Lupus, I Hate You!Part 1
Title: “Lupus, I Hate You! Part 1”
Author: Meira/Kim Yoon Eun
Cast: Cho Kyuhyun, Lee Hyunsae, Lee Yura
Genre: Sad, Romance, Hurt
Length: Threeshot
FF ini saya buat karena terinspirasi dari salah satu novel karya
Demian Dematra. Tapi, tentu dengan beberapa perubahan yang saya buat
karena saya bukan PLAGIAT! Tapi, mungkin ini akan terlihat seperti
ringkasan cerita dari novel tersebut. Oke karna saya tak pandai
bercuap-cuap. Jadi, Happy Reading!
WARNING! Typo berkeliaran!
Seoul, 1 January 2012
Hyunsae’s POV
Jika kau bertanya apa yang istimewa dari hidupku? Jawabannya adalah
tidak ada. Aku hanyalah seorang anak yatim piatu yang beruntung bisa
lulus sekolah kedokteran dengan beasiswa penuh. Aku tak pernah pacaran
dan tak pernah merasakan jatuh cinta. Karena bagiku cinta itu hanya
dapat menghancurkanku dan aku tak mau itu terjadi. Aku sudah cukup
merasakan bagaimana cinta bisa menghancurkan Appaku. Beliau terlalu
mencintai ibuku hingga saat ajal menjemput ibuku, Appa yang baru saja
kembali dari Tokyo menjadi terpuruk dan mulai sakit-sakitan hingga
akhirnya mengikuti ibuku pergi meninggalkan aku dan Yura, adikku yang
buta, tuli dan bisu.
Aku hanya menjalani hidup biasa saja. Aku bangun pagi, menghitung
sampai 10 apa aku perlu mandi atau tidak. Yah, kalian tau apa
alasannya-kesiangan. Dan, sekarang tanggal 1 January 2012, aku sudah
menghabiskan 23 tahun kurang 15 hari dari hidupku. Sekarang seperti
biasa, aku hanya termenung mengingat masa-masa kecilku yang suram karena
tak ada satupun sanak keluarga yang mau merawat kami setelah orang tua
kami meninggal. Inilah yang sering membuatku terlambat bangun-insomnia.
Huft… sebaiknya aku tidur. Besok aku harus berangkat pagi karena hari
pertama di tahun baru UGD agak sepi oleh dokter jaga. Hanya aka nada
2-3 dokter disana termasuk kepala ruangan. Aku pergi ke kamar tempat aku
dan Yura tidur. Kami tidur bersama karena memang tak ada ruang lagi
untuk tidur.
Seoul, 1 January 2012
Author’s POV
In Hyunsae’s dream
“Ckck!Kasian sekali! Lucu-lucu buta!” seorang yeoja paruh baya
menaruh recehan ke tangan Hyunsae kecil. Dua logam koin itu jatuh ke
dalam tangkupannya. Sebenarnya hatinya sakit mendengar cacian
orang-orang terhadap adiknya. Yura hanya berdiri disamping Hyunsae,
mengikuti kemanapun Hyunsae melangkah. Matanya melihat keatas denan
tatapan kosong. Ia tidak tau apapun yang terjadi, hanya memukul-mukulkan
tangannya pada sebuah kerincingan bekas yang Hyunsae temukan di tong
sampah kemarin.
~o0o~
Hyunsae merasa lengannnya ditarik dengan lembut oleh seseorang.
Sontak ia membuka mata karena terkejut dan menoleh kesamping mendesah
lega. Lagi- lagi ia bermimpi tentang masa kecilnya dan yang menarik
lengannya tadi adalah Yura. Ia sudah menjadi alarm hidup bagi Hyunsae.
Hyunsae melirik kearah jam yang tergantung pada dinding kamar mereka.
Pukul 05.30! apalagi yang bisa lebih parah daripada terlambat masuk
kerja pada awal tahun baru. Dengan cepat ia menghitung kesepuluh
jarinya, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak,
mandi.
Mandi? Tidak ia tak cukup waktu! Kembali ia menghitung jemarinya,
mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak.
Asyik! Setidaknya ia mempunyai alasan untuk menjadi jorok di hari
pertama tahun baru.
Hyunsae hendak beranjak dari tempat tidur ketika sebuah tangan
menahannya. Ia menoleh ke arah pemilik tangan tersebut dan tersenyum. Ia
menyentuhkan jemarinya di bahu Yura dan membuat gaya orang berjalan.
Sebuah bahasa isyarat yang hanya di mengerti olehnya dan Yura.
“Ia harus pergi. Sudah terlambat.”, begitulah kira-kira arti bahasa isyarat itu.
Yura tersenyum memahami kakaknya harus segera pergi mencari uang
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Walau dari senyumannya menyiratkan
ketidak relaan. Hyunsae kembali tersenyum dan menggerakan tangnannya ke
atas lengan Yura, menandakan bahwa ia mau mengajaknya jalan- jalan
nanti.
