Sabtu, 18 April 2015

Moment Of Farewell



Malam kali ini tak sesunyi biasanya. Hembusan angin malam menerpa dedaunan yang berserakan menutupi jalan. Daun yang musim lalu berwarna hijau kini telah menguning dan lolos dari tangkainya. Dedaunan itu tertepi oleh beberapa mobil yang lalu lalang di jalan. Sesekali beberapa pasang kaki menginjak tanpa sengaja daun-daun itu, hingga menimbulkan suara gemeresak dan akhirnya daun itu hancur menjadi kepingan yang kecil-kecil. Musim gugur telah tiba dan dingin mulai menjadi keseharian. Mereka mulai bermantel atau bersweater berbahan wol agar tak tertusuk oleh dinginnya musim ini.

Suara jam dinding yang tergantung di dinding yang bercat putih itu terus berdetak seiring waktu. Suaranya bahkan menjadi begitu jelas karena dua orang manusia ini saling terdiam. Mereka yang duduk berhadapan di depan meja segiempat berukuran kecil sebagai penghalang. Begitu lama mereka terdiam. Entah apa yang ada di pikiran mereka masing-masing hingga dinginnya malam tak menggerakkan satupun dari mereka untuk setidaknya membuka percakapan agar suasana meghangat. Lampu yang tergantung di atas mereka menerangi keadaan yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Meja makan berbentuk segi empat dengan ukuran yang kecil itu tertutup oleh kain hasil sulaman yang meskipun sederhana tetap terlihat indah. Empat kursi yang berada di sekeliling meja memiliki warna yang senada dengan meja tersebut. Warna yang terlihat indah jika dipadukan dengan dinding di ruang itu. Di sekitar meja terdapat beberapa peralatan masak sederhana yang Hye Joo sering gunakan sehari-hari. Di dinding bagian atas terdapat beberapa lemari kecil yang tertutup rapat. Sebuah kulkas berwarna putih terletak di sudut ruang ini melengkapi ruang kecil yang dijadikan ruang makan ini. Kini mereka berdua duduk berhadapan dan menyisakan dua kursi kosong yang lain
Kyu Hyun memegang sebuah cangkir berisi kopi yang sudah mulai mendingin dengan kedua tangannya. Kopi yang beberapa waktu lalu disodorkan Hye Joo meski Kyu Hyun tak memintanya. Ia mengusap-usap bibir cangkir dengan jempol tangannya. Sejak tadi ia hanya memainkan cangkir kopi itu tanpa ada niatan untuk meminumnya. Malam ini ia mengunjungi rumah gadisnya. Tidak, sebenarnya julukan itu sudah tidak boleh ia pakai lagi. Namun segenap hatinya masih ingin memanggil wanita yang duduk di depannya sebagai miliknya

“Kenapa kau jadi sangat sibuk seperti ini ? Aku bahkan kesulitan menemuimu.” Mata Kyu Hyun sama sekali tak beralih ke orang yang diajaknya bicara. Ia berujar pada perempuan di depannya tanpa menatapnya sekalipun. Dirinya bertaruh bahwa jika ia melihat ke perempuan ini ia pasti akan mendapati tatapan yang begitu dingin dari sepasang mata yang bulat. Sudah lama sekali sejak Kyu Hyun tidak melihat wajah Hye Joo yang begitu hangat, tatapan yang mampu menghangatkan dirinya sekalipun di musim dingin. Ia dengan susah bersikap biasa saja, seperti tak ada apapun yang terjadi diantara mereka. Ia menganggap malam ini seperti malam-malam sebelumnya ketika mereka saling melepas rindu satu sama lain.

