hatinya untuk gadis yang katanya cinta pertama namja itu.
Tok tok tok
“Yongra, saatnya makan malam cepat turun semua sudah menunggummu,” Nyonya Lee memanggil putrinya untuk makan malam.
Mendengar suara eommanya Yongra buru-buru menhapus air matanya dan membuka pintu yang langsung mendapat senyuman lembut dari eommanya. Kedua perempuan beda masa itupun turun ke ruang makan yang sudah di tempati dua namja beda masa pula.
~o0o~
@Kyunghee university
Yongra’s POV
Hari ini aku tak ada jadwal jadi berjalan-jalan dikampus sendiri tak masalahkan? Entah kenapa kaki ini malah membawaku ke halaman belakang kampus tempatku pertama kali melihat namja itu-Kyuhyun.
Huft.. ternyata memang nyaman duduk di bawah pohon ini. Pantas kalau Kyuhyun Oppa samai tertidur disini. Aku memejamkan mata menikmati angina yang bertiup pelan disekitarku. Tiba-tiba aku merasakan ada yang duduk disebelahku. Saat membuka mata aku mendapati namja yang membuatku merasakan cinta dan patah hati dalam satu waktu itu. Ia hanya memandangku sambil tersenyum lembut. Buru-buru aku memalingkan pandanganku sebelum jatuh lebih dalam lagi karna pesonanya.
“Apa yang terjadi? Kau terlihat bahagia sekali,” kataku tanpa menatapnya.
Ia menghela nafas sebelum menjawab pertanyaanku.
“Apakah terlihat sekali aku bahagia?” dia malah balik bertanya yang kujawab dengan anggukan.
“Ya, rasanya penantisnku tak sia-sia selama ini,” ia mengalihkan pandangannya melihat lagit yang tampak cerah hari ini. “Ra-ya, aku akan segera menikah,”
Degg!
Jantugku serasa berhenti beretak dan tubuhku melemas seketika saat aku mendengar kalimat terakhir yang diucapkannya itu. Sungguh demi apapun aku ingin menangis tapi harus kutahan.aku ta mau terlihat menyedihkan di hadapannya.
“Jinjja? Em.. kalau begitu Chukkaeyeo Oppa,” kataku dengan susah payah.
“Kenapa suaramu terdengar bergetar seperti itu? Apa kau tak senang dengan kabar ini?”
“Anniyo. Nan haengbeokkae. Aku hanya terharu.”
“Oh..”
“Emm.. kalau boleh tau siapa mempelai wanitamu?”
“Tentu saja yeoja yang aku cintai”
Yeoja yang ia cintai? Apa teman masa kecilnya itu? Atau Kyuhyun Oppa sudah mempunyai penggantinya? Ah molla. Memikirkannya dapat membuat hatiku tambah sakit.
“Oh ya, ini undangannya. Kau harus datang, ne?” ujar Kyuhyun Oppa seraya menyerahkan sebuah amplop berwarna kuning padaku.
“Ne”
“Kau ada kelas hari ini?” tanya Kyuhyun Oppa beranjak dari tempat duduknya. Aku hanya menggeleng sebagai jawabannya.
“Kajja, kita jalan-jalan!”
Aku berpikir sejenak. Lalu mengangguk setuju. Lagipula mungkin ini adalah jalan-jalan terakhirku bersamnya.
~o0o~
Seharian ini kami bersenang-senang. Aku tak bisa membayangkan aku tak akan mersakan hal ini lagi saat aku sudah menikah nanti. Karna lelah kami beristirahat di bawah pohon maple yang dulu pernah kami kunjungi bersama saat jalan-jalan pertama kami.
“Kau lelah?” tanya Kyuhyun Oppa saat kita sudah duduk di antara akar pohon itu (tau kan maksudnya?)
“Ne”
“Kau tunggu disini, aku akan beli minumn dulu,” uajrnya seraya beranjak. Tapi, segera kutahan lengannya.
“Aku saja” ucapku beranjak dari dudukku.
Aku membeli dua kaleng minuman dingin untuk kami. Setelah membayarnya aku bergegas kembali ke tempat dimana Kyuhyun Oppa menunggu. Tapi, apa yang kudapat? Mataku melebar sempurna melihat Kyuhyun Oppa berciuman dengan seorang yeoja yang tak kuketahui siapa. Tanpa komando air mataku meluncur, membasahi kedua pipiku. Aku memegang kaleng minuman itu sangat kencang untuk menyalurkan rasa sesak yang tiba-tiba menyerangku.
Kurasa Kyuhyun Oppa menyadari kehadiranku setelah ia melepaskan ciuman itu. Aku segera berlari menjauh darinya, menyembunyikan wajahku yang mungkin terlihat sangat menyedihkan saat ini. Tak ku pedulikan suara Kyuhyun Oppa yang memanggilku terus. Aku tetap berlari sampai aku merasakan sesuatu yang besar menghantam tubuhku dengan kencang.