Setelah selesai dengan Yura ia segera beranjak pergi ke kamar manidi
untuk gosok gigi dan kumur-kumur. Lalu memasak untuk Yura dan lupa
menaburkan vitamin ke masakannya. Setelah itu, ia bergegas kembali ke
kamar, mengganti piyamanya dengan celana panjang coklat dan kemeja warna
merah pucat. Ia meraih tas ransel hitamnya di pojok, cepat-cepat
mengalungkan di punggungnya. Setelah semua perlengkapannya siap, ia
meraih sepeda tua hitam di samping rumahnya. Mulai mengayuh sepeda itu
ke tempat ia mengabdi selama ini-Rumah Sakit.
10 menit kemudian ia memasuki halaman Seoul International Hospital,
memakirkan sepedanya di tempat khusus, kemudian berlari menyusuri
koridor rumah sakit yang masih sepi, melewati apotek yang masih tutup
dan ruang tunggu yang kosong. Satu-satunya tempat yang melakukan
aktivitasnya sepagi ini adalah UGD, tempat Hyunsae bekerja selama 2
tahun terakhir. Ia melihat koridor itu masih sepi. Tak seperti tahun
lalu yang di penuhi orang – orang yang terlalu larut dalam berpesta dan
kecelakaan. Hyunsae sendiri tak tau kenapa sebuah pesta harus berakhir
dengan duka? Entahlah, ia sendiri cukup pusing memikirkannya.
Hyunsae melangkahkan kakinya memasuki ruang istirahat khusus dokter
dan berjalan menuju lokernya, nomor 16. Ia melirik ke arah gantungan jas
dokter. Ada 5 gantungan disana yang 4 masih terisi dan yang satu sudah
kosong cukup lama. Desas desus mengatakan akan ada dokter transfer.
Tapi, tentu saja ia tak akan ambil pusing memikirkannya.
Hyunsae segera mengambil salah satu jas yang tergantung disana dengan
bordiran namanya, Dokter Lee Hyun Sae. Ia berjalan menuju UGD dan
mendapati tiga orang suster yang sangat dikenalinya, Im Yoona suster
senior yang masih betah menjomblo. Entah kenapa dia selalu gagal dalam
hal percintaan. Ia sudah berkali-kali kencan tapi hasilnya tetap sama,
gagal. Sedangkan dua orang lainnya yaitu Kim Yoon eun dan Hwang Hyunri
kembang-kembang manis UGD yang tak pernah ketinggalan gossip-gossip
terbaru di rumah sakit ini.
Hyunsae tersenyum simpul menyapa para suster itu.
“Anyeonghasaeyeo. Selamat tahun baru”
“Anyeong Dokter. Selamat tahun baru. Semoga ditahun ini Dokter bisa dapat pasangan.” Jawab yoona dengan tersenyum.
“Wah, apa tak terbalik?” ujar Yoon eun menyindir. Hyunsae hanya bisa tersenyum kecil menanggapi ucapan Yoon eun.
Hyunsae lalu menuju meja kerjanya yang terletak bersebelahan dengan
meja kerja Dokter Yoon Hyewon-Kepala ruangan. Ia melirik jam pukul
06.05. masih sepi,pikir Hyunsae.
Tiba-tiba pintu UGD terbuka dan menampakan seorang wanita yang masuk
ke dalam ruangan-Dokter Yoon. Wanita itu super cantik dan.. agak kejam,
khususnya pada bawahannya. Baginya pasien adalah raja yang harus
diperhatikan dengan sangat hati-hati. Ia membetulkan letak kacamatanya
melirik semua armadanya yang menyapa hormat padanya.
Setelah mereka menyapa, Dokter Yoon duduk di belakang meja kerjanya
memeriksa berkas-berkas berisi riwayat hidup pasien yang tersimpan rapi
di mejanya. Hyunsae melakukan hal yang sama dengan Dokter Yoon.
Sedangkan ketiga suster yang ada disana terlihat menyiapkan segala
sesuatu yang mungkin akan dibutuhkan saat tiba-tiba pasien datang.
Suasana menjadi hening.
Namun, beberapa menit kemudian terdengar pintu terbuka dengan
tergesa-gesa yang menandakan ada pasien darurat. Ia dan para suster
bergegas mengahampiri pasien. Seorang namja muda dengan kepala terluka
dan darah mengalir di keningnya. Para suster segera memakai sarung
tangan. Hyunsae berjalan kearah meja putih di pojok ruangan tempat
meletakan berbagai macam alat steril setelah memakai sarung tangan yang
sama dengan para suster. Dokter Yoon hanya mengamati apa yang dilakukan
anak buahnya.
“Hyunsae?” kata namja yang tengah meringis kesakitan itu. “Kau Lee
Hyunsae kan?” sekali lagi ia bertanya membuat sang pemlik nama mngernyit
heran. Lalu Hyunsae tersadar namanya ada pada jasnya. Pasti namja itu
membacanya.