“Kau tak perlu menemuiku lagi Kyu Hyun-ah, bukankah kita sudah berakhir” Sebuah suara yang begitu lembut namun sangat jelas menjawab pertanyaan Kyu Hyun. Di dalam dirinya tak ada lagi Hye Joo yang dulu. Hye Joo yang akan melonjak gembira ketika mendapati pria yang sangat ia cintai ini berdiri di depan pintu rumahnya. Ia akan mendekap pria ini dengan begitu erat, ia akan menghirup aroma tubuh pria ini hingga begitu dalam. Namun saat ini ia hanya ingin pria ini benar-benar enyah dari hidupnya. Karena Hye Joo sudah benar-benar lelah tersakiti. Ia tak mau terluka lagi meski sedikitpun. Lukanya yang belum kering itu tak ingin tergores lagi. Tak sedikitpun hatinya ingin untuk bertahan lebih lama di pelukan pria ini.

“ Bagaimana tempat kerjamu yang baru ? kau menyukainya ?” Sekalipun, Kyu Hyun tak bisa mendengar kata perpisahan dari perempuan yang telah membuat dirinya begitu mencintainya. Meskipun sudah begitu jelas, ia akan selalu mengelak, mengalihkan topik pembicaraan dari kata-kata perpisahan yang terus menerus Hye Joo katakan.  Kenapa hari itu harus tiba. Hari dimana mereka berpisah. Dia bahkan tak siap, sampai kapanpun pria ini tak akan siap untuk berpisah dengan wanita ini. Ia percaya jika ia memeluk Hye Joo sekali lagi, menahan Hye Joo sekali lagi dan tak sedikitpun membiarkan Hye Joo pergi, maka hubungan mereka tak akan berakhir.

“ Aku menyukai pekerjaanku atau tidak, kau tak perlu mempedulikan ku lagi. Lebih baik kita tak usah bertemu lagi Kyu Hyun-ah” Hye Joo tertunduk. Ia sedang berusaha keras menahan air matanya. Di hadapannya ada Kyu Hyun saat ini, ia tak boleh menangis. Meski begitu, Kyu Hyun sangat mengerti Hye Joo yang terlalu mudah menangis dan terharu. Namun bagi Kyu Hyun, Hye Joo bukanlah perempuan yang cengeng, baginya Hye Joo adalah perempuan yang berhati lembut. Namun, tanpa disadari, Kyu Hyun telah menyakiti perempuannya yang berhati lembut ini.

Sudah seminggu semenjak pertemuan mereka yang terakhir. Terakhir kali Park Hye Joo meminta Kyu Hyun untuk bertemu. Namun, tanpa Kyu Hyun sangka, tujuan Hye Joo bertemu karena ia ingin mengatakan pada Kyu Hyun bahwa ia tak lagi ingin bersama Kyu Hyun, ia ingin hubungan mereka berhenti sampai disini, ia sudah tak mampu lagi bertahan bersama pria itu. Kata-kata yang sangat ditakuti Kyu Hyun ini akhirnya keluar juga dari mulut Hye Joo. Setelah sebulan lebih hubungan keduanya terombang-ambing tanpa kejelasan. 

Awalnya tak ada yang salah dengan hubungan mereka. Semua berjalan seperti pasangan yang lain. Bahkan mereka sangat mencintai. Namun, setelah kedatangan perempuan bernama Kang Ha Young, semua berubah begitu saja. Perempuan ini adalah teman kecil Kyu Hyun yang kemudian menjadi seseorang yang dijodohkan dengan Kyu Hyun. Sudah jelas Kyu Hyun menolak ide dari orang tuanya, untuk apa ia menerima perjodohan ini jika ia bahkan memiliki Park Hye Joo yang sangat ia cintai, baginya Hye Joo lebih dari segalanya. Namun perempuan bernama Ha Young ini berubah menjadi monster yang sangat menakutkan. Mengetahui hubungan Kyu Hyun dan Hye Joo, Ha Young menggunakan segala macam cara untuk merusak hubungan keduanya. Ia bahkan meminta orang untuk membuntuti Hye Joo. 

