Minggu, 28 April 2013

Lupus, I Hate You!Part 1

Lupus, I Hate You!Part 1


Title: “Lupus, I Hate You! Part 1”
Author: Meira/Kim Yoon Eun
Cast: Cho Kyuhyun, Lee Hyunsae, Lee Yura
Genre: Sad, Romance, Hurt
Length: Threeshot
FF ini saya buat karena terinspirasi dari salah satu novel karya Demian Dematra. Tapi, tentu dengan beberapa perubahan yang saya buat karena saya bukan PLAGIAT! Tapi, mungkin ini akan terlihat seperti ringkasan cerita dari novel tersebut. Oke karna saya tak pandai bercuap-cuap. Jadi, Happy Reading!
WARNING! Typo berkeliaran!


Seoul, 1 January 2012
Hyunsae’s POV
Jika kau bertanya apa yang istimewa dari hidupku? Jawabannya adalah tidak ada. Aku hanyalah seorang anak yatim piatu yang beruntung bisa lulus sekolah kedokteran dengan beasiswa penuh. Aku tak pernah pacaran dan tak pernah merasakan jatuh cinta. Karena bagiku cinta itu hanya dapat menghancurkanku dan aku tak mau itu terjadi. Aku sudah cukup merasakan bagaimana cinta bisa menghancurkan Appaku. Beliau terlalu mencintai ibuku hingga saat ajal menjemput ibuku, Appa yang baru saja kembali dari Tokyo menjadi terpuruk dan mulai sakit-sakitan hingga akhirnya mengikuti ibuku pergi meninggalkan aku dan Yura, adikku yang buta, tuli dan bisu.
Aku hanya menjalani hidup biasa saja. Aku bangun pagi, menghitung sampai 10 apa aku perlu mandi atau tidak. Yah, kalian tau apa alasannya-kesiangan. Dan, sekarang tanggal 1 January 2012, aku sudah menghabiskan 23 tahun kurang 15 hari dari hidupku. Sekarang seperti biasa, aku hanya termenung mengingat masa-masa kecilku yang suram karena tak ada satupun sanak keluarga yang mau merawat kami setelah orang tua kami meninggal. Inilah yang sering membuatku terlambat bangun-insomnia.
Huft… sebaiknya aku tidur. Besok aku harus berangkat pagi karena hari pertama di tahun baru UGD agak sepi oleh dokter jaga. Hanya aka nada 2-3 dokter disana termasuk kepala ruangan. Aku pergi ke kamar tempat aku dan Yura tidur. Kami tidur bersama karena memang tak ada ruang lagi untuk tidur.
Seoul, 1 January 2012
Author’s POV
In Hyunsae’s dream
“Ckck!Kasian sekali! Lucu-lucu buta!” seorang yeoja paruh baya menaruh recehan ke tangan Hyunsae kecil. Dua logam koin itu jatuh ke dalam tangkupannya. Sebenarnya hatinya sakit mendengar cacian orang-orang terhadap adiknya. Yura hanya berdiri disamping Hyunsae, mengikuti kemanapun Hyunsae melangkah. Matanya melihat keatas denan tatapan kosong. Ia tidak tau apapun yang terjadi, hanya memukul-mukulkan tangannya pada sebuah kerincingan bekas yang Hyunsae temukan di tong sampah kemarin.
~o0o~
Hyunsae merasa lengannnya ditarik dengan lembut oleh seseorang. Sontak ia membuka mata karena terkejut dan menoleh kesamping mendesah lega. Lagi- lagi ia bermimpi tentang masa kecilnya dan yang menarik lengannya tadi adalah Yura. Ia sudah menjadi alarm hidup bagi Hyunsae.
Hyunsae melirik kearah jam yang tergantung pada dinding kamar mereka. Pukul 05.30! apalagi yang bisa lebih parah daripada terlambat masuk kerja pada awal tahun baru. Dengan cepat ia menghitung kesepuluh jarinya, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi.
Mandi? Tidak ia tak cukup waktu! Kembali ia menghitung jemarinya, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak,mandi, tidak, mandi, tidak. Asyik! Setidaknya ia mempunyai alasan untuk menjadi jorok di hari pertama tahun baru.
Hyunsae hendak beranjak dari tempat tidur ketika sebuah tangan menahannya. Ia menoleh ke arah pemilik tangan tersebut dan tersenyum. Ia menyentuhkan jemarinya di bahu Yura dan membuat gaya orang berjalan. Sebuah bahasa isyarat yang hanya di mengerti olehnya dan Yura.
“Ia harus pergi. Sudah terlambat.”, begitulah kira-kira arti bahasa isyarat itu.
Yura tersenyum memahami kakaknya harus segera pergi mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Walau dari senyumannya menyiratkan ketidak relaan. Hyunsae kembali tersenyum dan menggerakan tangnannya ke atas lengan Yura, menandakan bahwa ia mau mengajaknya jalan- jalan nanti.
