Malam
kali ini tak sesunyi biasanya. Hembusan angin malam menerpa dedaunan yang
berserakan menutupi jalan. Daun yang musim lalu berwarna hijau kini telah
menguning dan lolos dari tangkainya. Dedaunan itu tertepi oleh beberapa mobil
yang lalu lalang di jalan. Sesekali beberapa pasang kaki menginjak tanpa
sengaja daun-daun itu, hingga menimbulkan suara gemeresak dan akhirnya daun itu
hancur menjadi kepingan yang kecil-kecil. Musim gugur telah tiba dan dingin
mulai menjadi keseharian. Mereka mulai bermantel atau bersweater berbahan wol
agar tak tertusuk oleh dinginnya musim ini.
Suara
jam dinding yang tergantung di dinding yang bercat putih itu terus berdetak
seiring waktu. Suaranya bahkan menjadi begitu jelas karena dua orang manusia
ini saling terdiam. Mereka yang duduk berhadapan di depan meja segiempat
berukuran kecil sebagai penghalang. Begitu lama mereka terdiam. Entah apa yang
ada di pikiran mereka masing-masing hingga dinginnya malam tak menggerakkan
satupun dari mereka untuk setidaknya membuka percakapan agar suasana meghangat.
Lampu yang tergantung di atas mereka menerangi keadaan yang sangat berbeda dari
sebelumnya.
Meja
makan berbentuk segi empat dengan ukuran yang kecil itu tertutup oleh kain
hasil sulaman yang meskipun sederhana tetap terlihat indah. Empat kursi yang
berada di sekeliling meja memiliki warna yang senada dengan meja tersebut.
Warna yang terlihat indah jika dipadukan dengan dinding di ruang itu. Di
sekitar meja terdapat beberapa peralatan masak sederhana yang Hye Joo sering
gunakan sehari-hari. Di dinding bagian atas terdapat beberapa lemari kecil yang
tertutup rapat. Sebuah kulkas berwarna putih terletak di sudut ruang ini
melengkapi ruang kecil yang dijadikan ruang makan ini. Kini mereka berdua duduk
berhadapan dan menyisakan dua kursi kosong yang lain
Kyu Hyun
memegang sebuah cangkir berisi kopi yang sudah mulai mendingin dengan kedua
tangannya. Kopi yang beberapa waktu lalu disodorkan Hye Joo meski Kyu Hyun tak
memintanya. Ia mengusap-usap bibir cangkir dengan jempol tangannya. Sejak tadi
ia hanya memainkan cangkir kopi itu tanpa ada niatan untuk meminumnya. Malam
ini ia mengunjungi rumah gadisnya. Tidak, sebenarnya julukan itu sudah tidak
boleh ia pakai lagi. Namun segenap hatinya masih ingin memanggil wanita yang
duduk di depannya sebagai miliknya
“Kenapa
kau jadi sangat sibuk seperti ini ? Aku bahkan kesulitan menemuimu.” Mata Kyu
Hyun sama sekali tak beralih ke orang yang diajaknya bicara. Ia berujar pada
perempuan di depannya tanpa menatapnya sekalipun. Dirinya bertaruh bahwa jika
ia melihat ke perempuan ini ia pasti akan mendapati tatapan yang begitu dingin
dari sepasang mata yang bulat. Sudah lama sekali sejak Kyu Hyun tidak melihat
wajah Hye Joo yang begitu hangat, tatapan yang mampu menghangatkan dirinya
sekalipun di musim dingin. Ia dengan susah bersikap biasa saja, seperti tak ada
apapun yang terjadi diantara mereka. Ia menganggap malam ini seperti
malam-malam sebelumnya ketika mereka saling melepas rindu satu sama lain.