Hye Joo tak takut menghadapi Ha Young. Ia bergeming melihat tingkah Ha Young, ia tak khawatir karena ia yakin bahwa Kyu Hyun tak sedikitpun menyukai perempuan itu. Namun, Ha Young bahkan semakin menjadi jadi. Ia menjadi bayang-bayang bagi hubungan Kyu Hyun dan Hye Joo. Setelah beberapa tahun Hye Joo bekerja di sebuah butik, ia dikeluarkan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Yang kemudian ia ketahui semua ini ternyata ulah Ha Young. Yang lebih parah, perempuan ini tak membiarkan Hye Joo bekerja di butik manapun, ia tak diterima di mana-mana. Perempuan jalang itu mulai merusak karir Hye Joo sebagai seorang desainer. Mimpi yang ia miliki sejak kecil dan perjuangan yang ia alami bertahun tahun untuk mimpinya terhempas begitu saja hanya dalam hitungan beberapa bulan.

“ Kau memang egois Hye Joo-ya, kau bahkan menyerah hanya karena perempuan yang sama sekali tak kusukai. Kau tak selayaknya cemburu dengan dia, bagi ku kau lebih dari apapun”
“ Mianhae Kyu Hyun-ah, aku memang begitu egois. Aku hanya memikirkan diriku tanpa memikirkan mu sedikitpun. Mianhae” Hye Joo kembali menunduk. Kali ini pertahanannya runtuh. Ia terisak begitu saja. Tangan kanannya tergerak untuk menutup mulutnya agar tangisannya tak terdengar. Ia kesulitan bernapas karena hidungnya mulai berair. Kyu Hyun tahu wanita yang lemah ini telah begitu banyak tersakiti. Namun disisi lain ia sama sekali tak menginginkan hubungan mereka berakhir begitu saja. Park Hye Joo begitu sulit ia dapatkan. Dan ia akan sangat mengutuk dirinya jika ia membiarkan hubungan mereka berakhir begitu saja.

Cho Kyu Hyun berdebat dengan pemikirannya. Wanita yang ia cintai ini telah banyak tersakiti, ia yang begitu sangat lemah sudah tak mampu bertahan lagi dengannya. Ia paham benar, Hye Joo adalah seorang yang terlalu memikirkan pendapat orang lain. Ia bahkan sering tersinggung terhadap perkataan orang meski orang lain itu tak bermaksud. Sifatnya yang terlalu peka sering membuat hatinya sendiri tak nyaman. Sifat Hye Joo yang seperti ini membuat Kyu Hyun bertekad besar untuk selalu melindungi wanita yang telah merebut hatinya. Dan kali ini ia begitu tak tega melihat keadaan gadisnya, saat ini Hye Joo bahkan harus bekerja di dua tempat kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhannya. Mungkin keadaan akan lebih membaik jika mereka berdua benar-benar berpisah. Bukankah cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai itu bahagia meski tak bersama. Membiarkan ia hidup bahagia sesuai yang ia perjuangkan. Namun, pertanyaan lain muncul di pikirannya. Bagaimana dengan dirinya setelah mereka berpisah. Apakah semua akan baik-baik saja. Apa dia masih bisa hidup tanpa wanita yang telah menjadi hidupnya selama ini. Ia tak yakin dapat menemukan wanita sepertinya dikemudian hari. Bahkan untuk sekadar berpaling dari perempuan itu pun ia tak yakin bisa. Ada keinginan yang tak kalah besar di hatinya untuk tetap bersama Hye Joo hingga akhir nanti.