Setelah selesai dengan Yura ia segera beranjak pergi ke kamar manidi untuk gosok gigi dan kumur-kumur. Lalu memasak untuk Yura dan lupa menaburkan vitamin ke masakannya. Setelah itu, ia bergegas kembali ke kamar, mengganti piyamanya dengan celana panjang coklat dan kemeja warna merah pucat. Ia meraih tas ransel hitamnya di pojok, cepat-cepat mengalungkan di punggungnya. Setelah semua perlengkapannya siap, ia meraih sepeda tua hitam di samping rumahnya. Mulai mengayuh sepeda itu ke tempat ia mengabdi selama ini-Rumah Sakit.
10 menit kemudian ia memasuki halaman Seoul International Hospital, memakirkan sepedanya di tempat khusus, kemudian berlari menyusuri koridor rumah sakit yang masih sepi, melewati apotek yang masih tutup dan ruang tunggu yang kosong. Satu-satunya tempat yang melakukan aktivitasnya sepagi ini adalah UGD, tempat Hyunsae bekerja selama 2 tahun terakhir. Ia melihat koridor itu masih sepi. Tak seperti tahun lalu yang di penuhi orang – orang yang terlalu larut dalam berpesta dan kecelakaan. Hyunsae sendiri tak tau kenapa sebuah pesta harus berakhir dengan duka? Entahlah, ia sendiri cukup pusing memikirkannya.
Hyunsae melangkahkan kakinya memasuki ruang istirahat khusus dokter dan berjalan menuju lokernya, nomor 16. Ia melirik ke arah gantungan jas dokter. Ada 5 gantungan disana yang 4 masih terisi dan yang satu sudah kosong cukup lama. Desas desus mengatakan akan ada dokter transfer. Tapi, tentu saja ia tak akan ambil pusing memikirkannya.
Hyunsae segera mengambil salah satu jas yang tergantung disana dengan bordiran namanya, Dokter Lee Hyun Sae. Ia berjalan menuju UGD dan mendapati tiga orang suster yang sangat dikenalinya, Im Yoona suster senior yang masih betah menjomblo. Entah kenapa dia selalu gagal dalam hal percintaan. Ia sudah berkali-kali kencan tapi hasilnya tetap sama, gagal. Sedangkan dua orang lainnya yaitu Kim Yoon eun dan Hwang Hyunri kembang-kembang manis UGD yang tak pernah ketinggalan gossip-gossip terbaru di rumah sakit ini.
Hyunsae tersenyum simpul menyapa para suster itu.
“Anyeonghasaeyeo. Selamat tahun baru”
“Anyeong Dokter. Selamat tahun baru. Semoga ditahun ini Dokter bisa dapat pasangan.” Jawab yoona dengan tersenyum.
“Wah, apa tak terbalik?” ujar Yoon eun menyindir. Hyunsae hanya bisa tersenyum kecil menanggapi ucapan Yoon eun.
Hyunsae lalu menuju meja kerjanya yang terletak bersebelahan dengan meja kerja Dokter Yoon Hyewon-Kepala ruangan. Ia melirik jam pukul 06.05. masih sepi,pikir Hyunsae.
Tiba-tiba pintu UGD terbuka dan menampakan seorang wanita yang masuk ke dalam ruangan-Dokter Yoon. Wanita itu super cantik dan.. agak kejam, khususnya pada bawahannya. Baginya pasien adalah raja yang harus diperhatikan dengan sangat hati-hati. Ia membetulkan letak kacamatanya melirik semua armadanya yang menyapa hormat padanya.
Setelah mereka menyapa, Dokter Yoon duduk di belakang meja kerjanya memeriksa berkas-berkas berisi riwayat hidup pasien yang tersimpan rapi di mejanya. Hyunsae melakukan hal yang sama dengan Dokter Yoon. Sedangkan ketiga suster yang ada disana terlihat menyiapkan segala sesuatu yang mungkin akan dibutuhkan saat tiba-tiba pasien datang. Suasana menjadi hening.
Namun, beberapa menit kemudian terdengar pintu terbuka dengan tergesa-gesa yang menandakan ada pasien darurat. Ia dan para suster bergegas mengahampiri pasien. Seorang namja muda dengan kepala terluka dan darah mengalir di keningnya. Para suster segera memakai sarung tangan. Hyunsae berjalan kearah meja putih di pojok ruangan tempat meletakan berbagai macam alat steril setelah memakai sarung tangan yang sama dengan para suster. Dokter Yoon hanya mengamati apa yang dilakukan anak buahnya.
“Hyunsae?” kata namja yang tengah meringis kesakitan itu. “Kau Lee Hyunsae kan?” sekali lagi ia bertanya membuat sang pemlik nama mngernyit heran. Lalu Hyunsae tersadar namanya ada pada jasnya. Pasti namja itu membacanya.