“YONGRA!” semapat kudengar suara Kyuhyun Oppa samar-samar.
Bau anyir menusuk indra penciumanku. Ada banyak bayangan yang selama ini terlihat blur saat aku mencoba mengingatnya tapi kini sangat jelas siapa saja tokoh dalam ingtanku. Semuanya berputar dengan cepat dikepalaku sampai akhirnya semua menjadi gelap.
~o0o~
Aku berada ditaman dimana dulu aku sering bermain ya, aku ingat tempat ini. Aku melihat dua anak kecil bermain di bawah pohon maple. Yang satu yeoja dan satunya lagi namja.
“Oppa saranghae. Jika sudah besar nanti aku ingin menikah denganmu.”
“Nado. Ra-ya”
Ra-ya? Mataku membulat sempurna. Panggilan itu terasa sangat familiar bagiku. Tiba-tiba aku merasa tertarik oleh sesuatu dan sekarang aku berada ditempat yang sama hanya berbeda waktu mungkin?
“Uljima, aku tidak pergi untuk selamanya. Aku hanya akan pergi sebentar ..” kata namja kecil itu pada seorang gadis kecil yang manis di depannya. Terlihat mata gadis itu mulai mengeluarkan buliran kristal lagi yang mengalir dengan lancar di kedua pipi chubinya. Perlahan gadis itu mendekat memeluk sang namja.
“Aku akan sangat hiks..merindukanmu kyu.. hiks..jangan biarkan aku menunggu lama. Hiks..Tepati janjimu, arra?” kata gadis terisak.
“Pasti Yong,” jawab kyuhyun mantap. “Nanti jika aku kembali aku pasti akan membawamu kesini lagi, dan dibawah pohon maple ini aku akan jujur padamu,”ujar Kyuhyun. Perlahan Kyuhyun melepaskan pelukannya dan berjalan pergi meninggalkan Yongra yang menangis.
Bagai dihantam batu. Kepalaku tiba-tiba terasa pusing. Semua begitu mngejutkanku.
~o0o~
Aku mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya yang baru saja masuk. Hal pertama yang kulihat adalah wajah khawatir Kyuhyun. Ya, sekarang aku sudah ingat semuanya. Air mataku keluar begitu saja. Aku teringat betapa bodohnya aku hingga tak mengenalinya dan sekarang ia akan segera menikah dengan perempuan lain itu semua karna aku.
“Gwaenchana?” tanyanya khawatir.
“Pergilah” jawabku setenang mungkin
“Ne?”
“Pergi dan jangan temui aku lagi,” dia masih terlihat bingung dan hanya memandangku tak percaya.
“Kubilang PERGI! Jangan muncul lagi dikehidupanku Kyu!” bukannya pergi ia malah menampakan wajah terkejut.
“Ra-ya, kau sudah ingat?” tanya-nya hati-hati
“Ya, dan sekarang kau boleh pergi”
“Wae? Kenapakau menguusirku eoh” ia mendekat dan menatapku tajam. Aku memalingkan wajahku.
“Ini salah. Kau akan segera menikah dan aku sudah dijodohkan” kataku bergetar.
“Lalu?”
“Tentu saja ini salah. Nanti aku akan semakin berat melepasmu”
“Kau belum membaca undangan yang kuberikan?” tanya Kyuhyun yang membuatku bingung. Ia segera menggeledah tasku dan mengambil amplop yang ia berikan padaku saat ia mengatakan akan menikah.
“Lihat ini” ujarnya menyodorkan kertas berwarna kuning itu. Tapi, kerut dikening betambah saat mendapati nama Tercantum sebagai mempelai wanitanya.
Aku menatap Kyuhyun tak percaya. Apa ini maksudnya..
“Ya, kaulah mempelai wanitaku. Yeoja yang teramat kucintai. Appamu dan Appaku menjodohkan kita. Tadinya aku menolak perjodohan ini. Tapi, saat tau kalu tang di jodohkan denagnku itu kau, aku jadi setuju” terang Kyuhyun panjang lebar seolah mengerti isi pikiranku.
“Lalu yeoja yang berciuman denganmu waktu itu?”
“Ah itu..”
FLASBACK ON
Kyuhyun’s POV
Huft.. lelah sekali hari ini. Tapi. Tak apa, melihatnya tersenyum seperti tadi cukup membuat kekuatanku kembali pulih.
Saat sedang menunggu Yongra yang membeli minuman, aku mendengar seseorang memanggilku.
“Oppa”
Aku menoleh dan mendapati Hyurin berdiri tak jauh dariku. Dia adalah teman sekelasku dan dari yang pernah kudengar dia menyukaiku tapi, sampai saat ini dia belum pernah mengatakannya.
“Kudengar kau akan menikah. Chukkaeyeo” ia mengulurkan tangan padaku yang langsung kusambut.