“Kau tak mengingatku? Aku Lee Donghae. Aku pernah mengajakmu
kencan,”kata namja itu lagi sambil menahan sakit saat ia hendak duduk.
Ah! Pantas wajah laki-laki itu tampak familiar. Ternyata si Playboy cap
kadal!batin Hyunsae. Pikirannya kembali ia fokuskan pada luka pasien.
Professional harus tetap di jaga bukan?
“Berbaring dulu,” ujar Hyunsae dan dituruti oleh Donghae. Yoona
segera mengukur tekanan darahnya sedangkan Hyunsae mengamati keadaan
keseluruhan pasien dan Yoon eun membasuh lukanya dengan rivanol.
“Apa yang terjadi?” tanya Hyunsae pada Donghae dan berkata pada
Hyunri, “siapkan set-hecting, benang silk 2-0. Spuit 3 cc, suntikan
lidocaine 2 ampul. Ganti needle 26. Dan juga siapkan vaksin tetanusnya.”
Hyunri hanya mengangguk dan bergegas menyiapkan semuanya.
“Bertengkar dengan Hyukjae” Donghae menjawab singkat pertanyaan dari Hyunsae.
“Karena yeoja?” sebenarnya ia bertanya hanya untuk menenangkan
pasiennya yang terlihat gugup berhadapan dengannya. “Sebenarnya berapa
banyak yeojamu?” tanya Hyunsae lagi mencoba mengajak Donghae bercanda.
Setelah mengatakan itu Hyunsae lebih memilih diam mendengarkan keluh
kesah sang pasien. Ia memasang lampu samping bertangkai panjang untuk
tambahan penerangan, menerima alat suntik yang di berikan Hyunri
kemudian menerima laporan tekanan darah dan tanda vital Donghae.
“Hyukjae mengira aku selingkuh dengan yeojachingunya karena kami
pergi bersama. Tapi, aku berani bersumpah kalau aku tak ada apa-apa
dengan yeojanya.”
“Tahan sebentar aku akan menyuntikmu. Kau bisa menggigit kain kalau
sakit,” ujar Hyunsae seraya menyedot lidocaine dengan alat suntik dan
menyuntikannya di dekat luka. Donghae mengerang menahan sakit sambil
refleks menggunakan bantal sebagai peredam suaranya. Hyunsae memastikan
area yang akan di jahit sudah kebal dengan mencubitnya dengan pinset.
“Sakit?” tanya Hyunsae.
Donghae hanya memandangnya seperti menemukan belahan jiwanya yang hilang.
“Kenapa kau tak jadi yeojachinguku saja?” tanpa menghiraukan
pertanyaan Hyunsae, ia malah balik bertanya. Hyunsae menaikan satu
alisnya.
“Eh? Jadi seperti ini kau menyatakan perasaanmu pada seorang gadis? Ckck sama sekali tak romantis,”
Dongahe hanya menghela nafas panjang. Gadis didepannya ini memang
berbeda. Dia sangat sulit untuk ditaklukan. “kau ini. Hidup itu hanya
sekali. Apa kau mau terkurung disini seumur hidup, eoh?”
“Aku hanya menunggu Mr. Perfect,” jawab Hyunsae sekenanya. “Jaga
lukamu. Tak boleh basah ataupun kotor. Kesini tiga hari lagi untuk
control,” tambah Hyunsae dan beranjak meninggalkan Donghae.
“Kau mau kemana?” tanya Donghae setelah berhasil menangkap tangan Hyunsae. “Masih banyak pasien yang membutuhkanku,”
“Jebal, satu kali saja kau mau ken.. maksudku jalan denganku. Sebagai tanda terimakasihku padamu,”
“Kalau semua pasien yang aku tolong mengajakku pergi maka aku bisa
saja cuti permanen. Semoga cepat sembuh.” Ujar Hyunsae berlalu
meninggalkan Donghae.
~o0o~
Waktu berlalu dengan cepat. Sebagai rumah sakit yang terletak di
tengah keramaian, mereka menerima berbagai macam kasus. Selalu ada saja
yang terjadi. Sakit dan Penderitaan adalah tamu tak diundang yang selalu
saja berkunjung. Hyunsae melihat jam yang melingkar manis dipergelangan
tangannya. Jam 2 saatnya istirahat, batinnya. Ia begegas memberesi
mejanya dan berjalan ke kantin untuk membeli makanan.
“Sebentar lagi akan ada Dokter UGD baru” samar-samar terdengar Yoon eun yang ada di belakangnya mulai bergosip.
“Em.. Aku penasaran seperti apa rupanya” sahut Hyunri
Dasar tukang gossip, pikir Hyunsae. Setelah mengambil makanannya, ia
memilih duduk di meja yang berada di pojok. Jika ada waktu senggang
seperti ini akan ia gunakan untuk memikirkan Yura. Sebenarnya ia ingin
menelpon Yura dan berbincang-bincang dengannya seperti kebanyakan kaka
beradik lainnya. Tapi, ia harus mengubur angan itu. Ia tak mungkin
melakukan itu bersama adiknya. Ia sudah memberikan Yura handphone bekas
untuk menghubunginya disaat darurat. Ia telah mengajari Yura cara
membuat panggilan untuknya.