“Kau tak mengingatku? Aku Lee Donghae. Aku pernah mengajakmu kencan,”kata namja itu lagi sambil menahan sakit saat ia hendak duduk. Ah! Pantas wajah laki-laki itu tampak familiar. Ternyata si Playboy cap kadal!batin Hyunsae. Pikirannya kembali ia fokuskan pada luka pasien. Professional harus tetap di jaga bukan?
“Berbaring dulu,” ujar Hyunsae dan dituruti oleh Donghae. Yoona segera mengukur tekanan darahnya sedangkan Hyunsae mengamati keadaan keseluruhan pasien dan Yoon eun membasuh lukanya dengan rivanol.
“Apa yang terjadi?” tanya Hyunsae pada Donghae dan berkata pada Hyunri, “siapkan set-hecting, benang silk 2-0. Spuit 3 cc, suntikan lidocaine 2 ampul. Ganti needle 26. Dan juga siapkan vaksin tetanusnya.” Hyunri hanya mengangguk dan bergegas menyiapkan semuanya.
“Bertengkar dengan Hyukjae” Donghae menjawab singkat pertanyaan dari Hyunsae.
“Karena yeoja?” sebenarnya ia bertanya hanya untuk menenangkan pasiennya yang terlihat gugup berhadapan dengannya. “Sebenarnya berapa banyak yeojamu?” tanya Hyunsae lagi mencoba mengajak Donghae bercanda.
Setelah mengatakan itu Hyunsae lebih memilih diam mendengarkan keluh kesah sang pasien. Ia memasang lampu samping bertangkai panjang untuk tambahan penerangan, menerima alat suntik yang di berikan Hyunri kemudian menerima laporan tekanan darah dan tanda vital Donghae.
“Hyukjae mengira aku selingkuh dengan yeojachingunya karena kami pergi bersama. Tapi, aku berani bersumpah kalau aku tak ada apa-apa dengan yeojanya.”
“Tahan sebentar aku akan menyuntikmu. Kau bisa menggigit kain kalau sakit,” ujar Hyunsae seraya menyedot lidocaine dengan alat suntik dan menyuntikannya di dekat luka. Donghae mengerang menahan sakit sambil refleks menggunakan bantal sebagai peredam suaranya. Hyunsae memastikan area yang akan di jahit sudah kebal dengan mencubitnya dengan pinset.
“Sakit?” tanya Hyunsae.
Donghae hanya memandangnya seperti menemukan belahan jiwanya yang hilang.
“Kenapa kau tak jadi yeojachinguku saja?” tanpa menghiraukan pertanyaan Hyunsae, ia malah balik bertanya. Hyunsae menaikan satu alisnya.
“Eh? Jadi seperti ini kau menyatakan perasaanmu pada seorang gadis? Ckck sama sekali tak romantis,”
Dongahe hanya menghela nafas panjang. Gadis didepannya ini memang berbeda. Dia sangat sulit untuk ditaklukan. “kau ini. Hidup itu hanya sekali. Apa kau mau terkurung disini seumur hidup, eoh?”
“Aku hanya menunggu Mr. Perfect,” jawab Hyunsae sekenanya. “Jaga lukamu. Tak boleh basah ataupun kotor. Kesini tiga hari lagi untuk control,” tambah Hyunsae dan beranjak meninggalkan Donghae.
“Kau mau kemana?” tanya Donghae setelah berhasil menangkap tangan Hyunsae. “Masih banyak pasien yang membutuhkanku,”
“Jebal, satu kali saja kau mau ken.. maksudku jalan denganku. Sebagai tanda terimakasihku padamu,”
“Kalau semua pasien yang aku tolong mengajakku pergi maka aku bisa saja cuti permanen. Semoga cepat sembuh.” Ujar Hyunsae berlalu meninggalkan Donghae.
~o0o~
Waktu berlalu dengan cepat. Sebagai rumah sakit yang terletak di tengah keramaian, mereka menerima berbagai macam kasus. Selalu ada saja yang terjadi. Sakit dan Penderitaan adalah tamu tak diundang yang selalu saja berkunjung. Hyunsae melihat jam yang melingkar manis dipergelangan tangannya. Jam 2 saatnya istirahat, batinnya. Ia begegas memberesi mejanya dan berjalan ke kantin untuk membeli makanan.
“Sebentar lagi akan ada Dokter UGD baru” samar-samar terdengar Yoon eun yang ada di belakangnya mulai bergosip.
“Em.. Aku penasaran seperti apa rupanya” sahut Hyunri
Dasar tukang gossip, pikir Hyunsae. Setelah mengambil makanannya, ia memilih duduk di meja yang berada di pojok. Jika ada waktu senggang seperti ini akan ia gunakan untuk memikirkan Yura. Sebenarnya ia ingin menelpon Yura dan berbincang-bincang dengannya seperti kebanyakan kaka beradik lainnya. Tapi, ia harus mengubur angan itu. Ia tak mungkin melakukan itu bersama adiknya. Ia sudah memberikan Yura handphone bekas untuk menghubunginya disaat darurat. Ia telah mengajari Yura cara membuat panggilan untuknya.