“Kau tak
perlu menemuiku lagi Kyu Hyun-ah, bukankah kita sudah berakhir” Sebuah suara
yang begitu lembut namun sangat jelas menjawab pertanyaan Kyu Hyun. Di dalam
dirinya tak ada lagi Hye Joo yang dulu. Hye Joo yang akan melonjak gembira
ketika mendapati pria yang sangat ia cintai ini berdiri di depan pintu
rumahnya. Ia akan mendekap pria ini dengan begitu erat, ia akan menghirup aroma
tubuh pria ini hingga begitu dalam. Namun saat ini ia hanya ingin pria ini
benar-benar enyah dari hidupnya. Karena Hye Joo sudah benar-benar lelah
tersakiti. Ia tak mau terluka lagi meski sedikitpun. Lukanya yang belum kering
itu tak ingin tergores lagi. Tak sedikitpun hatinya ingin untuk bertahan lebih
lama di pelukan pria ini.
“
Bagaimana tempat kerjamu yang baru ? kau menyukainya ?” Sekalipun, Kyu Hyun tak
bisa mendengar kata perpisahan dari perempuan yang telah membuat dirinya begitu
mencintainya. Meskipun sudah begitu jelas, ia akan selalu mengelak, mengalihkan
topik pembicaraan dari kata-kata perpisahan yang terus menerus Hye Joo katakan.
Kenapa hari itu harus tiba. Hari dimana
mereka berpisah. Dia bahkan tak siap, sampai kapanpun pria ini tak akan siap
untuk berpisah dengan wanita ini. Ia percaya jika ia memeluk Hye Joo sekali
lagi, menahan Hye Joo sekali lagi dan tak sedikitpun membiarkan Hye Joo pergi,
maka hubungan mereka tak akan berakhir.
“ Aku
menyukai pekerjaanku atau tidak, kau tak perlu mempedulikan ku lagi. Lebih baik
kita tak usah bertemu lagi Kyu Hyun-ah” Hye Joo tertunduk. Ia sedang berusaha
keras menahan air matanya. Di hadapannya ada Kyu Hyun saat ini, ia tak boleh
menangis. Meski begitu, Kyu Hyun sangat mengerti Hye Joo yang terlalu mudah
menangis dan terharu. Namun bagi Kyu Hyun, Hye Joo bukanlah perempuan yang
cengeng, baginya Hye Joo adalah perempuan yang berhati lembut. Namun, tanpa
disadari, Kyu Hyun telah menyakiti perempuannya yang berhati lembut ini.
Sudah
seminggu semenjak pertemuan mereka yang terakhir. Terakhir kali Park Hye Joo
meminta Kyu Hyun untuk bertemu. Namun, tanpa Kyu Hyun sangka, tujuan Hye Joo
bertemu karena ia ingin mengatakan pada Kyu Hyun bahwa ia tak lagi ingin
bersama Kyu Hyun, ia ingin hubungan mereka berhenti sampai disini, ia sudah tak
mampu lagi bertahan bersama pria itu. Kata-kata yang sangat ditakuti Kyu Hyun
ini akhirnya keluar juga dari mulut Hye Joo. Setelah sebulan lebih hubungan
keduanya terombang-ambing tanpa kejelasan.
Awalnya
tak ada yang salah dengan hubungan mereka. Semua berjalan seperti pasangan yang
lain. Bahkan mereka sangat mencintai. Namun, setelah kedatangan perempuan
bernama Kang Ha Young, semua berubah begitu saja. Perempuan ini adalah teman
kecil Kyu Hyun yang kemudian menjadi seseorang yang dijodohkan dengan Kyu Hyun.
Sudah jelas Kyu Hyun menolak ide dari orang tuanya, untuk apa ia menerima
perjodohan ini jika ia bahkan memiliki Park Hye Joo yang sangat ia cintai,
baginya Hye Joo lebih dari segalanya. Namun perempuan bernama Ha Young ini
berubah menjadi monster yang sangat menakutkan. Mengetahui hubungan Kyu Hyun
dan Hye Joo, Ha Young menggunakan segala macam cara untuk merusak hubungan
keduanya. Ia bahkan meminta orang untuk membuntuti Hye Joo.
Hye Joo
tak takut menghadapi Ha Young. Ia bergeming melihat tingkah Ha Young, ia tak
khawatir karena ia yakin bahwa Kyu Hyun tak sedikitpun menyukai perempuan itu.