Hyunsae tersentak mendengar suara ponselnya bergetar. Layarnya
menyala dan disana tertera nama Yura. Jantung Hyunsae berdetak lebih
cepat dari biasanya. Ada apa lagi? Ini sudah yang kelima kali Yura
menghubunginya. Terakhir Yura terpeleset di kamar mandi karena ia lupa
mematikan kran di kamar mandi. Buru-buru Hyunsae mengangkat panggilan
dari Yura. Terdengar suara erangan Yura yang sepertinya tengah menahan
sakit.
Hyunsae bergegas bangkit dari duduknya melangkah cepat ke ruang
istirahat dan menyampirkan jasnya di gantungan. Ia melirik sekilas jam
tangannya. Masih 30 menit lagi sebelum jam istirahatya berakhir.
Ia keluar ruang istirahat masih dengan langkah yang cepat.
“Mau kemana Dok?” tanya Yoona yang tak sengaja berpapsan dengannya
“Saya ada urusan sebentar” setelah mengatakan itu ia berlari ke arah
pintu depan. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Jantungnya berdegup
kencang. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah Yura. Hyunsae sadar
adiknya itu memang mempunyai badan yang lemah. Dan sekarang ia merasa
kesehatan tubuh adiknya semakin menurun.
Setelah sampai di depan pintu ia segera memegang pegangan pintu dan
cepat-cepat membukanya tanpa memperhatikan ada seorang namja yang hendak
masuk. Kemeja namja itu rapi tanpa ada lipatan yang tak pada tempatnya.
Hidungnya mancung, matanya berbentuk onyx yang membuatnya terlihat
tajam namun teduh, kulitnya yang putih sangat kontras dengan rambut
coklatnya yang lebat. Cho Kyuhyun, ia merasakan tumbukan di dadanya
ketika Hyunsae tak sengaja menabraknya dan kehilangan keseimbangan.
Otomatis Kyuhyun menahan punggung gadis itu agar tak jatuh.
Untuk beberapa saat keduanya hanya bertatapan. Kyuhyun merasakan
desiran aneh di tubuhnya saat menatap wajah cantik Hyunsae yang polos
tanpa make-up. Hanya butuh beberapa detik untuk Kyuhyun tau bahwa gadis
itu sedang khawatir dari tatapan matanya. Hyunsae yang tersadar langsung
membebaskan diri dari Kyuhyun. Gadis itu hanya bergumam,
“Jeongsonghamnida” membungkuk dan kembali berlari pergi.
~o0o~
Hyunsae segera masuk ke dalam rumah dan meletakan sepedanyan
disembarang tempat. Ia menjadi panik saat melihat Yura menangis sambil
memegang kepalanya. Ia segera memeluk Yura untuk menenangkannya. Ya
Tuhan, ada apa dengannya?batin Hyunsae.
“Aiii,” Yura mengerang sambil memegang kepalanya.
Sakit. Tapi, apa yang membuatnya sakit?pikir Hyunsae. Hyunsae
membantu Yura untuk ke kamar dan mengambil obat penahan sakit di laci
kemudian membantu Yura untuk meminumnya. Beberapa menit kemudian Yura
terlihat tidur di pelukan Hyunsae. Hyunsae memandangi wajah polos Yura
saat tertidur. Ia sangat mengkhawatirkan Yura. Mungkin besok ia harus
memeriksakan Yura ke Prof. Kim-dokter spesialis penyakit dalam.
Hyunsae melihat jam dan terkejut karena 5 menit lagi waktu
istirahatnya akan segera habis. Dengan berat hati ia meninggalkan Yura
dan bergegas pergi ke rumah sakit lagi. Ia mengayuh sepedanya secepat
yang ia bisa. Saat ia memakirkan sepeda ponselnya bergetar di saku
celananya.
“Dok, cepat ke UGD,” sahut suara di seberang telfon tanpa memberi
waktu untuk Hyunsae menjawab. Hyunsae segera berlari ke ruang istirahat,
memakai jasnya dan berjalan dengan tergesa masuk ke UGD.
“Kecelakan beruntun,” jelas Hyunri saat melihat wajah kaget Hyunsae melihat banyak pasien hari ini.
“Dokter Lee! Kenapa meninggalkan tempat saat waktu tugas?!” bentak Dokter Yoon pelan.
“Mi-mian Dok.” Jawab Hyunsae gugup sambil memakai sarung tangan.
Ia segera ikut bergabung membantu korban kecelakan itu. Di tempat
tidur tengah ada seorang pria tua yang mengalami luka di kepalanya. Dan
di sebelah kanannya ada pasien yang sedang ditangani oleh seorang
laki-laki. Eh? Dokter barukah?