Hyunsae tersentak mendengar suara ponselnya bergetar. Layarnya menyala dan disana tertera nama Yura. Jantung Hyunsae berdetak lebih cepat dari biasanya. Ada apa lagi? Ini sudah yang kelima kali Yura menghubunginya. Terakhir Yura terpeleset di kamar mandi karena ia lupa mematikan kran di kamar mandi. Buru-buru Hyunsae mengangkat panggilan dari Yura. Terdengar suara erangan Yura yang sepertinya tengah menahan sakit.
Hyunsae bergegas bangkit dari duduknya melangkah cepat ke ruang istirahat dan menyampirkan jasnya di gantungan. Ia melirik sekilas jam tangannya. Masih 30 menit lagi sebelum jam istirahatya berakhir.
Ia keluar ruang istirahat masih dengan langkah yang cepat.
“Mau kemana Dok?” tanya Yoona yang tak sengaja berpapsan dengannya
“Saya ada urusan sebentar” setelah mengatakan itu ia berlari ke arah pintu depan. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Jantungnya berdegup kencang. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah Yura. Hyunsae sadar adiknya itu memang mempunyai badan yang lemah. Dan sekarang ia merasa kesehatan tubuh adiknya semakin menurun.
Setelah sampai di depan pintu ia segera memegang pegangan pintu dan cepat-cepat membukanya tanpa memperhatikan ada seorang namja yang hendak masuk. Kemeja namja itu rapi tanpa ada lipatan yang tak pada tempatnya. Hidungnya mancung, matanya berbentuk onyx yang membuatnya terlihat tajam namun teduh, kulitnya yang putih sangat kontras dengan rambut coklatnya yang lebat. Cho Kyuhyun, ia merasakan tumbukan di dadanya ketika Hyunsae tak sengaja menabraknya dan kehilangan keseimbangan. Otomatis Kyuhyun menahan punggung gadis itu agar tak jatuh.
Untuk beberapa saat keduanya hanya bertatapan. Kyuhyun merasakan desiran aneh di tubuhnya saat menatap wajah cantik Hyunsae yang polos tanpa make-up. Hanya butuh beberapa detik untuk Kyuhyun tau bahwa gadis itu sedang khawatir dari tatapan matanya. Hyunsae yang tersadar langsung membebaskan diri dari Kyuhyun. Gadis itu hanya bergumam, “Jeongsonghamnida” membungkuk dan kembali berlari pergi.
~o0o~
Hyunsae segera masuk ke dalam rumah dan meletakan sepedanyan disembarang tempat. Ia menjadi panik saat melihat Yura menangis sambil memegang kepalanya. Ia segera memeluk Yura untuk menenangkannya. Ya Tuhan, ada apa dengannya?batin Hyunsae.
“Aiii,” Yura mengerang sambil memegang kepalanya.
Sakit. Tapi, apa yang membuatnya sakit?pikir Hyunsae. Hyunsae membantu Yura untuk ke kamar dan mengambil obat penahan sakit di laci kemudian membantu Yura untuk meminumnya. Beberapa menit kemudian Yura terlihat tidur di pelukan Hyunsae. Hyunsae memandangi wajah polos Yura saat tertidur. Ia sangat mengkhawatirkan Yura. Mungkin besok ia harus memeriksakan Yura ke Prof. Kim-dokter spesialis penyakit dalam.
Hyunsae melihat jam dan terkejut karena 5 menit lagi waktu istirahatnya akan segera habis. Dengan berat hati ia meninggalkan Yura dan bergegas pergi ke rumah sakit lagi. Ia mengayuh sepedanya secepat yang ia bisa. Saat ia memakirkan sepeda ponselnya bergetar di saku celananya.
“Dok, cepat ke UGD,” sahut suara di seberang telfon tanpa memberi waktu untuk Hyunsae menjawab. Hyunsae segera berlari ke ruang istirahat, memakai jasnya dan berjalan dengan tergesa masuk ke UGD.
“Kecelakan beruntun,” jelas Hyunri saat melihat wajah kaget Hyunsae melihat banyak pasien hari ini.
“Dokter Lee! Kenapa meninggalkan tempat saat waktu tugas?!” bentak Dokter Yoon pelan.
“Mi-mian Dok.” Jawab Hyunsae gugup sambil memakai sarung tangan.
Ia segera ikut bergabung membantu korban kecelakan itu. Di tempat tidur tengah ada seorang pria tua yang mengalami luka di kepalanya. Dan di sebelah kanannya ada pasien yang sedang ditangani oleh seorang laki-laki. Eh? Dokter barukah?