Jika cinta yang menyatukan keduanya adalah sebuah takdir, maka pada akhirnya mereka akan bersama. Sesulit apapun rintangannya, pasti keduanya akan mampu melewati meski tak mudah. Namun, ujian yang berada di depan mata keduanya membuat Hye Joo berpikir bahwa mungkin ini cara Tuhan untuk memisahkan mereka. Ini adalah serangkaian dari takdir Tuhan yang pada akhirnya tak mempersatukan keduanya. Bahwa Tuhan hanya mempertemukan mereka sampai titik ini.
Perempuan itu masih terisak, ia tak mudah berhenti menangis. Bahkan kepalanya tak sanggup lagi menegak. Perempuan ini menutup wajahnya dan meletakkan kepalanya di meja. Kyu Hyun semakin miris melihat Hye Joo yang begitu menyedihkan. Belum pernah ia melihat Hye Joo semenyedihkan ini. Kedua tangannya terulur untuk setidaknya mengelus kepala Hye Joo. Ia sangat ingin membiarkan wanita ini menumpahkan seluruh air matanya dalam pelukannya. Mengusap air mata yang menganak sungai dari sepasang mata yang begitu meneduhkan. Namun tangannya tak sampai, disamping ia merasa tak pantas, tanpa dirinya sadari air matanya yang sedari menggenang dan membuat pandangannya kabur telah meluncur membasahi pipinya yang tampan. Tangan yang telah terulur tadi ditariknya kembali untuk segera mengusap pipinya sendiri yang telah basah.

Hye Joo mengangkat wajahnya yang saat ini sudah sangat mengenaskan karena menangis. Ia sendiri menyadari betapa bodohnya ia menangis pada saat ia mengucap kata perpisahan pada pria ini. Bukankah ia seharusnya memperlihatkan keadaan dirinya yang baik-baik saja agar semua menjadi semakin mudah.

“Maafkan aku yang sudah membiarkan kau melihatku menangis bodoh seperti ini, aku tahu kau tidak menyukainya Kyu Hyun-ah.” Hye Joo pernah mendengar jika seorang laki-laki bahkan tak menyukai melihat perempuan menangis, bukan karena kasihan, namun karena perempuan akan berubah menjadi jelek saat menangis.

‘Kau salah besar Hye Joo-ya’ batin Kyu Hyun. Bahkan dengan mata yang merah dan bengkak, hidung yang memerah juga yang menjadikan perempuan ini terlihat kacau, bagi Kyu Hyun ia tetap cantik. Tetap seperti Hye Joo yang sama seperti saat mereka bertemu pertama kali. Hye Joo yang selalu ia puja sebagai wanitanya.

“ Jika suatu saat nanti, suatu waktu yang entah kapan akan datang kau menyesal karena kau telah perpisah dengan ku, apa yang akan kau lakukan ?” Pertanyaan Kyu Hyun membuat Hye Joo tercekat. Tak perlu menunggu suatu waktu di masa depan untuk menyesali semua perbuatannya. Bahkan saat ini pun ia tak mengampuni dirinya sendiri yang terus menerus berbohong tentang perasaannya.

“ Suatu saat yang entah kapan datang itu kupastikan tak akan datang. Aku tak akan menyesal dengan apa yang kulakukan. Setelahnya, semua ini akan berlalu begitu saja. Ada banyak hal yang aku lakukan hingga aku tak sempat memikirkanmu dan menyesali semua ini. Perasaan yang kumiliki untukmu tak cukup lagi untuk mencintaimu” Jawaban yang tak ia ketahui datang dari mana itu meluncur begitu saja dari mulut mungilnya, seperti ia telah menyiapkan diwaktu sebelumnya. Seperti tanpa pikir Hye Joo mengatakan kalimat itu begitu saja. Sesaat dia terdiam untuk memikirkan kalimat yang baru saja ia katakan, tak dipungkiri ia juga terkejut dengan apa yang telah ia katakan. Ia mengutuk mulutnya, tanpa sadar ia telah menyakiti hati Kyu Hyun. Bagaimana mungkin dua orang yang pernah saling mencintai akan berperilaku seperti orang yang tidak saling mengenal dikemudian hari, akan begitu saja menjadi orang asing. Sedikit atau banyak, jika itu memang cinta maka sudah pasti akan ada getar yang berbeda ketika suatu saat dimasa mendatang itu mempertemukan mereka.