Namun, Ha Young bahkan semakin menjadi jadi. Ia menjadi bayang-bayang bagi
hubungan Kyu Hyun dan Hye Joo. Setelah beberapa tahun Hye Joo bekerja di sebuah
butik, ia dikeluarkan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Yang kemudian ia
ketahui semua ini ternyata ulah Ha Young. Yang lebih parah, perempuan ini tak
membiarkan Hye Joo bekerja di butik manapun, ia tak diterima di mana-mana.
Perempuan jalang itu mulai merusak karir Hye Joo sebagai seorang desainer.
Mimpi yang ia miliki sejak kecil dan perjuangan yang ia alami bertahun tahun untuk
mimpinya terhempas begitu saja hanya dalam hitungan beberapa bulan.
“ Kau
memang egois Hye Joo-ya, kau bahkan menyerah hanya karena perempuan yang sama
sekali tak kusukai. Kau tak selayaknya cemburu dengan dia, bagi ku kau lebih
dari apapun”
“
Mianhae Kyu Hyun-ah, aku memang begitu egois. Aku hanya memikirkan diriku tanpa
memikirkan mu sedikitpun. Mianhae” Hye Joo kembali menunduk. Kali ini
pertahanannya runtuh. Ia terisak begitu saja. Tangan kanannya tergerak untuk
menutup mulutnya agar tangisannya tak terdengar. Ia kesulitan bernapas karena
hidungnya mulai berair. Kyu Hyun tahu wanita yang lemah ini telah begitu banyak
tersakiti. Namun disisi lain ia sama sekali tak menginginkan hubungan mereka
berakhir begitu saja. Park Hye Joo begitu sulit ia dapatkan. Dan ia akan sangat
mengutuk dirinya jika ia membiarkan hubungan mereka berakhir begitu saja.
Cho Kyu
Hyun berdebat dengan pemikirannya. Wanita yang ia cintai ini telah banyak
tersakiti, ia yang begitu sangat lemah sudah tak mampu bertahan lagi dengannya.
Ia paham benar, Hye Joo adalah seorang yang terlalu memikirkan pendapat orang
lain. Ia bahkan sering tersinggung terhadap perkataan orang meski orang lain
itu tak bermaksud. Sifatnya yang terlalu peka sering membuat hatinya sendiri
tak nyaman. Sifat Hye Joo yang seperti ini membuat Kyu Hyun bertekad besar
untuk selalu melindungi wanita yang telah merebut hatinya. Dan kali ini ia
begitu tak tega melihat keadaan gadisnya, saat ini Hye Joo bahkan harus bekerja
di dua tempat kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhannya. Mungkin keadaan
akan lebih membaik jika mereka berdua benar-benar berpisah. Bukankah cinta
adalah membiarkan orang yang kita cintai itu bahagia meski tak bersama.
Membiarkan ia hidup bahagia sesuai yang ia perjuangkan. Namun, pertanyaan lain
muncul di pikirannya. Bagaimana dengan dirinya setelah mereka berpisah. Apakah
semua akan baik-baik saja. Apa dia masih bisa hidup tanpa wanita yang telah
menjadi hidupnya selama ini. Ia tak yakin dapat menemukan wanita sepertinya
dikemudian hari. Bahkan untuk sekadar berpaling dari perempuan itu pun ia tak
yakin bisa. Ada keinginan yang tak kalah besar di hatinya untuk tetap bersama
Hye Joo hingga akhir nanti.
Jika
cinta yang menyatukan keduanya adalah sebuah takdir, maka pada akhirnya mereka
akan bersama. Sesulit apapun rintangannya, pasti keduanya akan mampu melewati
meski tak mudah. Namun, ujian yang berada di depan mata keduanya membuat Hye
Joo berpikir bahwa mungkin ini cara Tuhan untuk memisahkan mereka. Ini adalah
serangkaian dari takdir Tuhan yang pada akhirnya tak mempersatukan keduanya.
Bahwa Tuhan hanya mempertemukan mereka sampai titik ini.