Untuk beberapa detik Hyunsae mematung saat melihat wajah dokter baru tersebut. Bukankah itu pria yang tadi ditabraknya. Namja itu kini sedang melakukan bilas lambung, dapat terlihat dari selang NGT(Nasogastrict Tubes) yang ia masukan lewat hidung pasien dan ember penadahnya dibantu Yoona.
Hyunsae segera memfokuskan pikirannya dan berjalan menuju tempat tidur tengah. “Cidera kepala.” Dokter Yoon menjelaskan secara singkat keadaan pasien. Hyunsae baru akan melakukan tindakan ketika pria tua itu tiba-tiba meronta liar dan memegang lengannya erat. Ia tersentak. Ia tau pasti laki-laki itu membutuhkan pelampiasan dari rasa sakit di kepalanya. Tapi, pegangan pria itu membuat Hyunsae kesakitan.
Sebuah tangan lain segera menyentuh pria itu dan membantunya melepaskan pegangan pria itu terhadapnya. Hyunsae mendongak untuk mengetahui pemilik tangan itu yang ternyata milik dokter baru yang sempat ia tabrak tadi.
“Dokter Cho Kyuhyun dari Amerika.” Hyunsae mendengarkan Dokter Yoon yang mengenalkan dokter baru tersebut. Hyunsae menatapnya dan mengangguk pelan sambil meringis, “Lee Hyunsae”
Akhirnya tangan Hyunsae bisa bebas dari pria tadi.
“Dok, pasien lupus yang baru masuk serangan!” seorang suster dari kamar rawat menerobos masuk ke UGD . “Ia mengejang terus”
Dokter Yoon mempelajari situasi dengan cepat. Ia tau ia dapat mengandalkan Hyunsae untuk menangani pasien.
“Dokter Lee, kau urus pasien disini. Saya tangani pasien di ruang rawat.” Hyunsae mengangguk.
“Nadi 42, shock hypovolemic, tensi 70/50,”kata Yoon eun melaporkan keaadaan pasien.
“Pasang infus. Manitol 200cc untuk seperempat jam. Kasih Ranitidine,” Hyunsae memberi perintah.
~o0o~
“Kim Eunsoo, 17 tahun, rujukan Rumah Sakit Busan. DBD negative, Tifus negative. ANA(+), DNA(-), C3 kurang dari normal, C4 normal. Urine protein ++++ Protein kuantitatif 2000,” seorang perawat memberikan laporan riwayat kesehatan milik seorang gadis yang terduduk di kursi roda pada Dokter Yoon. Yah,mereka mendapat pasien transfer malam ini. Hyunsae sempat melihat kondisinya. Badannya bengkak karena protein keluar bersama urine sehingga protein dalam darah berkurang atau lebih di kenal dengan ‘bocor ginjal’.
“Dokter Lee, kamu jaga UGD. Saya akan mengatar pasien ke ruang rawat.”
“Tak biasanya Dokter Yoon menerima pasien transfer waktu libur?”bisik Hyunsae saat Dokter Yoon sudah meninggalakn mereka.
“Keponakan sang dokter,” sahut Yoon eun berbisik sambil berjalan masuk.
Hyunsae kembali duduk di tempatnya. Tanpa disengaja ia berpapasan dengan Kyuhyun yang akan pulang. Kyuhyun tersenyum tipis sedangkan Hyunsae hanya mengangguk pelan.
“Dok, dokter barunya tampan ya?” ujar Hyunri genit.
Hyunsae lebih memilih diam tak menanggapi perkataan Hyunri. Ia menekan tombol telfon beberapa kali dan menunggu.
“Yeobseo?” terdengar suara yeoja di ujung telfon.
“Yeobseo. Yeonhee-ah bisakah kau menengok Yura sebentar?”
“Oh, ne.” untuk bebrapa saat hanya hening. Kim Yeonhee adalah tetangganya yang sangat baik padanya. Ia selalu mau sekedar menengok atau bahkan menemani Yura saat Hyunsae tak ada di rumah seperti malam ini. Ia harus menginap di rumah sakit karena tak ada dokter jaga pada hari libur.
“Yura baik-baik saja sekarang. Apa kau masih lama di rumah sakit?” terdengar suara Yeonhee kembali.
“Ah, ne. aku harus menginap malam ini.”
“Oh, kalau begitu aku akan menjaga Yura samapi kau pulang.”
“Apa kau tak kuliah?”
“Tidak besok aku tak ada jadwal.”
“Baiklah, gomawo. Mian kalau merepotkan.”
“Sudahlah. Aku sudah menganggap kalian sebagai saudaraku sendiri. Jaljayo”
“Jaljayo”
Hyunsae mengakhiri percakapannya dengan Yeonhee tepat ketika seorang suster masuk ke UGD.
“Dok, pasien lupus minta ketemu”
“Saya?”