Agak lama kami terdiam hingga ia mulai bebicara.
“Emm.. Oppa kau pasti tau bagaimana perasaanku padamu. Bolehkah aku meminta sesuatu?” tanyanya hati-hati
“Apa?”
“Cium aku. Sebagai kado perpisahan”
Mataku melebar saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya dengan lancar. Apa telingaku tak salah dengar?
“Tapi..”
Sebelum aku melanjutkan perkataanku ia sudah lebih dulu menempelkan bibirnya di bibirku. Aku membulatkan mata melihat matanya terpejam menikmati ciumannya berbeda denganku. Tanpa sengaja mataku menangkap siluet yeoja yang ku cintai, Yongra.
Sontak aku melepaskan ciuman kami dan berlari mengejar Yongra yang sudah berlalri terlebih dahulu. Entah karna terlalu kesal atau apa ia sampai tak sadar telah berada di jalan raya dan menyebrang tanpa memperhatikan jalan.
Mataku melotot melihat sebuah bus dengan kencangnya menhantam tubuh mungil Yongra.
“YONGRA!”
Aku segera berlari ke arahnya yang sudah bersimbah darah. Hatiku sakit saat melihatnya seperti ini.
“Yongra bertahanlah” ucapku padanya yang entah bisa mendengarku atau tidak.
“Siapa saja tolog telfon ambulance!” aku berteriak ke arah orang-orang yang mengerumuni kami.
Tak lama kemudian Amualnce datang dan segera membawa tubuh tak berdaya milik Yongra.
FLASHBACK END
“Jadi, begitu. Mianhae telah beburuk sangka padamu Kyu”
“Ya, bisakan kau memanggilku dengan sebutan Oppa seperti sebelumnya?”
“Tidak. Rasanya aneh jika aku memanggilmu seperti itu”
“Tapi, beberapa bulan lalu, kau tampak nyaman memanggilku begitu”
“Itu karna aku belum ingat”
Aku hanya mendengus. Tapi tak apa. Karna berarti yeoja kecilku telah kembali. Aku berlutut dihadapannya yang mebuatnya salah tingkah.
“Lee Yongra, maukah kau menerimaku, Cho Kyuhyun sebagai calon suamimu?” tanyaku to the point
“Aissh tak bisakah kau bersikap lebih romantic?”
“Untuk apa menjadi romantis, jika menjadi biasa saja kau jatuh cinta padaku” kulihat ia tersenyum malu. Ckck sangat menggemaskan.
“Jadi?”
“Aku bersedia Oppa”
Langsung ku rengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku menyalurkan kebahagan yang aku rasakan. Aku melepaskan pelukan kami memandang lekat setiap detail wajahnya. Perlahan kudekatkan wajahku padanya. Ia terlihat sedikit terkejut tapi, segera mengerti maksudku. Dia memejamkan matanya. Pelan tapi pasti bibirku kini menempel dengan sempurna di bibir mungilnya. Hanya menempel untuk beberapa saat sampai aku menggerakan bibirku dengan lembut dibibirnya. Ia membalas ciumanku. Cukup lama kami berciuman sampai kami benar-benar kehabisan nafas kami pun melepaskan tautan bbr kami.
Nafas kami memburu. Kulihat wajahnya semerah tomat. Haha aku jadi ingin menciumnya lagi tapi..
“Ehem..” sontak aku dan Yongra menoleh ke arah suara dan mendapati Donghae Hyung, Jieun, dan si monyet yadong yang sekarang asyik dengan ponselanya. Kurasa aku tau apa yang dilakukannya..
“Yak sejak kapan kalian ada di situ?” tanya Yongra
“Em.. lama.. cukup lama untuk melihat adegan kalian. Bahkan aku punya dokumentasinya. Kau mau lihat?” tanya Hyukjae menyodorkan ponselnya.
“Mwo?” kata aku dan Yongra bersamaan
“Aigo.. adikku sudah dewasa sekarang. Ckckck sekarang dia akan bear-benar melangkahiku” ujar Donghae Hyung melas
“Makanya Hyung cepetan cari pacar”
“Atau jangan-jangan kau tak laku?” tanyaku yang langsung di hadiahi jitakan di kepala
“Aissh Appo! Kau tak tau kepalaku ini sangat berharga”
“Rasakan! Enaka saja bilang aku tak laku. Jika kau tau banyak yeoja cantik yang mengantri untuk jadi pacarku” ujar Donghae Hyung menyombongkan diri.
Kami terus bertengkar. Ini memang kebiasaan kami beradu argument sejak kecil. Tak kusangka kebiasaan ini akan terbawa sampai aku dewasa. Hhehehe


~THE END~

Mian kalau ending tak sesuai keinginan dan alur membingungkan
Makasih yang udah mau baca ato tak sengaja buka.
Mohon tinggalkan jejak kalian
Kritik dan saran sangat diperlukan