Untuk beberapa detik Hyunsae mematung saat melihat wajah dokter baru
tersebut. Bukankah itu pria yang tadi ditabraknya. Namja itu kini sedang
melakukan bilas lambung, dapat terlihat dari selang NGT(Nasogastrict
Tubes) yang ia masukan lewat hidung pasien dan ember penadahnya dibantu
Yoona.
Hyunsae segera memfokuskan pikirannya dan berjalan menuju tempat
tidur tengah. “Cidera kepala.” Dokter Yoon menjelaskan secara singkat
keadaan pasien. Hyunsae baru akan melakukan tindakan ketika pria tua itu
tiba-tiba meronta liar dan memegang lengannya erat. Ia tersentak. Ia
tau pasti laki-laki itu membutuhkan pelampiasan dari rasa sakit di
kepalanya. Tapi, pegangan pria itu membuat Hyunsae kesakitan.
Sebuah tangan lain segera menyentuh pria itu dan membantunya
melepaskan pegangan pria itu terhadapnya. Hyunsae mendongak untuk
mengetahui pemilik tangan itu yang ternyata milik dokter baru yang
sempat ia tabrak tadi.
“Dokter Cho Kyuhyun dari Amerika.” Hyunsae mendengarkan Dokter Yoon
yang mengenalkan dokter baru tersebut. Hyunsae menatapnya dan mengangguk
pelan sambil meringis, “Lee Hyunsae”
Akhirnya tangan Hyunsae bisa bebas dari pria tadi.
“Dok, pasien lupus yang baru masuk serangan!” seorang suster dari kamar rawat menerobos masuk ke UGD . “Ia mengejang terus”
Dokter Yoon mempelajari situasi dengan cepat. Ia tau ia dapat mengandalkan Hyunsae untuk menangani pasien.
“Dokter Lee, kau urus pasien disini. Saya tangani pasien di ruang rawat.” Hyunsae mengangguk.
“Nadi 42,
shock hypovolemic, tensi 70/50,”kata Yoon eun melaporkan keaadaan pasien.
“Pasang infus. Manitol 200cc untuk seperempat jam. Kasih Ranitidine,” Hyunsae memberi perintah.
~o0o~
“Kim Eunsoo, 17 tahun, rujukan Rumah Sakit Busan. DBD negative, Tifus
negative. ANA(+), DNA(-), C3 kurang dari normal, C4 normal. Urine
protein ++++ Protein kuantitatif 2000,” seorang perawat memberikan
laporan riwayat kesehatan milik seorang gadis yang terduduk di kursi
roda pada Dokter Yoon. Yah,mereka mendapat pasien transfer malam ini.
Hyunsae sempat melihat kondisinya. Badannya bengkak karena protein
keluar bersama urine sehingga protein dalam darah berkurang atau lebih
di kenal dengan ‘bocor ginjal’.
“Dokter Lee, kamu jaga UGD. Saya akan mengatar pasien ke ruang rawat.”
“Tak biasanya Dokter Yoon menerima pasien transfer waktu libur?”bisik Hyunsae saat Dokter Yoon sudah meninggalakn mereka.
“Keponakan sang dokter,” sahut Yoon eun berbisik sambil berjalan masuk.
Hyunsae kembali duduk di tempatnya. Tanpa disengaja ia berpapasan
dengan Kyuhyun yang akan pulang. Kyuhyun tersenyum tipis sedangkan
Hyunsae hanya mengangguk pelan.
“Dok, dokter barunya tampan ya?” ujar Hyunri genit.
Hyunsae lebih memilih diam tak menanggapi perkataan Hyunri. Ia menekan tombol telfon beberapa kali dan menunggu.
“Yeobseo?” terdengar suara yeoja di ujung telfon.
“Yeobseo. Yeonhee-ah bisakah kau menengok Yura sebentar?”
“Oh, ne.” untuk bebrapa saat hanya hening. Kim Yeonhee adalah
tetangganya yang sangat baik padanya. Ia selalu mau sekedar menengok
atau bahkan menemani Yura saat Hyunsae tak ada di rumah seperti malam
ini. Ia harus menginap di rumah sakit karena tak ada dokter jaga pada
hari libur.
“Yura baik-baik saja sekarang. Apa kau masih lama di rumah sakit?” terdengar suara Yeonhee kembali.
“Ah, ne. aku harus menginap malam ini.”
“Oh, kalau begitu aku akan menjaga Yura samapi kau pulang.”
“Apa kau tak kuliah?”
“Tidak besok aku tak ada jadwal.”
“Baiklah, gomawo. Mian kalau merepotkan.”
“Sudahlah. Aku sudah menganggap kalian sebagai saudaraku sendiri. Jaljayo”
“Jaljayo”
Hyunsae mengakhiri percakapannya dengan Yeonhee tepat ketika seorang suster masuk ke UGD.