“Sebenarnya dia ingin bertemu dengan Dokter Yoon atau Prof. Han, tapi saya bilang sekarang yang jaga Dokter Lee.” Hyunsae mengangguk mengerti. Prof. Han Changryeol adalah dokter ahli neuro yang juga mengidap lupus. Ia hidup dengan lupus hampir 10 tahun lebih dan menjadi tauladan di rumah sakit ini.
“Nugu?” tanya Hyunsae ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju ICU.
“Kim Cheonsa. Pasien yang kemarin serangan. Dan lupusnya sudah menyerang otak.” Hyunsae berhenti sejenak dan memperhatikan wajah suster yang kelelahan itu. Mereka sama-sama tau kalau pasien itu dalam kondisi kritis.
“Kapan ia didiagnosa?”
“Seminggu setelah pernikahannya. Romantis sekali, suaminya mau menerima dia apa adanya,”
“Sakit atau sehat, aku rasa tidak masalah kalau cinta,” sebenarnya Hyunsae merutuk dirinya sendiri dalam hati. Dengan naïf ia berkata tentang cinta tapi, ia sendiri tak tau cinta itu apa.
“Sekarang dimana suaminya?”
“Entah,” jawab suster tersebut dan meninggalakn Hyunsae dengan Cheonsa untuk memberi mereka ruang.
“Dok?” ujar seorang gadis yang terlihat pucat dan kurus. Rambutnya hanya tinggal beberapa helai.
“Dokter masih muda”
“Cukup muda, tapi saya sudah di UGD 2 tahun,” jawab Hyunsae tersenyum.
“Maaf saya memanggil Dokter malam-malam. Saya tidak bisa tidur.”
“Sama. Saya juga seorang insomnia berat.” Untuk beberapa saat suasana menjadi hening hingga Hyunsae mencoba membuka percakapan.
“Jangan menyerah” bisik Hyunsae seraya menggenggam tangan Cheonsa.
Cheonsa hanya tersenyum lemah. “Dokter sudah menikah? Atau punya pacar?”
“Tidak keduanya.”
“Wae?”
“Belum ada yang nyangkut” jawab Hyunsae sedikit bercanda. Kini Cheonsa tertawa lemah.
“Ini Jongwoon, nae nampyeon.” Ujarnya sambil menunjukan selembar foto seorang namja bermata sipit. “Nanti kalau dokter ketemu dia, tolong bilang aku sangat mencintainya. Bisakan?”
“tapi, kenapa tak kau sampaikan saja sendiri?” Hyunsae merasa ada sesuatu yang terjadi pada gadis di hadapannya ini.
“Aku merasa tak punya cukup waktu.”
“Kau tak boleh berkata seperti itu” Cheonsa hanya memalingkan wajahnya ke arah lain menghindari tatapan Hyunsae. Hening. Hanya terdengar suara monitor detak jantung dan nafas mereka berdua hingga akhirnya Hyunsae memutuskan untuk pergi meninggalkan Cheonsa yang masih terdiam. Air mata mengalir dari kedua matanya.
Hyunsae keluar dan mendapati seorang namja yang sangat mirip dengan namja yang ada difoto yang ditunjukan Cheonsa padanya. Walau ragu ia tetap mendekat ke arah Namja yang sekarang terlihat kacau dan berantakan.
“Chogi, apa anda suaminya Cheonsa-ssi?”
“Apa dia banyak membicarakan tentangku?”Hyunsae hanya tersenyum
“Cheonsa tak bilang apa-apa.” Bohong Hyunsae. Jongwoon hanya menghela nafas
“Sudah seminggu ini aku tak menengoknya karena berada di Jepang. Bagaimana keadaannya?”
“Belum stabil.” Jawab Hyunsae singkat
“Cheonsa berubah” lirih Jongwoon yang masih bisa terdengar oleh Hyunsae
“Kau mencintainya?”
“Aku mencintai Cheonsa yang dulu.”
“Kalau begitu belajarlah mencintainya yang sekarang. Yang berubah hanya fisiknya, tapi cintanya untukmu masih terjaga. Keadaan yang memaksanya berubah.” Usai mengatakan itu Hyunsae segera berpamitan kembali keruangannya.
~o0o~
Keesokan harinya.
Seoul International Hospital, 2 January 2012
Kyuhyun sedang mempelajari kaasus pasien saat Hyunsae masuk ke ruang UGD dengan wajah lelahnya. Kyuhyun terus mengawasi Hyunsae dalam diam. Sebenarnya ia ingin bertegur sapa dan mengenalnya lebih jauh, tapi seperti ada tameng yang membatasi areanya dengan area Hyunsae. Apalagi gossip yang beredar mengatakan bahwa Hyunsae phobia terhadap cinta. Apa dia tak memiliki kesempatan? Yah, dari pertemuan pertama mereka Kyuhyun mulai merasa ada yang tak beres dengannya dan ia tau itu karena apa. Cinta.