Genggaman tangan Kyu Hyun pada cangkir kopi berwarna biru itu terlepas. Mendengar apa yang baru saja dari mulut Hye Joo, jujur ia terluka. Perempuan yang sejak dulu ia lindungi telah mendorongnya keluar dari kehidupannya. Tangannya tergerak merapatkan mantel hitam yang ia gunakan. Rasanya dingin tiba-tiba menyergap tubuhnya yang lelah dengan tanpa ampun. Ia mengusap wajahnya dengan kasar sambil menghilangkan air mata yang sedari tadi menggenang namun mampu meleleh hanya dengan serentetan kalimat tadi. Kyu Hyun tak bisa bertahan lebih lama lagi. Ia memundurkan kursi yang ia duduki sehingga menimbulkan suara gesekan antara kaki kursi dengan lantai apartemen Hye Joo. Hye Joo terkesiap mendengar suara itu, ia merasa suatu yang buruk akan menghampirinya.

Seketika Kyu Hyun berdiri, ia sudah membulatkan tekadnya.
“Aku pergi” hanya butuh dua kata. Kata yang sangat sangat Hye Joo ingin dengar. Kyu Hyun melenggang meninggalkan meja makan tadi dengan langkah yang besar-besar namun terasa amat berat. Namun ia pantang kembali lagi untuk setidaknya menengok ke arah Hye Joo dan melihat wajahnya mungkin untuk yang terakhir kali sebelum mereka benar-benar berpisah.

Langkah itu semakin mendekati pintu keluar dari apartemen Hye Joo. Namun langkahnya terhenti ketika sepasang lengan yang kecil tiba-tiba melingkar erat di pinggang Kyu Hyun dari arah belakang. Lengan yang terbalut pakaian hingga telapak tangan itu semakin mengerat, disusul dengan sebuah tangisan yang tak lagi tertahan. Tangis itu pecah begitu tanpa peduli jika air matanya telah membasahi setelan jas mahal yang menempel ditubuh pria jangkung ini. Kyu Hyun melepaskan lengan tadi dari pinggangnya. Ia membalikan badannya dan menemukan Hye Joo yang terisak hingga seluruh wajahnya memerah. Ia menyandarkan kepala Hye Joo di dadanya yang bidang. Selama ini ketika mereka masih bersama, ia tak pernah membiarkan Hye Joo menangis dalam pelukannya. Karena selama ini ia tak pernah membuat Hye Joo menangis sedih meskipun sedikit. Yang ada hanya pelukan untuk Kyu Hyun yang sering memberi kejutan tak terduga bagi Hye Joo hingga matanya sering meleleh bahagia.

Keduanya saling memeluk erat. Membiarkan denyut jantung yang tak karuan itu menenang. Membiarkan deru napas yang terasa berat itu meringan. Kyu Hyun melepaskan pelukannya terlebih dahulu. Ia mengangkat tangannya memegang pipi Hye Joo yang selalu merona. Ia mengusap pipi itu lembut dan menghilangkan air mata yang sesaat tadi mengalir dari sepasang mata indah yang selalu digilainya hingga menyisakan tangannya yang basah.

“Karena aku akan pergi. Kau tak boleh menangis lagi. Setidaknya kau harus terlihat kuat saat di depanku  Hye Joo-ya.” Mata mereka bertemu saling menatap dengan begitu dalam.

“ Mianhae Kyu Hyun-ah. Terimakasih untuk semua yang kau berikan selama ini.”

“ Aku yang harusnya meminta maaf. Aku begitu bodoh hingga tak menyadari bahwa kau telah begitu tersakiti karena ku. Aku yang harusnya terus berada di sisimu saat kau membutuhkan aku. Karena aku tak mau melihat mu tersakiti lagi jadi kau harus baik-baik saja tanpa aku. Arasseo  ?”

Hye Joo mengangguk dan melepaskan lengannya dari pinggang Kyu Hyun. Sebuah jawaban yang tak terucap mengakhiri kisah mereka malam ini dan beberapa tahun yang lalu. Kisah yang keduanya tak mungkin lupa. Kisah yang harus berakhir karena mungkin Tuhan menginginkannya berakhir. Kyu Hyun membuka pintu apartemen Hye Joo. Ia pergi meninggalkan Hye Joo seperti apa yang perempuan itu minta. Seperti apa yang perempuan itu katakan, ia juga berharap  bahwa suatu saat nanti ia tak akan menyesali dirinya. 