“Dok, pasien lupus minta ketemu”
“Saya?”
“Sebenarnya dia ingin bertemu dengan Dokter Yoon atau Prof. Han, tapi
saya bilang sekarang yang jaga Dokter Lee.” Hyunsae mengangguk
mengerti. Prof. Han Changryeol adalah dokter ahli neuro yang juga
mengidap lupus. Ia hidup dengan lupus hampir 10 tahun lebih dan menjadi
tauladan di rumah sakit ini.
“Nugu?” tanya Hyunsae ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju ICU.
“Kim Cheonsa. Pasien yang kemarin serangan. Dan lupusnya sudah
menyerang otak.” Hyunsae berhenti sejenak dan memperhatikan wajah suster
yang kelelahan itu. Mereka sama-sama tau kalau pasien itu dalam kondisi
kritis.
“Kapan ia didiagnosa?”
“Seminggu setelah pernikahannya. Romantis sekali, suaminya mau menerima dia apa adanya,”
“Sakit atau sehat, aku rasa tidak masalah kalau cinta,” sebenarnya
Hyunsae merutuk dirinya sendiri dalam hati. Dengan naïf ia berkata
tentang cinta tapi, ia sendiri tak tau cinta itu apa.
“Sekarang dimana suaminya?”
“Entah,” jawab suster tersebut dan meninggalakn Hyunsae dengan Cheonsa untuk memberi mereka ruang.
“Dok?” ujar seorang gadis yang terlihat pucat dan kurus. Rambutnya hanya tinggal beberapa helai.
“Dokter masih muda”
“Cukup muda, tapi saya sudah di UGD 2 tahun,” jawab Hyunsae tersenyum.
“Maaf saya memanggil Dokter malam-malam. Saya tidak bisa tidur.”
“Sama. Saya juga seorang insomnia berat.” Untuk beberapa saat suasana menjadi hening hingga Hyunsae mencoba membuka percakapan.
“Jangan menyerah” bisik Hyunsae seraya menggenggam tangan Cheonsa.
Cheonsa hanya tersenyum lemah. “Dokter sudah menikah? Atau punya pacar?”
“Tidak keduanya.”
“Wae?”
“Belum ada yang nyangkut” jawab Hyunsae sedikit bercanda. Kini Cheonsa tertawa lemah.
“Ini Jongwoon, nae nampyeon.” Ujarnya sambil menunjukan selembar foto
seorang namja bermata sipit. “Nanti kalau dokter ketemu dia, tolong
bilang aku sangat mencintainya. Bisakan?”
“tapi, kenapa tak kau sampaikan saja sendiri?” Hyunsae merasa ada sesuatu yang terjadi pada gadis di hadapannya ini.
“Aku merasa tak punya cukup waktu.”
“Kau tak boleh berkata seperti itu” Cheonsa hanya memalingkan
wajahnya ke arah lain menghindari tatapan Hyunsae. Hening. Hanya
terdengar suara monitor detak jantung dan nafas mereka berdua hingga
akhirnya Hyunsae memutuskan untuk pergi meninggalkan Cheonsa yang masih
terdiam. Air mata mengalir dari kedua matanya.
Hyunsae keluar dan mendapati seorang namja yang sangat mirip dengan
namja yang ada difoto yang ditunjukan Cheonsa padanya. Walau ragu ia
tetap mendekat ke arah Namja yang sekarang terlihat kacau dan
berantakan.
“Chogi, apa anda suaminya Cheonsa-ssi?”
“Apa dia banyak membicarakan tentangku?”Hyunsae hanya tersenyum
“Cheonsa tak bilang apa-apa.” Bohong Hyunsae. Jongwoon hanya menghela nafas
“Sudah seminggu ini aku tak menengoknya karena berada di Jepang. Bagaimana keadaannya?”
“Belum stabil.” Jawab Hyunsae singkat
“Cheonsa berubah” lirih Jongwoon yang masih bisa terdengar oleh Hyunsae
“Kau mencintainya?”
“Aku mencintai Cheonsa yang dulu.”
“Kalau begitu belajarlah mencintainya yang sekarang. Yang berubah
hanya fisiknya, tapi cintanya untukmu masih terjaga. Keadaan yang
memaksanya berubah.” Usai mengatakan itu Hyunsae segera berpamitan
kembali keruangannya.
~o0o~
Keesokan harinya.
Seoul International Hospital, 2 January 2012
Kyuhyun sedang mempelajari kaasus pasien saat Hyunsae masuk ke ruang
UGD dengan wajah lelahnya. Kyuhyun terus mengawasi Hyunsae dalam diam.
Sebenarnya ia ingin bertegur sapa dan mengenalnya lebih jauh, tapi
seperti ada tameng yang membatasi areanya dengan area Hyunsae. Apalagi
gossip yang beredar mengatakan bahwa Hyunsae phobia terhadap cinta. Apa
dia tak memiliki kesempatan? Yah, dari pertemuan pertama mereka Kyuhyun
mulai merasa ada yang tak beres dengannya dan ia tau itu karena apa.