Perempuan
itu masih terisak, ia tak mudah berhenti menangis. Bahkan kepalanya tak sanggup
lagi menegak. Perempuan ini menutup wajahnya dan meletakkan kepalanya di meja.
Kyu Hyun semakin miris melihat Hye Joo yang begitu menyedihkan. Belum pernah ia
melihat Hye Joo semenyedihkan ini. Kedua tangannya terulur untuk setidaknya
mengelus kepala Hye Joo. Ia sangat ingin membiarkan wanita ini menumpahkan
seluruh air matanya dalam pelukannya. Mengusap air mata yang menganak sungai
dari sepasang mata yang begitu meneduhkan. Namun tangannya tak sampai,
disamping ia merasa tak pantas, tanpa dirinya sadari air matanya yang sedari
menggenang dan membuat pandangannya kabur telah meluncur membasahi pipinya yang
tampan. Tangan yang telah terulur tadi ditariknya kembali untuk segera mengusap
pipinya sendiri yang telah basah.
Hye Joo
mengangkat wajahnya yang saat ini sudah sangat mengenaskan karena menangis. Ia
sendiri menyadari betapa bodohnya ia menangis pada saat ia mengucap kata
perpisahan pada pria ini. Bukankah ia seharusnya memperlihatkan keadaan dirinya
yang baik-baik saja agar semua menjadi semakin mudah.
“Maafkan
aku yang sudah membiarkan kau melihatku menangis bodoh seperti ini, aku tahu
kau tidak menyukainya Kyu Hyun-ah.” Hye Joo pernah mendengar jika seorang
laki-laki bahkan tak menyukai melihat perempuan menangis, bukan karena kasihan,
namun karena perempuan akan berubah menjadi jelek saat menangis.
‘Kau
salah besar Hye Joo-ya’ batin Kyu Hyun. Bahkan dengan mata yang merah dan
bengkak, hidung yang memerah juga yang menjadikan perempuan ini terlihat kacau,
bagi Kyu Hyun ia tetap cantik. Tetap seperti Hye Joo yang sama seperti saat
mereka bertemu pertama kali. Hye Joo yang selalu ia puja sebagai wanitanya.
“ Jika
suatu saat nanti, suatu waktu yang entah kapan akan datang kau menyesal karena
kau telah perpisah dengan ku, apa yang akan kau lakukan ?” Pertanyaan Kyu Hyun
membuat Hye Joo tercekat. Tak perlu menunggu suatu waktu di masa depan untuk
menyesali semua perbuatannya. Bahkan saat ini pun ia tak mengampuni dirinya
sendiri yang terus menerus berbohong tentang perasaannya.
“ Suatu
saat yang entah kapan datang itu kupastikan tak akan datang. Aku tak akan
menyesal dengan apa yang kulakukan. Setelahnya, semua ini akan berlalu begitu
saja. Ada banyak hal yang aku lakukan hingga aku tak sempat memikirkanmu dan
menyesali semua ini. Perasaan yang kumiliki untukmu tak cukup lagi untuk
mencintaimu” Jawaban yang tak ia ketahui datang dari mana itu meluncur begitu
saja dari mulut mungilnya, seperti ia telah menyiapkan diwaktu sebelumnya.
Seperti tanpa pikir Hye Joo mengatakan kalimat itu begitu saja. Sesaat dia
terdiam untuk memikirkan kalimat yang baru saja ia katakan, tak dipungkiri ia
juga terkejut dengan apa yang telah ia katakan. Ia mengutuk mulutnya, tanpa
sadar ia telah menyakiti hati Kyu Hyun. Bagaimana mungkin dua orang yang pernah
saling mencintai akan berperilaku seperti orang yang tidak saling mengenal
dikemudian hari, akan begitu saja menjadi orang asing. Sedikit atau banyak,
jika itu memang cinta maka sudah pasti akan ada getar yang berbeda ketika suatu
saat dimasa mendatang itu mempertemukan mereka.