Dokter Yoon masuk dengan tenang. Wajahnya terlihat agak kusut.
“Kamu visit pasien di ICU tadi malam?” tannyanya pada Hyunsae.
“Ya, dia butuh teman curhat. Kondisinya belum stabil.”
Terdengar dering telpon. Yoon eun mengangkatnya. Wajahnya menegang. “Pasien lupus di ICU serangan Dok!”
Hyunsae mematung. Dokter Yoon keluar menuju ruang ICU. Telpon bordering kembali. Kali ini Hyunsae yang mengangkatnya.
“UGD dengan Dokter Lee”
“Ada pasien dengan Ambulans, Dok!”
Hyunsae mengangguk mengerti dan menutup telpon. “Ambulans” Yoona yang baru saja masuk keluar lagi bersama Hyunsae dan Kyuhyun menunggu kedatangan pasien. Entah kenapa jantung Hyunsae berdetak kencang apa karena kurang tidur?
Pintu ambulans terbuka menampakan seorang yeoja yang tak sadarkan diri. Kyuhyun dengan sigap mengintruksi para petugas untuk memindahkan pasien ke tempat tidur yang disiapkan. Hyunsae mematung. Yeoja yang tak sadarkan diri itu adalah adiknya. Wajahnya merah dan kotor. Apa ia terjatuh? Tapi, bukankah ia seharusnya dijaga Yeonhee?
Kyuhyun yang melihat Hyunsae hanya melongo cepat-cepat memeriksa keadaan Yura dan Yoona yang memeriksa tanda vitalnya.
Kyuhyun terkejut saat melihat matanya. “Ia buta” katanya refleks menatap Hyunsae.
“Ya, ia juga tak bisa mendengar dan berbicara. Dia Lee Yura, adikku.”
Kyuhyun terdiam beberapa detik lalu berkata, “O2.” Ia lalu melihat kondisi Yura. “Apa dia punya riwayat penyakit?”
“Tahun kemarin ia beberapa kali pingsan dan akhir-akhir ini ia sering sakit kepala. Dia bukan pasien baru. Dulu ditangani Prof. Kim.” Kyuhyun hanya mangut-mangut mendengar penjelasan Hyunsae.
“Kalau begitu aku akan berkonsultasi dulu dengan Prof. Kim” Kyuhyun berjalan menuju mejanya dan menelpon Prof. Kim.
Hyunsae membelai pipi adiknya. “Aii..” Yura yang merasakan sentuhan sang kakak tersadar dan tersenyum lega. Setidaknya ia tak sendirian sekarang. Hyunsae meremas tangannya berusaha mengatakan bahwa mereka sekarang di rumah sakit dan Hyunsae akan menemaninya.
Kyuhyun yang sudah berkonsulatasi menghampiri Hyunsae. “Sebaiknya ia dirawat dulu disini untuk observasi. Aku juga akan melakukan tes hemoglobin.” Hyunsae hanya mengangguk dan tersenyum pada Kyuhyun untuk yang pertama kalinya. Kyuhyun bahkan sampai lupa caranya bernafas melihat senyum Hyunsae.
Dokter Yoon berjalan masuk ke UGD. Wajahnya yang tadi sudah kusut kini bertambah kusut.Ia mendekati Hyunsae setelah menerima laporan tes darah milik Yura dari Yoona. Ia memeriksa Yura secara menyeluruh.
“Hasil pemeriksaan HBnya 7. Rendah. Saya akan melakukan tes ANA.”
Tubuh Hyunsae menegang. Tes ANA? Antinuclear Antibodi. Tes untuk menguji ada tidaknya autoantibodi di dalam inti sel darah. Jika tesnya menunjukan positif, maka orang tersebut sudah dapat dipastikan menderita lupus.
“Untuk berjaga-jaga” ucap Dokter Yoon menenangkan Hyunsae.
~o0o~
Hyunsae diam mematung menikmati pemandangan kota Seoul dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Hatinya kacau dan atap rumah sakit adalah salah satu tempat yang cocok untuk pelariannya. Ia tersentak mendengar langkah kaki dan menoleh.
Kyuhyun yang hendak berjalan ke arahnya terkejut karena ia membalikan badannya tiba-tiba.
“Mau apa kau disini?” tanya Hyunsae dingin.
“Tempat ini bukan milikmu. Aku juga penat ingin istirahat.”jawab Kyuhyun tak kalah dingin. Namun itu hanya kalimatnya, tapi tatapannya pada Hyunsae sangat hangat. Hening. Kini keduanya hanya terdiam memandang kota Seoul. Hyunsae ingin menangis, tapi tak ada yang keluar dari matanya. Ia hanya termangu. Hening. Baik Hyunsae maupun Kyuhyun tak ada yang ingin memulai pembicaraan. Keduannya hanya diam menikmati angin yang membelai wajah mereka. Sebenarnya Hyunsae merasa kalau ia terlalu kasar pada Kyuhyun.