Cinta.
Dokter Yoon masuk dengan tenang. Wajahnya terlihat agak kusut.
“Kamu visit pasien di ICU tadi malam?” tannyanya pada Hyunsae.
“Ya, dia butuh teman curhat. Kondisinya belum stabil.”
Terdengar dering telpon. Yoon eun mengangkatnya. Wajahnya menegang. “Pasien lupus di ICU serangan Dok!”
Hyunsae mematung. Dokter Yoon keluar menuju ruang ICU. Telpon bordering kembali. Kali ini Hyunsae yang mengangkatnya.
“UGD dengan Dokter Lee”
“Ada pasien dengan Ambulans, Dok!”
Hyunsae mengangguk mengerti dan menutup telpon. “Ambulans” Yoona yang
baru saja masuk keluar lagi bersama Hyunsae dan Kyuhyun menunggu
kedatangan pasien. Entah kenapa jantung Hyunsae berdetak kencang apa
karena kurang tidur?
Pintu ambulans terbuka menampakan seorang yeoja yang tak sadarkan
diri. Kyuhyun dengan sigap mengintruksi para petugas untuk memindahkan
pasien ke tempat tidur yang disiapkan. Hyunsae mematung. Yeoja yang tak
sadarkan diri itu adalah adiknya. Wajahnya merah dan kotor. Apa ia
terjatuh? Tapi, bukankah ia seharusnya dijaga Yeonhee?
Kyuhyun yang melihat Hyunsae hanya melongo cepat-cepat memeriksa keadaan Yura dan Yoona yang memeriksa tanda vitalnya.
Kyuhyun terkejut saat melihat matanya. “Ia buta” katanya refleks menatap Hyunsae.
“Ya, ia juga tak bisa mendengar dan berbicara. Dia Lee Yura, adikku.”
Kyuhyun terdiam beberapa detik lalu berkata, “O
2.” Ia lalu melihat kondisi Yura. “Apa dia punya riwayat penyakit?”
“Tahun kemarin ia beberapa kali pingsan dan akhir-akhir ini ia sering
sakit kepala. Dia bukan pasien baru. Dulu ditangani Prof. Kim.” Kyuhyun
hanya mangut-mangut mendengar penjelasan Hyunsae.
“Kalau begitu aku akan berkonsultasi dulu dengan Prof. Kim” Kyuhyun berjalan menuju mejanya dan menelpon Prof. Kim.
Hyunsae membelai pipi adiknya. “Aii..” Yura yang merasakan sentuhan
sang kakak tersadar dan tersenyum lega. Setidaknya ia tak sendirian
sekarang. Hyunsae meremas tangannya berusaha mengatakan bahwa mereka
sekarang di rumah sakit dan Hyunsae akan menemaninya.
Kyuhyun yang sudah berkonsulatasi menghampiri Hyunsae. “Sebaiknya ia
dirawat dulu disini untuk observasi. Aku juga akan melakukan tes
hemoglobin.” Hyunsae hanya mengangguk dan tersenyum pada Kyuhyun untuk
yang pertama kalinya. Kyuhyun bahkan sampai lupa caranya bernafas
melihat senyum Hyunsae.
Dokter Yoon berjalan masuk ke UGD. Wajahnya yang tadi sudah kusut
kini bertambah kusut.Ia mendekati Hyunsae setelah menerima laporan tes
darah milik Yura dari Yoona. Ia memeriksa Yura secara menyeluruh.
“Hasil pemeriksaan HBnya 7. Rendah. Saya akan melakukan tes ANA.”
Tubuh Hyunsae menegang. Tes ANA?
Antinuclear Antibodi. Tes
untuk menguji ada tidaknya autoantibodi di dalam inti sel darah. Jika
tesnya menunjukan positif, maka orang tersebut sudah dapat dipastikan
menderita lupus.
“Untuk berjaga-jaga” ucap Dokter Yoon menenangkan Hyunsae.
~o0o~
Hyunsae diam mematung menikmati pemandangan kota Seoul dengan
gedung-gedung pencakar langitnya. Hatinya kacau dan atap rumah sakit
adalah salah satu tempat yang cocok untuk pelariannya. Ia tersentak
mendengar langkah kaki dan menoleh.
Kyuhyun yang hendak berjalan ke arahnya terkejut karena ia membalikan badannya tiba-tiba.
“Mau apa kau disini?” tanya Hyunsae dingin.
“Tempat ini bukan milikmu. Aku juga penat ingin istirahat.”jawab
Kyuhyun tak kalah dingin. Namun itu hanya kalimatnya, tapi tatapannya
pada Hyunsae sangat hangat. Hening. Kini keduanya hanya terdiam
memandang kota Seoul. Hyunsae ingin menangis, tapi tak ada yang keluar
dari matanya. Ia hanya termangu. Hening. Baik Hyunsae maupun Kyuhyun tak
ada yang ingin memulai pembicaraan. Keduannya hanya diam menikmati
angin yang membelai wajah mereka. Sebenarnya Hyunsae merasa kalau ia
terlalu kasar pada Kyuhyun.