Genggaman
tangan Kyu Hyun pada cangkir kopi berwarna biru itu terlepas. Mendengar apa
yang baru saja dari mulut Hye Joo, jujur ia terluka. Perempuan yang sejak dulu
ia lindungi telah mendorongnya keluar dari kehidupannya. Tangannya tergerak
merapatkan mantel hitam yang ia gunakan. Rasanya dingin tiba-tiba menyergap
tubuhnya yang lelah dengan tanpa ampun. Ia mengusap wajahnya dengan kasar
sambil menghilangkan air mata yang sedari tadi menggenang namun mampu meleleh
hanya dengan serentetan kalimat tadi. Kyu Hyun tak bisa bertahan lebih lama
lagi. Ia memundurkan kursi yang ia duduki sehingga menimbulkan suara gesekan
antara kaki kursi dengan lantai apartemen Hye Joo. Hye Joo terkesiap mendengar
suara itu, ia merasa suatu yang buruk akan menghampirinya.
Seketika
Kyu Hyun berdiri, ia sudah membulatkan tekadnya.
“Aku
pergi” hanya butuh dua kata. Kata yang sangat sangat Hye Joo ingin dengar. Kyu
Hyun melenggang meninggalkan meja makan tadi dengan langkah yang besar-besar
namun terasa amat berat. Namun ia pantang kembali lagi untuk setidaknya
menengok ke arah Hye Joo dan melihat wajahnya mungkin untuk yang terakhir kali
sebelum mereka benar-benar berpisah.
Langkah
itu semakin mendekati pintu keluar dari apartemen Hye Joo. Namun langkahnya
terhenti ketika sepasang lengan yang kecil tiba-tiba melingkar erat di pinggang
Kyu Hyun dari arah belakang. Lengan yang terbalut pakaian hingga telapak tangan
itu semakin mengerat, disusul dengan sebuah tangisan yang tak lagi tertahan.
Tangis itu pecah begitu tanpa peduli jika air matanya telah membasahi setelan
jas mahal yang menempel ditubuh pria jangkung ini. Kyu Hyun melepaskan lengan
tadi dari pinggangnya. Ia membalikan badannya dan menemukan Hye Joo yang
terisak hingga seluruh wajahnya memerah. Ia menyandarkan kepala Hye Joo di
dadanya yang bidang. Selama ini ketika mereka masih bersama, ia tak pernah
membiarkan Hye Joo menangis dalam pelukannya. Karena selama ini ia tak pernah
membuat Hye Joo menangis sedih meskipun sedikit. Yang ada hanya pelukan untuk
Kyu Hyun yang sering memberi kejutan tak terduga bagi Hye Joo hingga matanya
sering meleleh bahagia.
Keduanya
saling memeluk erat. Membiarkan denyut jantung yang tak karuan itu menenang.
Membiarkan deru napas yang terasa berat itu meringan. Kyu Hyun melepaskan pelukannya
terlebih dahulu. Ia mengangkat tangannya memegang pipi Hye Joo yang selalu
merona. Ia mengusap pipi itu lembut dan menghilangkan air mata yang sesaat tadi
mengalir dari sepasang mata indah yang selalu digilainya hingga menyisakan
tangannya yang basah.
“Karena
aku akan pergi. Kau tak boleh menangis lagi. Setidaknya kau harus terlihat kuat
saat di depanku Hye Joo-ya.” Mata mereka
bertemu saling menatap dengan begitu dalam.
“
Mianhae Kyu Hyun-ah. Terimakasih untuk semua yang kau berikan selama ini.”
“ Aku
yang harusnya meminta maaf. Aku begitu bodoh hingga tak menyadari bahwa kau
telah begitu tersakiti karena ku. Aku yang harusnya terus berada di sisimu saat
kau membutuhkan aku. Karena aku tak mau melihat mu tersakiti lagi jadi kau
harus baik-baik saja tanpa aku. Arasseo
?”
Hye Joo
mengangguk dan melepaskan lengannya dari pinggang Kyu Hyun. Sebuah jawaban yang
tak terucap mengakhiri kisah mereka malam ini dan beberapa tahun yang lalu.