“Mian. Aku tadi sedang banyak pikiran.”
“Jika kau mau bercerita, aku akan selalu siap mendengarnya,” ucapa Kyuhyun tiba-tiba.
Hyunsae beralan mendekat sambil terus menatap Kyuhyun tajam.Kyuhyun hanya tersenyum kikuk sambil menunduk. Hyunsae tertawa kecil
“Jangan terlalu tegang.” Dengan tenang ia berjalan menuju tangga. Saat sampai di tangga pertama ia kembali merubah ekspresinya menjadi serius kembali.
Hyunsae memasuki kamar rawat Yura. Kamar VIP termasuk fasilitas yang diberikan padanya karena bekerja di rumah sakit. ia melihat Yura sedang tertidur. Keadaannya jauh lebih baik dari tadi. Disana juga ada Prof. Kim bersama seorang perawat yang tengah memeriksa kondisi Yura. Prof. Kim tersenyum saat melihat Hyunsae. “Keadaannya sudah membaik. Tapi, sebaiknya kau tunggu hasil tes ANA.”
“Menurut Prof. bagaimana hasilnya?”
“Lebih baik kita tunggu saja hasilnya.”
“Saya berutang janji jalan-jalan dengannya. Dia selalu mengigat janji saya dan bisa penasaran kalau tak saya tepati,” Prof. Kim menatap Hyunsae dan tersenyum. “Kita tunggu saja perkembangannya. Kalau sudah membaik kamu bisa ajak dia jalan-jalan.”
“Ghamsahamnida, Prof.” Ujar Hyunsae membungkuk.
“Tak perlu sungkan. Itu sudah menjadi tugasku.” Prof. Kim berlalu pergi.
Aku merasakan ponselku bergetar. Aku buru-buru mengecek dan ternyata yang menelpon adalah Yeonhee. Baguslah, aku memang butuh penjelasan atas apa yang terjadi dengan Yura.
“Yeobseo”
“Yeobseo. Hyunsae-ah. Mianhae, tadi aku ada keperluan dan meninggalkan Yura sendiri. Saat aku kembali ke rumahmu aku tak menemukan Yura dimanapun sampai Han Ahjuma bilang kalau Yura dibawa ke rumah sakit. Apa dia baik-baik saja?” Yeonhee langsung mengeluarkan rentetan kalimatnya kepada Hyunsae.
“Ne, Dia baik-baik saja. Kau tak usah merasa bersalah ini bukan salahmu,”
“Anniyo. Ini salahku karna meninggalkannya sendiri. Jeongmal mianhae. Aku tadi ingin membeli tiket untuk ke Amerika.”
“Wae?”
“Aku mendapat beasiswa kesana dan akan berangkat besok pagi.”
“Oh. Keunde, aku tak bisa mengantarmu eotteokhe?”
“Gwaenchana. Yura lebih penting. Aku juga tak akan hilang.” Kami tertawa bersama.
“Yasudah aku masih mau mengemasi barang-barangku. Sampaikan salamku pada Yura, ne?”
“Ne.” ujarku dan mematikan sambungan.

Jin An, 8 January 2012
Hyunsae’s POV
Huft… aku menarik nafas panjang dan mengeluarkannya. Sudah lama sekali kami tak berkunjung kesini. Aku duduk bersandar pada pohon ek yang cukup rindang sambil mengawasi Yura berlari kesana kemari taka tentu arah. Dia terlihat senang sekali. Ya, sekarang kami ada di Jin An. Yura sudah boleh keluar rumah sakit sejak dua hari yang lalu dan entah karena apa, tiba-tiba Dokter Yoon memberiku izin cuti untuk 3 hari kedepan. Tentu saja kesempatan ini tak akan kusia-siakan. Aku mengajak Yura ke Jin An untuk refreshing dan juga udara di Jin An baik untuk kesehatannya.
Hoaamm… kenapa aku jadi mengantuk? Kulirik Yura sekilas, ia masih bermain disana. Mungkin tidur sebentar tak akan apa-apa.
~o0o~
Deg! Aku bangun seketika karena sehelai daun yang jatuh tepat di mukaku. Tapi, aku merasa ada yang ganjil. Yura! Dimana dia? Aku menengok kepalaku kekanan dan mendapati Yura berjalan terlalu menjauh. Aku bangkit dan berjalan mendekat ke arahnya. Saat sudah agak dekat, aku merasa ada yang aneh dengan Yura. Dia berjalan sempoyongan sambil memegang kepalanya. Oh tidak! Jangan katakana kalau ia sedang serangan!

TBC…

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Prok Prok Prok..
Keren Thor..
deskripsi suasananya bisa se detail itu,
tapi bkin bingung soalnya nmanya bnyak bget, dn mnurut sya mirip-mirip..
namun nggk mengurangi kadar kerennya kok.. :)

Posting Komentar