“Mian. Aku tadi sedang banyak pikiran.”
“Jika kau mau bercerita, aku akan selalu siap mendengarnya,” ucapa Kyuhyun tiba-tiba.
Hyunsae beralan mendekat sambil terus menatap Kyuhyun tajam.Kyuhyun hanya tersenyum kikuk sambil menunduk. Hyunsae tertawa kecil
“Jangan terlalu tegang.” Dengan tenang ia berjalan menuju tangga.
Saat sampai di tangga pertama ia kembali merubah ekspresinya menjadi
serius kembali.
Hyunsae memasuki kamar rawat Yura. Kamar VIP termasuk fasilitas yang
diberikan padanya karena bekerja di rumah sakit. ia melihat Yura sedang
tertidur. Keadaannya jauh lebih baik dari tadi. Disana juga ada Prof.
Kim bersama seorang perawat yang tengah memeriksa kondisi Yura. Prof.
Kim tersenyum saat melihat Hyunsae. “Keadaannya sudah membaik. Tapi,
sebaiknya kau tunggu hasil tes ANA.”
“Menurut Prof. bagaimana hasilnya?”
“Lebih baik kita tunggu saja hasilnya.”
“Saya berutang janji jalan-jalan dengannya. Dia selalu mengigat janji
saya dan bisa penasaran kalau tak saya tepati,” Prof. Kim menatap
Hyunsae dan tersenyum. “Kita tunggu saja perkembangannya. Kalau sudah
membaik kamu bisa ajak dia jalan-jalan.”
“Ghamsahamnida, Prof.” Ujar Hyunsae membungkuk.
“Tak perlu sungkan. Itu sudah menjadi tugasku.” Prof. Kim berlalu pergi.
Aku merasakan ponselku bergetar. Aku buru-buru mengecek dan ternyata
yang menelpon adalah Yeonhee. Baguslah, aku memang butuh penjelasan atas
apa yang terjadi dengan Yura.
“Yeobseo”
“Yeobseo. Hyunsae-ah. Mianhae, tadi aku ada keperluan dan
meninggalkan Yura sendiri. Saat aku kembali ke rumahmu aku tak menemukan
Yura dimanapun sampai Han Ahjuma bilang kalau Yura dibawa ke rumah
sakit. Apa dia baik-baik saja?” Yeonhee langsung mengeluarkan rentetan
kalimatnya kepada Hyunsae.
“Ne, Dia baik-baik saja. Kau tak usah merasa bersalah ini bukan salahmu,”
“Anniyo. Ini salahku karna meninggalkannya sendiri. Jeongmal mianhae. Aku tadi ingin membeli tiket untuk ke Amerika.”
“Wae?”
“Aku mendapat beasiswa kesana dan akan berangkat besok pagi.”
“Oh. Keunde, aku tak bisa mengantarmu eotteokhe?”
“Gwaenchana. Yura lebih penting. Aku juga tak akan hilang.” Kami tertawa bersama.
“Yasudah aku masih mau mengemasi barang-barangku. Sampaikan salamku pada Yura, ne?”
“Ne.” ujarku dan mematikan sambungan.
Jin An, 8 January 2012
Hyunsae’s POV
Huft… aku menarik nafas panjang dan mengeluarkannya. Sudah lama
sekali kami tak berkunjung kesini. Aku duduk bersandar pada pohon ek
yang cukup rindang sambil mengawasi Yura berlari kesana kemari taka
tentu arah. Dia terlihat senang sekali. Ya, sekarang kami ada di Jin An.
Yura sudah boleh keluar rumah sakit sejak dua hari yang lalu dan entah
karena apa, tiba-tiba Dokter Yoon memberiku izin cuti untuk 3 hari
kedepan. Tentu saja kesempatan ini tak akan kusia-siakan. Aku mengajak
Yura ke Jin An untuk refreshing dan juga udara di Jin An baik untuk
kesehatannya.
Hoaamm… kenapa aku jadi mengantuk? Kulirik Yura sekilas, ia masih bermain disana. Mungkin tidur sebentar tak akan apa-apa.
~o0o~
Deg! Aku bangun seketika karena sehelai daun yang jatuh tepat di
mukaku. Tapi, aku merasa ada yang ganjil. Yura! Dimana dia? Aku menengok
kepalaku kekanan dan mendapati Yura berjalan terlalu menjauh. Aku
bangkit dan berjalan mendekat ke arahnya. Saat sudah agak dekat, aku
merasa ada yang aneh dengan Yura. Dia berjalan sempoyongan sambil
memegang kepalanya. Oh tidak! Jangan katakana kalau ia sedang serangan!
TBC…