Kisah yang keduanya tak mungkin lupa. Kisah yang harus berakhir karena mungkin
Tuhan menginginkannya berakhir. Kyu Hyun membuka pintu apartemen Hye Joo. Ia
pergi meninggalkan Hye Joo seperti apa yang perempuan itu minta. Seperti apa
yang perempuan itu katakan, ia juga berharap
bahwa suatu saat nanti ia tak akan menyesali dirinya.
Ruang
itu semakin dingin. Pemanas ruangan yang menyala pun tak mengubah keadaan. Hanya
menyisakan seorang perempuan yang rapuh tengah berdiri sambil terus terdiam. Kedua
kakinya yang sejak tadi terasa lemas tak mampu lagi bertahan. Ia akhirnya jatuh
terduduk di lantai yang begitu dingin.
“ Aku
sudah melakukan yang terbaik” Ucapnya dengan berbisik lirih. Kini ia tinggal
berdoa agar dia tak menyesali apa yang telah ia lakukan. Serta menatap masa
depannya yang akan segera membaik. Ia hanya perlu menyibukkan dirinya dan setelah
itu bayangan Kyuhyun tak akan muncul lagi. Ia mengelus dadanya “perasaan ini
akan segera mengikis” bisiknya dengan mantap.
***
Rembulan
yang belum benar-benar hilang dari langit sudah tergantikan oleh sinar
matahari. Sepertinya matahari tengah berterimakasih pada bulan atas apa yang
dilakukannya semalam. Malam-malam tanpa bulan bukan hal besar, namun hari tanpa
matahari akan begitu menakutkan. Matahari dan bulan adalah dua hal yang
berbeda. Mereka dipisahkan oleh takdir. Layaknya sepasang kekasih yang tak akan
berjumpa tanpa adanya takdir, dan akan berpisah jika memang tidak ditakdirkan
bersama.
Pria itu
masih tergeletak lemah di atas ranjangnya. Namun, bukan karena ia sakit. Karena
keinginannya untuk membiarkan tubuhnya beristirahat kembali terkalahkan oleh
kegelisahannya. Terkalahkan oleh pikirannya yang bercabang begitu banyak. Baru
setelah pria ini begitu lelah dengan apa yang ia pikirkan, ia mulai menguap dan
tak lama kemudian dia terlelap bersama apa yang membuatnya begitu gelisah.
Namun
sepertinya matahari sedang tak memihaknya. Dengan sinar hangatnya yang
menelusup melalui celah-celah gordyn membuat pria ini terbangun. Kedua mata
pria ini terbuka perlahan. Sejanak ia mengerjapkan matanya lalu menyapu ruang
ini dengan pandangannya. Ia belum sepenuhnya sadar, mungkin ia masih
terperangkap dalam mimpi yang ia dapatkan semalam.
Kedua
bola matanya beralih memandang tangan kanannya yang sedikit mengepal seperti
menyimpan sesuatu dalam genggamannya. Didetik selanjutnya ia menghembuskan
napasnya yang begitu berat. Baru beberapa menit berlalu. Sehingga ia masih
ingat dengan jelas. Saat dimana tangan kanannya menggennggam tangan perempuan
itu dengan begitu erat dan begitu nyata. Namun senyata apapun mimpi itu, semua
sudah berakhir oleh kenyataan bahwa semua itu hanya mimpi. Pria ini kembali
terlemparkan dengan keras ke dunia nyata yang telah banyak melukainya.
Pria ini
bangun dan menegakkan badannya. Ditangkupkan kedua tangannya ke wajah.
Jari-jarinya yang panjang menemukan bahwa ternyata sudut matanya basah oleh air
mata akibat mimpi itu. Rambutnya yang berwarna kecoklatan diacaknya dengan rasa
kesal. Ia bertanya pada dirinya sendiri, harus berapa banyak malam dengan mimpi
tentang perempuan itu yang harus ia alami agar dapat melupakan perempuan ini.
Lelah sudah
ia terperangkap dalam kenangan masa lalunya dengan perempuan itu. Usahanya telah
begitu keras untuk melupakan semua. Namun,
kenangan yang ia ciptakan terlalu membekas di ingatannya. Hingga ia sendiri tak
mampu menghapuskannya dengan mudah.
------