Ruang itu semakin dingin. Pemanas ruangan yang menyala pun tak mengubah keadaan. Hanya menyisakan seorang perempuan yang rapuh tengah berdiri sambil terus terdiam. Kedua kakinya yang sejak tadi terasa lemas tak mampu lagi bertahan. Ia akhirnya jatuh terduduk di lantai yang begitu dingin. 

“ Aku sudah melakukan yang terbaik” Ucapnya dengan berbisik lirih. Kini ia tinggal berdoa agar dia tak menyesali apa yang telah ia lakukan. Serta menatap masa depannya yang akan segera membaik. Ia hanya perlu menyibukkan dirinya dan setelah itu bayangan Kyuhyun tak akan muncul lagi. Ia mengelus dadanya “perasaan ini akan segera mengikis” bisiknya dengan mantap.

***
Rembulan yang belum benar-benar hilang dari langit sudah tergantikan oleh sinar matahari. Sepertinya matahari tengah berterimakasih pada bulan atas apa yang dilakukannya semalam. Malam-malam tanpa bulan bukan hal besar, namun hari tanpa matahari akan begitu menakutkan. Matahari dan bulan adalah dua hal yang berbeda. Mereka dipisahkan oleh takdir. Layaknya sepasang kekasih yang tak akan berjumpa tanpa adanya takdir, dan akan berpisah jika memang tidak ditakdirkan bersama.

Pria itu masih tergeletak lemah di atas ranjangnya. Namun, bukan karena ia sakit. Karena keinginannya untuk membiarkan tubuhnya beristirahat kembali terkalahkan oleh kegelisahannya. Terkalahkan oleh pikirannya yang bercabang begitu banyak. Baru setelah pria ini begitu lelah dengan apa yang ia pikirkan, ia mulai menguap dan tak lama kemudian dia terlelap bersama apa yang membuatnya begitu gelisah.

Namun sepertinya matahari sedang tak memihaknya. Dengan sinar hangatnya yang menelusup melalui celah-celah gordyn membuat pria ini terbangun. Kedua mata pria ini terbuka perlahan. Sejanak ia mengerjapkan matanya lalu menyapu ruang ini dengan pandangannya. Ia belum sepenuhnya sadar, mungkin ia masih terperangkap dalam mimpi yang ia dapatkan semalam.
Kedua bola matanya beralih memandang tangan kanannya yang sedikit mengepal seperti menyimpan sesuatu dalam genggamannya. Didetik selanjutnya ia menghembuskan napasnya yang begitu berat. Baru beberapa menit berlalu. Sehingga ia masih ingat dengan jelas. Saat dimana tangan kanannya menggennggam tangan perempuan itu dengan begitu erat dan begitu nyata. Namun senyata apapun mimpi itu, semua sudah berakhir oleh kenyataan bahwa semua itu hanya mimpi. Pria ini kembali terlemparkan dengan keras ke dunia nyata yang telah banyak melukainya.

Pria ini bangun dan menegakkan badannya. Ditangkupkan kedua tangannya ke wajah. Jari-jarinya yang panjang menemukan bahwa ternyata sudut matanya basah oleh air mata akibat mimpi itu. Rambutnya yang berwarna kecoklatan diacaknya dengan rasa kesal. Ia bertanya pada dirinya sendiri, harus berapa banyak malam dengan mimpi tentang perempuan itu yang harus ia alami agar dapat melupakan perempuan ini.

Lelah sudah ia terperangkap dalam kenangan masa lalunya dengan perempuan itu. Usahanya telah begitu keras untuk melupakan semua.  Namun, kenangan yang ia ciptakan terlalu membekas di ingatannya. Hingga ia sendiri tak mampu menghapuskannya dengan mudah.

 ------